33.8 C
Jakarta
Friday, April 26, 2024

WA ke Anak

Banyak sekali pertanyaan seperti ini: mengapa angka kematian akibat
Covid-19 begitu tinggi di Indonesia? Sampai 8 persen?

Bahkan ada yang menyebut persentase kematian
itu tertinggi kedua di dunia? Bahkan yang pertama?

Saya tidak setuju dengan cara menghitung
seperti itu. Persentase itu terlihat tinggi karena diperbandingkan antara
jumlah penderita dengan yang meninggal dunia.

Di Italia persentasenya memang tinggi tapi ada penjelasan ilmiahnya.
Demografi di Italia menunjukkan jumlah orang tua sangat besar. Terbanyak kedua
setelah Jepang.

Sedang di Indonesia? Semua orang tahu: demografi kita didominasi anak muda.
Sampai muncul istilah Indonesia itu mendapat bonus demografi.

Saya memilih, logikanya yang dibalik.

Begini: persentase yang meninggal dunia akibat
Covid-19 sudah disepakati antara 2 sampai 3 persen.

Maka kalau di Indonesia yang meninggal 25
orang, dan 25 orang itu adalah 3 persen, berapa 100 persennya?

Kira-kira 800 orang bukan?

Berarti yang sudah mengidap Covid-19 di
Indonesia kira-kira 800 orang. Bukan 300 orang seperti data yang ada.

Berarti ada sekitar 500 penderita yang tidak
diketahui siapa mereka, di mana mereka, sudah menularkan pada siapa saja.

Namun perhitungan saya ini juga hanya sebuah
spekulasi. Jangan terlalu dipegang. Anggap saja ini sebuah kewaspadaan: bahwa
kemungkinan besar banyak penderita yang masih beredar ke mana-mana.

Sebagai pendatang baru di grup Covid-19 sebenarnya
kita punya keuntungan lebih:

Baca Juga :  Posko MCCC Kapuas Sampaikan Bantuan

Tiongkok sudah berhasil mengatasinya. Tiongkok sudah
tidak ”rakus” lagi akan peralatan pencegah Covid-19. Kamis kemarin adalah hari
pertama tidak ada lagi pasien baru di Wuhan. Sudah 0. Memang ditemukan
penderita baru di tempat lain, tapi semuanya berasal dari luar negeri.

Tiongkok punya kapasitas besar dalam memproduksi
masker, baju pengaman, dan alat tes Covid-19. Dulu, begitu wabah ini muncul,
Tiongkok mendorong banyak pabrik untuk menambah kapasitas. Saat ini ada 7
pabrik pembuat alat tes virus Covid-19 di sana.

Dalam situasi menguntungkan seperti itu mestinya kita
bisa meningkatkan angka penduduk yang dites. Agar semakin banyak diketahui
siapa yang sebenarnya sudah tertular. Untuk segera dilakukan tindakan.

Informasi yang saya peroleh dari Tiongkok: kapasitas
produksi peralatan tes di sana, sekarang ini, mencapai 1,6 juta set sehari.

Sekali lagi, sehari.

Kapasitas seperti itu yang tidak ada ketika
awal-awal Tiongkok diserang wabah. Kini mereka sendiri sudah tidak perlu jumlah
yang banyak.

Mereka bisa sepenuhnya ekspor. Termasuk ekspor
masker dan baju pelindung bagi dokter/perawat secara besar-besaran.

Dari segi ketersediaan fasilitas di pasar
internasional kita diuntungkan.

Saya sendiri sangat ingin melakukan tes Covid.
Saya adalah orang yang rawan terkena virus.

Saya berada di kategori semua golongan yang
rawan: saya tua, saya banyak di kerumunan, tiap hari saya minum obat justru
untuk menurunkan kekebalan tubuh saya.

Baca Juga :  Jalan Masih Terendam, Pengendara Sepeda Motor dan Sepeda Terpaksa Guna

Namun saya tahu kemampuan tes di RS kita sangat
terbatas. Saya juga belum termasuk yang mendesak untuk tes: tidak ada
tanda-tanda terkena Covid-19.

Biarlah peralatan tes itu lebih diprioritaskan
untuk mereka yang lebih membutuhkan. Yakni mereka yang sudah jelas ada tanda
yang kuat –meski pun banyak juga yang terkena Covid-19 tanpa ada tanda-tanda.

Yang tanpa tanda itulah yang merasa aman.
Beredar ke mana-mana. Menjadi penular.

Maka saya pribadi memutuskan untuk mengirim WA
ke anak saya. Bunyinya begini:

”Abah akan lakukan tes hematologi darah lengkap
untuk melihat leukosit dan limfosit. Jika leukosit tinggi atau di bawah normal,
 dan limfosit Abah tinggi, berarti Abah harus mulai curiga.

Kalau normal, ok.

Kalau tinggi atau tidak normal Abah akan lanjut
CT scan paru-paru. Untuk melihat apakah ada bercak atau tidak.

Kalau tidak, ok.

Kalau ada bercak barulah berusaha lanjut ke tes
Covid.

Itu untuk kehati-hatian.

Baiknya banyak orang melakukan itu agar tidak
semua antre tes Covid yang akan tidak terlayani.

Rasanya cukup Abah sendiri saja dulu yang tes,
kalau ada kecurigaan barulah anggota keluarga kita yang lain.

Ok?”.

Anak Wedok saya pun mengirimkan petugas pengambil
darah dari lab langganan saya.

Hasilnya?

Bukan soal keterbukaan informasi tapi Anda sudah bisa menduga sendiri.(***)

Banyak sekali pertanyaan seperti ini: mengapa angka kematian akibat
Covid-19 begitu tinggi di Indonesia? Sampai 8 persen?

Bahkan ada yang menyebut persentase kematian
itu tertinggi kedua di dunia? Bahkan yang pertama?

Saya tidak setuju dengan cara menghitung
seperti itu. Persentase itu terlihat tinggi karena diperbandingkan antara
jumlah penderita dengan yang meninggal dunia.

Di Italia persentasenya memang tinggi tapi ada penjelasan ilmiahnya.
Demografi di Italia menunjukkan jumlah orang tua sangat besar. Terbanyak kedua
setelah Jepang.

Sedang di Indonesia? Semua orang tahu: demografi kita didominasi anak muda.
Sampai muncul istilah Indonesia itu mendapat bonus demografi.

Saya memilih, logikanya yang dibalik.

Begini: persentase yang meninggal dunia akibat
Covid-19 sudah disepakati antara 2 sampai 3 persen.

Maka kalau di Indonesia yang meninggal 25
orang, dan 25 orang itu adalah 3 persen, berapa 100 persennya?

Kira-kira 800 orang bukan?

Berarti yang sudah mengidap Covid-19 di
Indonesia kira-kira 800 orang. Bukan 300 orang seperti data yang ada.

Berarti ada sekitar 500 penderita yang tidak
diketahui siapa mereka, di mana mereka, sudah menularkan pada siapa saja.

Namun perhitungan saya ini juga hanya sebuah
spekulasi. Jangan terlalu dipegang. Anggap saja ini sebuah kewaspadaan: bahwa
kemungkinan besar banyak penderita yang masih beredar ke mana-mana.

Sebagai pendatang baru di grup Covid-19 sebenarnya
kita punya keuntungan lebih:

Baca Juga :  Posko MCCC Kapuas Sampaikan Bantuan

Tiongkok sudah berhasil mengatasinya. Tiongkok sudah
tidak ”rakus” lagi akan peralatan pencegah Covid-19. Kamis kemarin adalah hari
pertama tidak ada lagi pasien baru di Wuhan. Sudah 0. Memang ditemukan
penderita baru di tempat lain, tapi semuanya berasal dari luar negeri.

Tiongkok punya kapasitas besar dalam memproduksi
masker, baju pengaman, dan alat tes Covid-19. Dulu, begitu wabah ini muncul,
Tiongkok mendorong banyak pabrik untuk menambah kapasitas. Saat ini ada 7
pabrik pembuat alat tes virus Covid-19 di sana.

Dalam situasi menguntungkan seperti itu mestinya kita
bisa meningkatkan angka penduduk yang dites. Agar semakin banyak diketahui
siapa yang sebenarnya sudah tertular. Untuk segera dilakukan tindakan.

Informasi yang saya peroleh dari Tiongkok: kapasitas
produksi peralatan tes di sana, sekarang ini, mencapai 1,6 juta set sehari.

Sekali lagi, sehari.

Kapasitas seperti itu yang tidak ada ketika
awal-awal Tiongkok diserang wabah. Kini mereka sendiri sudah tidak perlu jumlah
yang banyak.

Mereka bisa sepenuhnya ekspor. Termasuk ekspor
masker dan baju pelindung bagi dokter/perawat secara besar-besaran.

Dari segi ketersediaan fasilitas di pasar
internasional kita diuntungkan.

Saya sendiri sangat ingin melakukan tes Covid.
Saya adalah orang yang rawan terkena virus.

Saya berada di kategori semua golongan yang
rawan: saya tua, saya banyak di kerumunan, tiap hari saya minum obat justru
untuk menurunkan kekebalan tubuh saya.

Baca Juga :  Jalan Masih Terendam, Pengendara Sepeda Motor dan Sepeda Terpaksa Guna

Namun saya tahu kemampuan tes di RS kita sangat
terbatas. Saya juga belum termasuk yang mendesak untuk tes: tidak ada
tanda-tanda terkena Covid-19.

Biarlah peralatan tes itu lebih diprioritaskan
untuk mereka yang lebih membutuhkan. Yakni mereka yang sudah jelas ada tanda
yang kuat –meski pun banyak juga yang terkena Covid-19 tanpa ada tanda-tanda.

Yang tanpa tanda itulah yang merasa aman.
Beredar ke mana-mana. Menjadi penular.

Maka saya pribadi memutuskan untuk mengirim WA
ke anak saya. Bunyinya begini:

”Abah akan lakukan tes hematologi darah lengkap
untuk melihat leukosit dan limfosit. Jika leukosit tinggi atau di bawah normal,
 dan limfosit Abah tinggi, berarti Abah harus mulai curiga.

Kalau normal, ok.

Kalau tinggi atau tidak normal Abah akan lanjut
CT scan paru-paru. Untuk melihat apakah ada bercak atau tidak.

Kalau tidak, ok.

Kalau ada bercak barulah berusaha lanjut ke tes
Covid.

Itu untuk kehati-hatian.

Baiknya banyak orang melakukan itu agar tidak
semua antre tes Covid yang akan tidak terlayani.

Rasanya cukup Abah sendiri saja dulu yang tes,
kalau ada kecurigaan barulah anggota keluarga kita yang lain.

Ok?”.

Anak Wedok saya pun mengirimkan petugas pengambil
darah dari lab langganan saya.

Hasilnya?

Bukan soal keterbukaan informasi tapi Anda sudah bisa menduga sendiri.(***)

Terpopuler

Artikel Terbaru