27.8 C
Jakarta
Friday, March 29, 2024

Maulid Nabi, Yes

TEKNOLOGI informasi semakin canggih, fitnah dan aib semakin
tersebar. Jumlah minuman semakin banyak jenisnya. Air bersih semakin berkurang
jumlahnya. Ilmu semakin tersebar, adab dan akhlak semakin lenyap. Belajar
semakin mudah. Guru semakin tidak dihargai. Banyak orang mendirikan bangunan,
tapi tidak mereka tempati. Banyak orang mengumpulkan makanan, tapi tidak mereka
makan. Jumlah manusia semakin banyak, tapi rasa kemanusiaan semakin tipis. Itu
semuanya merupakan realitas yang tidak bisa dimungkiri. Krisis terbesar dunia
saat ini adalah krisis keteladanan.

Krisis itu jauh lebih dahsyat
daripada krisis energi, kesehatan, pangan, dan air. Semua itu bukan sebab, tapi
sudah merupakan akibat. Karena mereka tidak mengenal manusia yang sempurna dan
paripurna yang visioner, jujur, dan adil, yaitu Rasulullah SAW.

Pada tulisan ini, saya mengajak
umat Islam di mana saja berada untuk mengingat kembali sebuah peristiwa agung
dan banyak pelajaran yang bisa diambil, yaitu menautkan hati kita dan
mempererat kembali dengan sejarah Rasulullah SAW.

Sejalan dengan pesan suci Alquran
surah Al-Ahzab ayat 21, ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

Jiwa dan semangat rela berkorban demi
kepentingan Islam sebagaimana para sahabat Rasulullah SAW. Beliau Sayyidina Ali
bin Abi Thalib mengorbankan diri dengan menempatkan dirinya di tempat tidur
Nabi di malam peristiwa hijrah Rasulullah SAW. Asma’ binti Abi Bakar rela
berkorban dengan naik ke atas Bukit Tsur setiap hari. Yaitu, sebuah bukit
terjal di selatan Kota Makkah. Semangat juang yang harus kita teladani dalam
praktik kehidupan nyata, agar kita dapat membuat strategi hijrah sebagaimana
Rasulullah SAW.

Dalam fatwa Al-Azhar dinyatakan oleh
Syekh Athiyyah Shaqar bahwa menurut Imam Suyuthi, Al-Hafiz Ibnu Hajar
al-Asqalani, dan Ibnu Hajar al-Haitsami memperingati maulid Nabi itu baik.
Meski demikian, mereka mengingkari perkara-perkara bid’ah yang menyertai
peringatan maulid Nabi. Pendapat mereka ini berdasarkan firman Allah, ”Dan
ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak
bersyukur (Q.S. Ibrahim: 5).

Baca Juga :  Bukan Hanya Topografi, Tersumbatnya Drainase Penyebab Utama Banjir

Imam An-Nasa’i, Abdullah bin
Ahmad dalam Zawaid al-Musnad, al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman dari Ubay bin
Ka’ab meriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwa Baginda Nabi menafsirkan kalimat
”biayyamillah” sebagai nikmat-nikmat dan karunia Allah. Dengan demikian, makna
ayat ini, ”Dan ingatkanlah mereka kepada nikmat-nikmat dan karunia Allah.” Dan
kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah nikmat dan karunia terbesar yang mesti
diingat dan disyukuri.

Rasulullah SAW memperingati hari
kelahirannya dengan melaksanakan puasa pada hari itu. Ini terlihat dari jawaban
beliau ketika beliau ditanya mengapa beliau melaksanakan puasa pada hari Senin.

Beliau menjawab, ”Pada hari itu
aku dilahirkan dan hari itu aku diutus sebagai Rasul (atau hari itu diturunkan
Alquran kepadaku). (H.R. Muslim)

Kisah Pembebasan Tsuwaibah

Para ulama menyebutkan dalam
kitab-kitab hadis dan sirah tentang pembebasan Tsuwaibah. Tsuwaibah adalah
hamba sahaya milik Abu Lahab. Ketika Rasulullah SAW lahir, Tsuwaibah kembali ke
rumah tuannya menyampaikan berita kelahiran Nabi. Karena senang menyambut
kelahiran Nabi, Abu Lahab membebaskan Tsuwaibah dari status hamba sahaya.
Al-Abbas bin Abdul Muthalib bermimpi bertemu dengan Abu Lahab, ia menanyakan
keadaan Abu Lahab. Abu Lahab menjawab, ”Saya tidak mendapatkan kebaikan setelah
kamu, hanya saja saya diberi minum di sini, karena saya membebaskan Tsuwaibah
dan azab saya diringankan setiap hari Senin.”

Kisah ini disebutkan para ulama
hadis dan sirah. Disebutkan oleh Imam Abdurrazzaq Al-Shan’ani dalam kitab
Al-Mushannaf, Imam Al-Bukhari dalam Shahih Al-Bukhari. Juga, Ibnu Hajar
Al-Asqalani dalam Fath Al-Bari, Imam Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa
An-Nihayah.

Karena ketika Tsuwaibah
menyampaikan berita gembira kelahiran Muhammad bin Abdillah putra saudara
laki-lakinya, Abu Lahab membebaskan Tsuwaibah (dari hamba sahaya). Maka, Abu
Lahab diberi balasan atas perbuatannya itu.

Baca Juga :  Terapkan Manajemen Anti Penyuapan

Komentar Imam para ahli Qira’at
Al-Hafizh Syamsuddin bin Al-Jazari seperti yang dinukil oleh Al-Hafizh
Al-Suyuthi dalam kitab Al-Hâwi li Al-Fatâwa, jika Abu Lahab kafir yang disebutkan
celanya dalam Alquran, ia tetap diberi balasan meskipun ia di dalam neraka,
karena rasa senangnya pada malam Maulid Nabi. Maka, bagaimanakah keadaan
seorang muslim yang bertauhid dari umat Nabi Muhammad SAW yang senang dengan
kelahirannya dan mengerahkan segenap kemampuannya dalam mencintai Rasulullah
SAW? Sungguh, pastilah balasannya dari Allah SWT ia akan dimasukkan ke surga
karena karunia-Nya.

Pendapat Ulama

Ibnu Taimiyah dalam kitab Iqtihda
Al-Shirath Al-Mustaqim li Mukhalafati Ahshabi Al-Jahim berkata, ”Mengagungkan
hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dan menjadikannya sebagai perayaan terkadang
dilakukan sebagian orang, maka ia mendapat balasan pahala yang besar karena
kebaikan niatnya dan pengagungannya kepada Rasulullah SAW.”

Sedang dalam kitab Tuhfah
Al-Muhtaj fi Syarhi Al-Minhaj, Ibnu Hajar Al-Asqalani pernah ditanya tentang
peringatan Maulid Nabi, beliau menjawab, ”Hukum asal melaksanakan maulid adalah
bid’ah, tidak terdapat riwayat dari seorang pun dari kalangan salafushshalih
dari tiga abad (pertama). Akan tetapi, maulid itu juga mengandung banyak
kebaikan dan sebaliknya. Siapa yang dalam melaksanakannya untuk mencari
kebaikan-kebaikan dan menghindari hal-hal yang tidak baik, maulid itu adalah
bid’ah hasanah. Dan siapa yang tidak menghindari hal-hal yang tidak baik,
berarti bukan bid’ah hasanah.”

Kita sangat membutuhkan
pelajaran-pelajaran berharga dari kekasih- kekasih Allah, yaitu para ulama,
bahwa peringatan Maulid Nabi merupakan sarana penting untuk mengeratkan kembali
umat manusia akan makna dan nilai-nilai akhlak mulia Rasulullah SAW.

Saya berkeyakinan bahwa hasil
positif di balik peringatan Maulid Nabi adalah merekatkan kembali kaum muslimin
dengan Islam dan mengeratkan kembali dengan sejarah Nabi. Selanjutnya, mereka
senantiasa menjadikan Rasulullah SAW sebagai suri teladan dalam praktik
kehidupan nyata.

Semoga bermanfaat. (*)

*) Penulis adalah Pengasuh
Pesantren Progresif Bumi Shalawat Sidoarjo, Jatim (@gusali_bsh)

TEKNOLOGI informasi semakin canggih, fitnah dan aib semakin
tersebar. Jumlah minuman semakin banyak jenisnya. Air bersih semakin berkurang
jumlahnya. Ilmu semakin tersebar, adab dan akhlak semakin lenyap. Belajar
semakin mudah. Guru semakin tidak dihargai. Banyak orang mendirikan bangunan,
tapi tidak mereka tempati. Banyak orang mengumpulkan makanan, tapi tidak mereka
makan. Jumlah manusia semakin banyak, tapi rasa kemanusiaan semakin tipis. Itu
semuanya merupakan realitas yang tidak bisa dimungkiri. Krisis terbesar dunia
saat ini adalah krisis keteladanan.

Krisis itu jauh lebih dahsyat
daripada krisis energi, kesehatan, pangan, dan air. Semua itu bukan sebab, tapi
sudah merupakan akibat. Karena mereka tidak mengenal manusia yang sempurna dan
paripurna yang visioner, jujur, dan adil, yaitu Rasulullah SAW.

Pada tulisan ini, saya mengajak
umat Islam di mana saja berada untuk mengingat kembali sebuah peristiwa agung
dan banyak pelajaran yang bisa diambil, yaitu menautkan hati kita dan
mempererat kembali dengan sejarah Rasulullah SAW.

Sejalan dengan pesan suci Alquran
surah Al-Ahzab ayat 21, ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

Jiwa dan semangat rela berkorban demi
kepentingan Islam sebagaimana para sahabat Rasulullah SAW. Beliau Sayyidina Ali
bin Abi Thalib mengorbankan diri dengan menempatkan dirinya di tempat tidur
Nabi di malam peristiwa hijrah Rasulullah SAW. Asma’ binti Abi Bakar rela
berkorban dengan naik ke atas Bukit Tsur setiap hari. Yaitu, sebuah bukit
terjal di selatan Kota Makkah. Semangat juang yang harus kita teladani dalam
praktik kehidupan nyata, agar kita dapat membuat strategi hijrah sebagaimana
Rasulullah SAW.

Dalam fatwa Al-Azhar dinyatakan oleh
Syekh Athiyyah Shaqar bahwa menurut Imam Suyuthi, Al-Hafiz Ibnu Hajar
al-Asqalani, dan Ibnu Hajar al-Haitsami memperingati maulid Nabi itu baik.
Meski demikian, mereka mengingkari perkara-perkara bid’ah yang menyertai
peringatan maulid Nabi. Pendapat mereka ini berdasarkan firman Allah, ”Dan
ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak
bersyukur (Q.S. Ibrahim: 5).

Baca Juga :  Bukan Hanya Topografi, Tersumbatnya Drainase Penyebab Utama Banjir

Imam An-Nasa’i, Abdullah bin
Ahmad dalam Zawaid al-Musnad, al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman dari Ubay bin
Ka’ab meriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwa Baginda Nabi menafsirkan kalimat
”biayyamillah” sebagai nikmat-nikmat dan karunia Allah. Dengan demikian, makna
ayat ini, ”Dan ingatkanlah mereka kepada nikmat-nikmat dan karunia Allah.” Dan
kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah nikmat dan karunia terbesar yang mesti
diingat dan disyukuri.

Rasulullah SAW memperingati hari
kelahirannya dengan melaksanakan puasa pada hari itu. Ini terlihat dari jawaban
beliau ketika beliau ditanya mengapa beliau melaksanakan puasa pada hari Senin.

Beliau menjawab, ”Pada hari itu
aku dilahirkan dan hari itu aku diutus sebagai Rasul (atau hari itu diturunkan
Alquran kepadaku). (H.R. Muslim)

Kisah Pembebasan Tsuwaibah

Para ulama menyebutkan dalam
kitab-kitab hadis dan sirah tentang pembebasan Tsuwaibah. Tsuwaibah adalah
hamba sahaya milik Abu Lahab. Ketika Rasulullah SAW lahir, Tsuwaibah kembali ke
rumah tuannya menyampaikan berita kelahiran Nabi. Karena senang menyambut
kelahiran Nabi, Abu Lahab membebaskan Tsuwaibah dari status hamba sahaya.
Al-Abbas bin Abdul Muthalib bermimpi bertemu dengan Abu Lahab, ia menanyakan
keadaan Abu Lahab. Abu Lahab menjawab, ”Saya tidak mendapatkan kebaikan setelah
kamu, hanya saja saya diberi minum di sini, karena saya membebaskan Tsuwaibah
dan azab saya diringankan setiap hari Senin.”

Kisah ini disebutkan para ulama
hadis dan sirah. Disebutkan oleh Imam Abdurrazzaq Al-Shan’ani dalam kitab
Al-Mushannaf, Imam Al-Bukhari dalam Shahih Al-Bukhari. Juga, Ibnu Hajar
Al-Asqalani dalam Fath Al-Bari, Imam Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa
An-Nihayah.

Karena ketika Tsuwaibah
menyampaikan berita gembira kelahiran Muhammad bin Abdillah putra saudara
laki-lakinya, Abu Lahab membebaskan Tsuwaibah (dari hamba sahaya). Maka, Abu
Lahab diberi balasan atas perbuatannya itu.

Baca Juga :  Terapkan Manajemen Anti Penyuapan

Komentar Imam para ahli Qira’at
Al-Hafizh Syamsuddin bin Al-Jazari seperti yang dinukil oleh Al-Hafizh
Al-Suyuthi dalam kitab Al-Hâwi li Al-Fatâwa, jika Abu Lahab kafir yang disebutkan
celanya dalam Alquran, ia tetap diberi balasan meskipun ia di dalam neraka,
karena rasa senangnya pada malam Maulid Nabi. Maka, bagaimanakah keadaan
seorang muslim yang bertauhid dari umat Nabi Muhammad SAW yang senang dengan
kelahirannya dan mengerahkan segenap kemampuannya dalam mencintai Rasulullah
SAW? Sungguh, pastilah balasannya dari Allah SWT ia akan dimasukkan ke surga
karena karunia-Nya.

Pendapat Ulama

Ibnu Taimiyah dalam kitab Iqtihda
Al-Shirath Al-Mustaqim li Mukhalafati Ahshabi Al-Jahim berkata, ”Mengagungkan
hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dan menjadikannya sebagai perayaan terkadang
dilakukan sebagian orang, maka ia mendapat balasan pahala yang besar karena
kebaikan niatnya dan pengagungannya kepada Rasulullah SAW.”

Sedang dalam kitab Tuhfah
Al-Muhtaj fi Syarhi Al-Minhaj, Ibnu Hajar Al-Asqalani pernah ditanya tentang
peringatan Maulid Nabi, beliau menjawab, ”Hukum asal melaksanakan maulid adalah
bid’ah, tidak terdapat riwayat dari seorang pun dari kalangan salafushshalih
dari tiga abad (pertama). Akan tetapi, maulid itu juga mengandung banyak
kebaikan dan sebaliknya. Siapa yang dalam melaksanakannya untuk mencari
kebaikan-kebaikan dan menghindari hal-hal yang tidak baik, maulid itu adalah
bid’ah hasanah. Dan siapa yang tidak menghindari hal-hal yang tidak baik,
berarti bukan bid’ah hasanah.”

Kita sangat membutuhkan
pelajaran-pelajaran berharga dari kekasih- kekasih Allah, yaitu para ulama,
bahwa peringatan Maulid Nabi merupakan sarana penting untuk mengeratkan kembali
umat manusia akan makna dan nilai-nilai akhlak mulia Rasulullah SAW.

Saya berkeyakinan bahwa hasil
positif di balik peringatan Maulid Nabi adalah merekatkan kembali kaum muslimin
dengan Islam dan mengeratkan kembali dengan sejarah Nabi. Selanjutnya, mereka
senantiasa menjadikan Rasulullah SAW sebagai suri teladan dalam praktik
kehidupan nyata.

Semoga bermanfaat. (*)

*) Penulis adalah Pengasuh
Pesantren Progresif Bumi Shalawat Sidoarjo, Jatim (@gusali_bsh)

Terpopuler

Artikel Terbaru