27.1 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Tua vs Muda

Sabtu hari ini Taiwan Pilpres. Sudah tiga hari
ini saya di Pulau Formusa itu. Dari Hongkong saya mendarat di Kaoshiung –kota
paling Selatan Taiwan. Juga kota terbesar kedua setelah Taipei.

Yang lebih penting, dari kota inilah salah satu
calon presiden berasal: Han Kuo-yu.

Ia Wali Kota baru Kaoshiung. Baru setahun lalu
terpilih. Ini untuk ketiga kalinya saya ke Kaoshiung.

Setelah dua malam di Kaoshiung saya ke Taipei.
Kali ini naik kereta cepat –kecepatan maksimumnya 290 Km/jam. Hanya berhenti
sekali di Taichung –kota terbesar ketiga di Taiwan. Kali ini saya tidak mampir
Taichung. Sudah terlalu sering ke sini.

Hanya dalam dua jam kereta sudah sampai Taipei.
Kota paling utara di Taiwan. Dua jam itulah panjangnya wilayah Taiwan. Dengan
penduduk 24 juta orang.

Di Taipei lagi ada keramaian. Kereta bawah
tanahnya penuh orang berpakaian warna merah-biru. Juga membawa bendera kecil
Taiwan –merah-biru.

Mereka berbondong ke Ketagalan Boulevard. Yang
di depan istana presiden itu. Di situ lagi ada kampanye terakhir capres Han
Kuo-yu.

Saya ikut larut ke lokasi itu.

Saya perhatikan baik-baik bondongan massa ini.
Didominasi orang tua. Jarang sekali terlihat anak mudanya. “Mereka masih
bekerja. Habis kerja baru ke sini,” ujar seorang ibu yang saya tanya.

Puncak kampanye itu memang baru jam 19.00
malam.

Tapi sejak jam 15.00 jalan-jalan menuju
Boulevard sudah ditutup. Sudah penuh dengan massa.

Banyak yang mengajak serta anjing mereka ke
arena kampanye.

Di samping capresnya sendiri, 36 wali kota ikut
hadir –termasuk Wali Kota Taipei dan Taichung.

Baca Juga :  Anggota Pam TPS Wajib Ikuti Rapid Test sebelum Bertugas

Setahun yang lalu, dalam pilkada serentak,
Partai Koumintang memang menang telak. Termasuk Han Kuo-yu yang menang di
Kaoshiung.

Dengan modal menang pilkada itulah Koumintang
mencalonkan Han. Yang memang mendadak jadi idola. Orangnya dianggap merakyat.

“Han adalah kita”.

Hampir pasti Han menang Pilpres. Semua jajak
pendapat mengatakan begitu.

Itu 9 bulan lalu.

Tiga bulan setelah itu meletuslah demo
anti-Tiongkok di Hongkong –demonya anak muda dan mahasiswa. Yang
berlarut-larut itu. Yang tidak berhenti pun sampai sekarang –selama sudah 7
bulan.

Solidaritas anak muda itu merembet ke Taiwan.
Sikap anti-Tiongkok menjalar ke sana.

Itu sangat menguntungkan lawan Han –yang
setahun lalu kalah telak di pilkada serentak.

Tsai Ing-wen, wanita yang kalah itu, mendadak
naik daun. Dialah simbol sentimen anti-Tiongkok di Taiwan.

Itu dia tunjukkan selama menjabat sebagai
Presiden Taiwan sejak 5 tahun lalu.

Selama Tsai Ing-wen menjadi presiden itulah
hubungan Taiwan-Tiongkok sangat tegang. Tiongkok sampai mengetatkan izin
kunjungan turisnya ke Taiwan.

Ekonomi Taiwan menjadi sulit. Pertumbuhan
ekonominya hanya 2,7 persen. Upah buruh memang naik tapi kalah dengan kenaikan
inflasi.

Tingkat upah buruh sekarang ini hanya sama
dengan 16 tahun lalu.

Itulah yang membuat orang Taiwan memalingkan
idolanya ke Han Kuo-yu. Partainyi DPP pun kalah total di pilkada serentak.

Tapi lantas ada ‘rejeki Hongkong’.

Anak-anak muda Taiwan kini memihak ke Tsai
Ing-wen. Apalagi wanita pertama yang jadi presiden Taiwan ini berani melawan Xi
Jinping.

Tahun lalu, dalam pidato tahun barunya, Xi
Jinping memang menyinggung soal Taiwan. Yang harus menerima konsep Satu Negara
Dua Sistem.

Seperti Hongkong.

Yakni berada dalam satu negara Tiongkok tapi
boleh meneruskan sistem yang selama ini sudah berlaku di Taiwan. Termasuk
sistem demokrasinya.

Baca Juga :  Samarinda Toraja

Tsai Ing-wen langsung mengeluarkan pernyataan:
menolak isi pidato Xi Jinping itu.

Tiongkok memang menganggap Taiwan salah satu
provinsinya.

Taiwan sendiri menganggap Taipei adalah ibu
kota sementara Tiongkok –kelak akan merebut kembali seluruh daratan yang dulu
ditinggalkannya. Saat kalah perang sipil lawan komunis di tahun 1949. Setelah
kelak berhasil merebut daratan barulah ibu kotanya pindah ke Beijing lagi.

Karena itu sampai sekarang mereka menyebut
Taiwan sebagai Republic of China –bukan Republic of Taiwan. Sedang yang di
daratan sekarang adalah Peoples Republic of China –yang menurut Taiwan yang
dulu memberontak itu.

Sejak 1979 PBB mengakui hanya ada satu China
–yang beribu kota di Beijing itu. Amerika Serikat juga terikat dengan One
China Policy –tapi diam-diam tetap mendukung Taiwan.

Ups…bukan diam-diam.

Terutama sejak Donald Trump menjadi Presiden
Amerika Serikat.

Kini tinggal kurang dari selusin negara kecil
di lautan Pasific yang masih mengakui Republic of China sebagai satu negara.

Tapi Hongkong adalah rejeki bagi Tsai Ing-wen
–putri bungsu dari 11 bersaudara (dari istri keempat bapaknyi).

Jajak pendapat kini mengunggulkan Tsai Ing-wen.
Prosentase menangnya bisa dua digit.

Rasanya kalau oun Ing-wen menang tidak akan
sebesar itu. Kampanye terakhir Han kemarin benar-benar di luar dugaan. Besar
sekali. Hampir setengah juta orang.

Nanti malam kita sudah tahu siapa yang menang:
Amerika atau Beijing –yang sebenarnya tidak ikut pilpres itu.

Atau justru mereka berdualah yang
sesungguh-sungguh capres Taiwan.(Dahlan Iskan)

Sabtu hari ini Taiwan Pilpres. Sudah tiga hari
ini saya di Pulau Formusa itu. Dari Hongkong saya mendarat di Kaoshiung –kota
paling Selatan Taiwan. Juga kota terbesar kedua setelah Taipei.

Yang lebih penting, dari kota inilah salah satu
calon presiden berasal: Han Kuo-yu.

Ia Wali Kota baru Kaoshiung. Baru setahun lalu
terpilih. Ini untuk ketiga kalinya saya ke Kaoshiung.

Setelah dua malam di Kaoshiung saya ke Taipei.
Kali ini naik kereta cepat –kecepatan maksimumnya 290 Km/jam. Hanya berhenti
sekali di Taichung –kota terbesar ketiga di Taiwan. Kali ini saya tidak mampir
Taichung. Sudah terlalu sering ke sini.

Hanya dalam dua jam kereta sudah sampai Taipei.
Kota paling utara di Taiwan. Dua jam itulah panjangnya wilayah Taiwan. Dengan
penduduk 24 juta orang.

Di Taipei lagi ada keramaian. Kereta bawah
tanahnya penuh orang berpakaian warna merah-biru. Juga membawa bendera kecil
Taiwan –merah-biru.

Mereka berbondong ke Ketagalan Boulevard. Yang
di depan istana presiden itu. Di situ lagi ada kampanye terakhir capres Han
Kuo-yu.

Saya ikut larut ke lokasi itu.

Saya perhatikan baik-baik bondongan massa ini.
Didominasi orang tua. Jarang sekali terlihat anak mudanya. “Mereka masih
bekerja. Habis kerja baru ke sini,” ujar seorang ibu yang saya tanya.

Puncak kampanye itu memang baru jam 19.00
malam.

Tapi sejak jam 15.00 jalan-jalan menuju
Boulevard sudah ditutup. Sudah penuh dengan massa.

Banyak yang mengajak serta anjing mereka ke
arena kampanye.

Di samping capresnya sendiri, 36 wali kota ikut
hadir –termasuk Wali Kota Taipei dan Taichung.

Baca Juga :  Anggota Pam TPS Wajib Ikuti Rapid Test sebelum Bertugas

Setahun yang lalu, dalam pilkada serentak,
Partai Koumintang memang menang telak. Termasuk Han Kuo-yu yang menang di
Kaoshiung.

Dengan modal menang pilkada itulah Koumintang
mencalonkan Han. Yang memang mendadak jadi idola. Orangnya dianggap merakyat.

“Han adalah kita”.

Hampir pasti Han menang Pilpres. Semua jajak
pendapat mengatakan begitu.

Itu 9 bulan lalu.

Tiga bulan setelah itu meletuslah demo
anti-Tiongkok di Hongkong –demonya anak muda dan mahasiswa. Yang
berlarut-larut itu. Yang tidak berhenti pun sampai sekarang –selama sudah 7
bulan.

Solidaritas anak muda itu merembet ke Taiwan.
Sikap anti-Tiongkok menjalar ke sana.

Itu sangat menguntungkan lawan Han –yang
setahun lalu kalah telak di pilkada serentak.

Tsai Ing-wen, wanita yang kalah itu, mendadak
naik daun. Dialah simbol sentimen anti-Tiongkok di Taiwan.

Itu dia tunjukkan selama menjabat sebagai
Presiden Taiwan sejak 5 tahun lalu.

Selama Tsai Ing-wen menjadi presiden itulah
hubungan Taiwan-Tiongkok sangat tegang. Tiongkok sampai mengetatkan izin
kunjungan turisnya ke Taiwan.

Ekonomi Taiwan menjadi sulit. Pertumbuhan
ekonominya hanya 2,7 persen. Upah buruh memang naik tapi kalah dengan kenaikan
inflasi.

Tingkat upah buruh sekarang ini hanya sama
dengan 16 tahun lalu.

Itulah yang membuat orang Taiwan memalingkan
idolanya ke Han Kuo-yu. Partainyi DPP pun kalah total di pilkada serentak.

Tapi lantas ada ‘rejeki Hongkong’.

Anak-anak muda Taiwan kini memihak ke Tsai
Ing-wen. Apalagi wanita pertama yang jadi presiden Taiwan ini berani melawan Xi
Jinping.

Tahun lalu, dalam pidato tahun barunya, Xi
Jinping memang menyinggung soal Taiwan. Yang harus menerima konsep Satu Negara
Dua Sistem.

Seperti Hongkong.

Yakni berada dalam satu negara Tiongkok tapi
boleh meneruskan sistem yang selama ini sudah berlaku di Taiwan. Termasuk
sistem demokrasinya.

Baca Juga :  Samarinda Toraja

Tsai Ing-wen langsung mengeluarkan pernyataan:
menolak isi pidato Xi Jinping itu.

Tiongkok memang menganggap Taiwan salah satu
provinsinya.

Taiwan sendiri menganggap Taipei adalah ibu
kota sementara Tiongkok –kelak akan merebut kembali seluruh daratan yang dulu
ditinggalkannya. Saat kalah perang sipil lawan komunis di tahun 1949. Setelah
kelak berhasil merebut daratan barulah ibu kotanya pindah ke Beijing lagi.

Karena itu sampai sekarang mereka menyebut
Taiwan sebagai Republic of China –bukan Republic of Taiwan. Sedang yang di
daratan sekarang adalah Peoples Republic of China –yang menurut Taiwan yang
dulu memberontak itu.

Sejak 1979 PBB mengakui hanya ada satu China
–yang beribu kota di Beijing itu. Amerika Serikat juga terikat dengan One
China Policy –tapi diam-diam tetap mendukung Taiwan.

Ups…bukan diam-diam.

Terutama sejak Donald Trump menjadi Presiden
Amerika Serikat.

Kini tinggal kurang dari selusin negara kecil
di lautan Pasific yang masih mengakui Republic of China sebagai satu negara.

Tapi Hongkong adalah rejeki bagi Tsai Ing-wen
–putri bungsu dari 11 bersaudara (dari istri keempat bapaknyi).

Jajak pendapat kini mengunggulkan Tsai Ing-wen.
Prosentase menangnya bisa dua digit.

Rasanya kalau oun Ing-wen menang tidak akan
sebesar itu. Kampanye terakhir Han kemarin benar-benar di luar dugaan. Besar
sekali. Hampir setengah juta orang.

Nanti malam kita sudah tahu siapa yang menang:
Amerika atau Beijing –yang sebenarnya tidak ikut pilpres itu.

Atau justru mereka berdualah yang
sesungguh-sungguh capres Taiwan.(Dahlan Iskan)

Terpopuler

Artikel Terbaru