Problem pendanaan untuk pilkada akhirnya benar-benar terulang. Enam daerah
dilaporkan memangkas anggaran yang sebelumnya disepakati dalam naskah
perjanjian hibah daerah (NPHD). Kemarin (17/1) Bawaslu memaparkan problem
tersebut kepada Mendagri Tito Karnavian.
Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin mengungkapkan, besarnya
pemotongan dana hibah untuk penyelenggaraan pemilu bervariasi. Mulai Rp 700
juta hingga Rp 4 miliar. Pemotongan terbanyak dilakukan Pemerintah Kabupaten
Ogan Ilir, Sumsel, dan Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu.
Di Kabupaten Ogan Ilir, jumlah yang disepakati dalam NPHD adalah
Rp 19,35 miliar. Namun, jumlah itu kemudian dipangkas Rp 4 miliar sehingga
menjadi Rp 15,35 miliar. Di Kabupaten Rejang Lebong, anggaran yang semula
disepakati Rp 9,5 miliar juga dipangkas Rp 4 miliar sehingga menjadi Rp 5,5
miliar (selengkapnya lihat grafis).
Afifuddin meminta daerah-daerah tersebut tidak mengurangi dana
untuk pilkada seperti yang sudah disepakati dalam NPHD. Sebab, angka itu sudah
disesuaikan dengan perkiraan biaya penyelenggaraan. Jika dana dikurangi,
apalagi dalam jumlah besar, kualitas pengawasan pilkada juga akan berkurang.
’’Harus mengacu pada NPHD awal. Rancangan awal sudah sangat rasional,’’
ujarnya.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Bahtiar menyatakan
sudah mendengar kabar pemotongan dana hibah untuk pilkada itu. Bahkan, pihaknya
sudah memanggil daerah yang bersangkutan untuk menjelaskan problem di daerah.
Menurut dia, penyebab utama pemangkasan NPHD adalah terbatasnya APBD. ’’APBD kurang
karena harus dibagi dengan kebutuhan anggaran lainnya,’’ bebernya.
Meski demikian, pihaknya punya pandangan agar daerah tidak
memotong dana NPHD. Kemendagri pun berupaya tetap memenuhi semua kebutuhan dana
hibah bagi penyelenggara pemilu. Solusi dan jalan keluar sudah ada. Yaitu,
meminta pemerintah provinsi (pemprov) setempat untuk mengucurkan bantuan
keuangan khusus untuk pilkada.
’’Kami minta bantuan provinsi. Karena yang diurus kan berada
pada teritorial yang sama,’’ tegasnya.
2020 (JAWA POS)
224 Petahana Kembali
Mencalonkan Diri
Pada kesempatan yang sama, Bawaslu juga menyampaikan potensi
pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) pada Pilkada 2020. Potensi
itu terkait dengan banyaknya calon incumbent yang kembali mencalonkan diri.
’’Tadi kami minta upaya pencegahan dari Pak Mendagri sebagai pembina ASN,’’
kata Ketua Bawaslu Abhan.
Dia menjelaskan, calon kepala daerah incumbent atau kerabatnya
yang berpotensi maju dalam Pilkada 2020 cukup besar. Mereka tersebar di sekitar
224 daerah. Kondisi tersebut dinilai rentan menimbulkan persoalan, khususnya
terkait dengan netralitas ASN.
Calon petahana, jelas Abhan, punya potensi besar dalam
memobilisasi ASN. Tidak terkecuali dari unsur TNI-Polri. ’’Relasi kuasa lokal
adalah salah satu potensi kerawanan dalam pilkada,’’ paparnya.
Bawaslu juga menyampaikan larangan kepala daerah melakukan
mutasi pejabat enam bulan sebelum penetapan calon. Batas akhir melakukan mutasi
pejabat adalah 8 Januari lalu. Saat ini kepala daerah praktis tidak bisa lagi
mengeluarkan keputusan mutasi. Larangan itu muncul karena dinilai rentan
bermuatan politis demi pemenangan pilkada. ’’Aturan ini juga kami sampaikan ke
Pak Mendagri agar diteruskan ke daerah,’’ imbuhnya.
Menanggapi kekhawatiran itu, Bahtiar berjanji bahwa pihaknya
segera melakukan antisipasi. Salah satunya, Mendagri Tito Karnavian segera
mengeluarkan surat edaran (SE) ke 270 daerah yang menggelar pilkada serentak.
Surat edaran itu berisi imbauan agar ASN benar-benar menjaga netralitas dalam
pilkada. Tidak terlibat dalam dukung-mendukung apalagi menjadi bagian dari tim
sukses calon kepala daerah. ’’Jika terbukti melanggar, pasti ada mekanisme
sanksi yang tegas,’’ ujar Bahtiar.(jpg)