UNI Eropa (UE) membuka opsi untuk mengajukan gugatan ke Organisasi
Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) terkait larangan ekspor bijih
nikel oleh Indonesia yang dipercepat dua tahun dari rencana sebelumnya, yaitu
mulai berlaku pada awal 2020. Direktur Departemen Perdagangan Komisi Eropa
Leopoldo Rubinacci mengatakan larangan ekspor bijih nikel Indonesia yang
dimajukan tersebut telah menjadi ancaman bagi industri baja kawasan Eropa,
sehingga pihaknya kemungkinan akan melayangkan gugatan ke WTO.
Keputusan mempercepat larangan
ekspor logam ini, yang digunakan sebagai bahan utama pembuat stainless steel,
dinilai akan menambah daftar panjang tekanan pada industri stainless steel
Eropa. Sebelumnya, tekanan datang permintaan yang lebih lemah akibat terkontraksinya
industri produsen mobil Eropa, perang dagang AS-China, serta rencana penarikan
tarif impor anti dumping oleh AS.
Selain itu, Komisi Eropa juga
berencana untuk memasukkan stainless steel Indonesia dalam lingkup kuota impor
UE untuk mencegah tarif kontroversial anti dumping AS pada baja asing. Sebagai informasi, Departemen Perdagangan AS
memberlakukan tarif impor baja struktural China dan Meksiko setelah menemukan
bahwa kedua negara tersebut telah menjual baja struktural buatan ke AS dengan
harga di bawah nilai wajar pasar.
UE khawatir pengenaan tarif impor
baja AS justru membuka peluang beberapa negara lain untuk mengalihkan
pengiriman ke Eropa sehingga membanjiri pasar Benua Biru, yang tengah berjuang
di tengah lemahnya permintaan. Adapun Komisi Eropa melihat adanya lonjakan
impor baja nirkarat Eropa dari Indonesia, sehingga akan membuka penyelidikan
untuk menilai perlu atau tidaknya pengenaan tarif impor baru untuk Indonesia.
Seperti diketahui, pada bulan
lalu, Pemerintah Indonesia menyampaikan rencana menghentikan ekspor bijih nikel
mulai 1 Januari 2020, dua tahun lebih awal dari jadwal yang direncanakan
sebelumnya. Langkah tersebut bertujuan mendorong pengembangan industri
pengolahan dalam negeri. Akibat sentimen ini, harga nikel di bursa LME berhasil
menguat mencapai level tertinggi sejak 2014, yakni di kisaran US$18.850 per ton
pada awal September 2019. Sepanjang tahun berjalan 2019, harga nikel berjangka
untuk kontrak tiga bulanan di bursa LME telah menguat 60 persen, yang didorong
oleh sentimen terbatasnya pasokan dalam jangka panjang.
Sementara itu, Indonesia siap
menghadapi gugatan mengenai pemberhentian ekspor nikel yang akan dilayangkan
Komisi Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade
Organization/WTO), seperti dikemukakan Presiden Joko Widodo yang juga telah
memerintahkan Menko Perekonomian dan Menteri Perdagangan untuk mempersiapkan
tim pengacara terbaik menghadapi gugatan tersebut.
“Baru kemarin sore kami
rapatkan mengenai ini. ‘Pak ini digugat oleh Eropa’, ya hadapi. Siapkan lawyer
yang paling baik, sehingga kita bisa memenangkan gugatan itu,” kata Jokowi
saat meresmikan peluncuran ekspor perdana Mobil Isuzu Traga, di PT Isuzu Astra
Motor Indonesia, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Kamis (12/12). “Jangan
digugat kita keok. Digugat kita keok, karena enggak serius menghadirkan lawyer
yang terbaik yang kita punyai,” ujarnya menambahkan.
Menko Bidang Kemaritiman dan
Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membeberkan alasan larangan ekspor nikel.
Ekspor bijih nikel dilarang mulai 1 Januari 2020. Luhut mengatakan 98% nikel
Indonesia diekspor ke China. Dengan adanya pelarangan tersebut, maka diharapkan
sejumlah industri bisa pindah ke Indonesia.
Sebelumnya, Kepala Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan ekspor bijih
nikel berhenti mulai 1 Januari 2020. Di sisi lain bagi pengusaha yang telah
memenuhi syarat masih diizinkan ekspor hingga Desember 2019, setelah itu ekspor
bijih nikel berhenti total.
Sikap pemerintah Indonesia yang
tegas dalam menghadapi gugatan Komisi Eropa ke WTO patut diacungi jempol dan
perlu mendapatkan dukungan dari seluruh rakyat Indonesia, karena kebijakan
melarang ekspor biji nikel yang dilakukan pemerintah dalam rangka melindungi
sumber daya alam biji nikel untuk praktik eksplorasi asing, karena tujuan
pemerintah mengeluarkan aturan tersebut adalah untuk menyehatkan dan menguatkan
industrialisasi biji nikel di Indonesia, sehingga berkontribusi positif dalam
menambal kas negara yang sedang mengalami defisit neraca perdagangan. (*)
(Penulis adalah pemerhati masalah
ekonomi)