28.3 C
Jakarta
Saturday, January 4, 2025

Uang Besar

”Pada akhirnya politik yang akan
menang. Bukan teknokrat,” ujar Prof. Dr. Didik J. Rachbini, ahli ekonomi dari
INDEF itu. Ia ulangi lagi pernyataan itu. Sampai tiga kali. 

Sebagai
ahli ekonomi ia sudah mengingatkan bahaya cetak uang. ”Itu pernah dilakukan oleh
Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara –dari Partai Masyumi. ”Inflasi
langsung naik 1000 persen,” ujar Didik.

Memang
begitulah teori ekonomi yang paten. Pencetakan uang hanya akan menghasilkan
inflasi. Masih ditambah melemahnya kepercayaan internasional.

Tapi
DPR menolak teori itu. Tokoh utamanya adalah Mukhamad Misbakhun. Dari Partai
Golkar. Yang dulu aktivis PKS itu.

”Saya
ini memang politisi. Tapi politisi yang berisi,” ujarnya. Rupanya Misbakhun
sadar banyak yang meragukan isi kepalanya. Terutama kalau sudah harus bicara
soal ekonomi.

Apalagi
ini pembicaraan ekonomi yang kelasnya sudah ihya ulumuddinnya Imam Ghazali.

”Saya
ini memang bukan profesor doktor. Tapi bacaan saya ini sama dengan mereka,”
ujar Misbakhun. ”Waktu SMP saja bacaan saya itu sudah Das Kapital,” kata
politisi asal Pasuruan itu. Das Kapital adalah karya Karl Marx, pendiri
komunisme. Buku itulah yang menjadi ”kitab suci”-nya orang komunis. 

Prof.
Didik Rachbini dan Mukhamad Misbakhun menjadi pembicara dalam webinar Sabtu
lalu. Saya salah satunya. Penyelenggara webinar itu: pengurus pusat KB PII
–organisasi alumnus Pelajar Islam Indonesia.

Begitu
serunya webinar hari itu. Yang rencana dua jam menjadi empat jam. Sampai pukul
14.00. Untung webinar itu lebih ”merdeka”. Bisa ditinggal salat zuhur tanpa
harus pamit moderator.

Prof.
Didik yang semula akan pamit lebih awal tidak tega meninggalkan kamera. Ia
begitu khawatir akan risiko buruk cetak uang itu. Ia harus mengingatkannya.
Sampai webinar itu ditutup. 

Tapi
ia juga menegaskan ini. ”Saya tidak mengatakan teori yang disampaikan Pak
Misbakhun itu salah. Di sini tidak ada salah atau benar,” ujarnya. ”Yang ada
adalah risiko-risiko. Mana yang buruk dan mana yang lebih buruk,” tambahnya.

Baca Juga :  Pemprov Kalteng Telah Bangun 4 Ribu Rumah Layak Huni Bagi Masyarakat K

Dua
pembicara itu akarnya sama-sama Madura. Yang Prof. Didik Madura asli Pamekasan.
Yang Misbakhun Madura pendalungan –Madura yang lahir di luar Madura
(Pasuruan). Hanya saya yang dari Jawa Timur –ups Magetan.

Untung
moderatornya Dr. Zulkifli, orang Palembang –ketua bidang kajian ekonomi KB
PII. Zulkifli adalah insinyur lulusan Unsri dengan S2/S3 bidang ekonomi dari
Trisakti Jakarta dan Colorado University, Amerika.

Untung
pula hadir Sutrisno Bachir dari Pekalongan. Yang kini Ketua KEN (Komite Ekonomi
Nasional) di pemerintahan Jokowi. Yang juga pernah jadi Ketua Umum PAN dan KB
PII.

Sutrisno
Bachir kelihatannya cocok dengan ide cetak uang itu. Mungkin karena ia juga
pengusaha sukses. Hanya ia mengingatkan jangan-jangan ada skenario bisnis di
balik cetak uang itu.

Mengapa?

”Motornya
semua ini kan Golkar. Kita semua tahu bagaimana Golkar. Coba yang di balik
Kartu Prakerja itu siapa?” ujarnya.

Misbakhun
memang mengakui itu konsep Golkar. ”Golkar sangat peduli bagaimana membangun
kembali ekonomi yang hancur ini,” ujarnya. ”Coba, siapa yang tidak setuju cetak
uang ini. Tanya mereka: lantas apa jalan keluarnya?” tantangnya. ”Gak ada kan?
Hanya utang kan?” tukasnya. ”Golkar harus cari jalan keluar,” tambahnya. 

Besoknya,
saya japri dengan Misbakhun. ”Apakah Golkar sudah bulat mengajukan konsep cetak
uang ini?” tanya saya.

”Sudah
bulat,” jawabnya.

”Seberapa
sulit Anda meyakinkan internal Golkar sendiri?” tanya saya lagi.

”Sulit
juga. Sampai empat kali saya presentasi khusus di depan Ketua Umum Golkar,”
jawabnya.

”Berarti
secara politik sudah kuat sekali?” tanya saya lagi. 

”Kuat
sekali. Apalagi posisi Golkar di pemerintahan sangat kuat. Ketua Umum Golkar,
Ir. Airlangga Hartarto kan menjadi Menko Perekonomian,” jawabnya.

Mau
tidak mau orang kini harus melihat Misbakhun. Ia bisa menjadi sentral baru
tokoh nasional yang mulai diperhitungkan. Mungkin masih banyak yang
meragukannya. Terutama karena ia bukan profesor doktor tadi.

”Saya
ini ingin sekali bisa jadi profesor doktor. Tapi tidak bisa,” katanya. Tapi ia
minta agar orang tidak meragukan kemampuan berpikir ekonominya. ”Tiap hari saya
ini membaca angka-angka, grafik-grafik, tebal-tebal seperti ini,” katanya.
”Mungkin ini tingginya satu meter,” tambahnya. 

Baca Juga :  Turnamen Bola Voli, Ajang Pembinaan Klub-Klub Voli di Kapuas

Mungkin
orang juga mengaitkan dengan masa lalunya. Yang oleh moderator diperkenalkan
sebagai orang yang pernah masuk madrasah 2 tahun.

”Bukan
masuk madrasah,” sergah Misbakhun. ”Saya ini masuk penjara, 2 tahun,” katanya.
”Saya ini orang Madura, orang Jawa Timur, terus terang saja. Gak usah
dihaluskan dengan menyebut masuk madrasah. Masuk penjara,” tukasnya.

Misbakhun
memang pernah di penjara 2 tahun. Dalam kaitan dengan pajak. Tapi, katanya, itu
murni untuk membungkam dirinya. ”Saya kan yang paling keras soal Bank Century,”
katanya.

”Kalau
Pak Dahlan Iskan dibungkam dengan cara diangkat jadi Dirut PLN, saya dimasukkan
penjara,” katanya. ”Waktu itu korannya Pak Dahlan kan yang paling keras
mempersoalkan Bank Century,” tambahnya.

Mendengar
pernyataan Misbakhun itu Prof. Didik tidak bisa menahan diri. Ia nyelonong
bersuara. 

”Saya
kan tidak diangkat-angkat jadi Dirut BUMN,” sela Prof. Didik bergurau.

Padahal,
katanya, sekarang ini ia-lah yang keras sekali mengkritik pemerintah.

Saya
pun, setelah webinar, japri ke salah satu tokoh sentral PKS waktu itu. Tentang
apakah benar sikap Misbakhun dalam masalah Bank Century seperti itu.

”Memang
Misbakhun berjuang terus agar persoalan Bank Century bisa sampai ke pucuk
pimpinan negara,” ujar Fahri Hamzah yang pernah jadi Wakil Ketua DPR itu. 

”Saya
yang membawa Misbakhun ke PKS. Harusnya ia itu jadi model tokoh PKS masa depan.
Tapi ia. Menjadi korban feodalisme,” tambah Fahri yang kini sudah di luar PKS.

Sayang
saya tidak bisa japri ke Dahlan Iskan. Untuk menanyakan apakah benar
pengangkatannya sebagai Dirut PLN dulu terkait dengan Bank Century. Ia rupanya
lagi sibuk menulis naskah DI’s Way ini. 

Bersambung besok. (Dahlan
Iskan)

 

”Pada akhirnya politik yang akan
menang. Bukan teknokrat,” ujar Prof. Dr. Didik J. Rachbini, ahli ekonomi dari
INDEF itu. Ia ulangi lagi pernyataan itu. Sampai tiga kali. 

Sebagai
ahli ekonomi ia sudah mengingatkan bahaya cetak uang. ”Itu pernah dilakukan oleh
Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara –dari Partai Masyumi. ”Inflasi
langsung naik 1000 persen,” ujar Didik.

Memang
begitulah teori ekonomi yang paten. Pencetakan uang hanya akan menghasilkan
inflasi. Masih ditambah melemahnya kepercayaan internasional.

Tapi
DPR menolak teori itu. Tokoh utamanya adalah Mukhamad Misbakhun. Dari Partai
Golkar. Yang dulu aktivis PKS itu.

”Saya
ini memang politisi. Tapi politisi yang berisi,” ujarnya. Rupanya Misbakhun
sadar banyak yang meragukan isi kepalanya. Terutama kalau sudah harus bicara
soal ekonomi.

Apalagi
ini pembicaraan ekonomi yang kelasnya sudah ihya ulumuddinnya Imam Ghazali.

”Saya
ini memang bukan profesor doktor. Tapi bacaan saya ini sama dengan mereka,”
ujar Misbakhun. ”Waktu SMP saja bacaan saya itu sudah Das Kapital,” kata
politisi asal Pasuruan itu. Das Kapital adalah karya Karl Marx, pendiri
komunisme. Buku itulah yang menjadi ”kitab suci”-nya orang komunis. 

Prof.
Didik Rachbini dan Mukhamad Misbakhun menjadi pembicara dalam webinar Sabtu
lalu. Saya salah satunya. Penyelenggara webinar itu: pengurus pusat KB PII
–organisasi alumnus Pelajar Islam Indonesia.

Begitu
serunya webinar hari itu. Yang rencana dua jam menjadi empat jam. Sampai pukul
14.00. Untung webinar itu lebih ”merdeka”. Bisa ditinggal salat zuhur tanpa
harus pamit moderator.

Prof.
Didik yang semula akan pamit lebih awal tidak tega meninggalkan kamera. Ia
begitu khawatir akan risiko buruk cetak uang itu. Ia harus mengingatkannya.
Sampai webinar itu ditutup. 

Tapi
ia juga menegaskan ini. ”Saya tidak mengatakan teori yang disampaikan Pak
Misbakhun itu salah. Di sini tidak ada salah atau benar,” ujarnya. ”Yang ada
adalah risiko-risiko. Mana yang buruk dan mana yang lebih buruk,” tambahnya.

Baca Juga :  Pemprov Kalteng Telah Bangun 4 Ribu Rumah Layak Huni Bagi Masyarakat K

Dua
pembicara itu akarnya sama-sama Madura. Yang Prof. Didik Madura asli Pamekasan.
Yang Misbakhun Madura pendalungan –Madura yang lahir di luar Madura
(Pasuruan). Hanya saya yang dari Jawa Timur –ups Magetan.

Untung
moderatornya Dr. Zulkifli, orang Palembang –ketua bidang kajian ekonomi KB
PII. Zulkifli adalah insinyur lulusan Unsri dengan S2/S3 bidang ekonomi dari
Trisakti Jakarta dan Colorado University, Amerika.

Untung
pula hadir Sutrisno Bachir dari Pekalongan. Yang kini Ketua KEN (Komite Ekonomi
Nasional) di pemerintahan Jokowi. Yang juga pernah jadi Ketua Umum PAN dan KB
PII.

Sutrisno
Bachir kelihatannya cocok dengan ide cetak uang itu. Mungkin karena ia juga
pengusaha sukses. Hanya ia mengingatkan jangan-jangan ada skenario bisnis di
balik cetak uang itu.

Mengapa?

”Motornya
semua ini kan Golkar. Kita semua tahu bagaimana Golkar. Coba yang di balik
Kartu Prakerja itu siapa?” ujarnya.

Misbakhun
memang mengakui itu konsep Golkar. ”Golkar sangat peduli bagaimana membangun
kembali ekonomi yang hancur ini,” ujarnya. ”Coba, siapa yang tidak setuju cetak
uang ini. Tanya mereka: lantas apa jalan keluarnya?” tantangnya. ”Gak ada kan?
Hanya utang kan?” tukasnya. ”Golkar harus cari jalan keluar,” tambahnya. 

Besoknya,
saya japri dengan Misbakhun. ”Apakah Golkar sudah bulat mengajukan konsep cetak
uang ini?” tanya saya.

”Sudah
bulat,” jawabnya.

”Seberapa
sulit Anda meyakinkan internal Golkar sendiri?” tanya saya lagi.

”Sulit
juga. Sampai empat kali saya presentasi khusus di depan Ketua Umum Golkar,”
jawabnya.

”Berarti
secara politik sudah kuat sekali?” tanya saya lagi. 

”Kuat
sekali. Apalagi posisi Golkar di pemerintahan sangat kuat. Ketua Umum Golkar,
Ir. Airlangga Hartarto kan menjadi Menko Perekonomian,” jawabnya.

Mau
tidak mau orang kini harus melihat Misbakhun. Ia bisa menjadi sentral baru
tokoh nasional yang mulai diperhitungkan. Mungkin masih banyak yang
meragukannya. Terutama karena ia bukan profesor doktor tadi.

”Saya
ini ingin sekali bisa jadi profesor doktor. Tapi tidak bisa,” katanya. Tapi ia
minta agar orang tidak meragukan kemampuan berpikir ekonominya. ”Tiap hari saya
ini membaca angka-angka, grafik-grafik, tebal-tebal seperti ini,” katanya.
”Mungkin ini tingginya satu meter,” tambahnya. 

Baca Juga :  Turnamen Bola Voli, Ajang Pembinaan Klub-Klub Voli di Kapuas

Mungkin
orang juga mengaitkan dengan masa lalunya. Yang oleh moderator diperkenalkan
sebagai orang yang pernah masuk madrasah 2 tahun.

”Bukan
masuk madrasah,” sergah Misbakhun. ”Saya ini masuk penjara, 2 tahun,” katanya.
”Saya ini orang Madura, orang Jawa Timur, terus terang saja. Gak usah
dihaluskan dengan menyebut masuk madrasah. Masuk penjara,” tukasnya.

Misbakhun
memang pernah di penjara 2 tahun. Dalam kaitan dengan pajak. Tapi, katanya, itu
murni untuk membungkam dirinya. ”Saya kan yang paling keras soal Bank Century,”
katanya.

”Kalau
Pak Dahlan Iskan dibungkam dengan cara diangkat jadi Dirut PLN, saya dimasukkan
penjara,” katanya. ”Waktu itu korannya Pak Dahlan kan yang paling keras
mempersoalkan Bank Century,” tambahnya.

Mendengar
pernyataan Misbakhun itu Prof. Didik tidak bisa menahan diri. Ia nyelonong
bersuara. 

”Saya
kan tidak diangkat-angkat jadi Dirut BUMN,” sela Prof. Didik bergurau.

Padahal,
katanya, sekarang ini ia-lah yang keras sekali mengkritik pemerintah.

Saya
pun, setelah webinar, japri ke salah satu tokoh sentral PKS waktu itu. Tentang
apakah benar sikap Misbakhun dalam masalah Bank Century seperti itu.

”Memang
Misbakhun berjuang terus agar persoalan Bank Century bisa sampai ke pucuk
pimpinan negara,” ujar Fahri Hamzah yang pernah jadi Wakil Ketua DPR itu. 

”Saya
yang membawa Misbakhun ke PKS. Harusnya ia itu jadi model tokoh PKS masa depan.
Tapi ia. Menjadi korban feodalisme,” tambah Fahri yang kini sudah di luar PKS.

Sayang
saya tidak bisa japri ke Dahlan Iskan. Untuk menanyakan apakah benar
pengangkatannya sebagai Dirut PLN dulu terkait dengan Bank Century. Ia rupanya
lagi sibuk menulis naskah DI’s Way ini. 

Bersambung besok. (Dahlan
Iskan)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru