Site icon Prokalteng

Menggugah Patriotisme via Lagu Nasional Baru

AYLANDA HIDAYATI DWI NUGROHO

DI awal Agustus yang jadi bulan kemerdekaan ini sudah mulai berkumandang lagu-lagu nasional. Tidak hanya di sekolah saat upacara bendera, tetapi juga di tempat publik, seperti mal dan supermarket.

Lagu-lagu kebangsaan Indonesia membangkitkan memori akan perjuangan pahlawan merebut kemerdekaan. Tidak hanya sampai pada Ir Soekarno dan Muhammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. Tetapi, perjuangan mengalahkan dua kali agresi militer Belanda sampai Indonesia betul-betul diakui kemerdekaannya 27 Desember 1949.

Lagu-lagu nasional yang banyak diciptakan pada masa itu sangat menguatkan semangat perjuangan. ”Sudah bebas negeri kita, Indonesia merdeka,” begitu syair Sorak-Sorak Bergembira ciptaan Cornel Simanjuntak.

Lagu-lagu nasional bertempo mars sering identik dengan perang melawan penjajah. Meskipun ada juga lagu-lagu yang bertempo sedang dan bercerita tentang indahnya tanah air Indonesia. Misalnya, Indonesia Pusaka, Rayuan Pulau Kelapa, dan Tanah Airku. Lagu-lagu ini tak lekang oleh waktu. Melodi dan liriknya penuh perasaan membangkitkan rasa kagum pada tanah air.

”Sungguh indah tanah air beta, Tiada bandingnya di dunia,” demikian syair Indonesia Pusaka ciptaan Ismail Marzuki. Namun, lagu-lagu nasional Indonesia diciptakan sekitar 1927–1961.

Generasi Masa Kini

Generasi muda Indonesia masa kini tidak hidup dalam peperangan fisik. Tahun ini Indonesia sudah 79 tahun merdeka. Sudah melewati era Soekarno 1945–1965 dan era Soeharto 1966–1998 dengan segala bangun dan jatuhnya. Perjuangan sekarang bukan lagi fisik militer, tetapi perjuangan sosial ekonomi.

Sejak kejatuhan Orde Baru Soeharto 1998, generasi muda Indonesia mencanangkan gerakan reformasi yang bertekad membangun Indonesia baru yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Setelah 26 tahun kemudian, apakah pemerintahan (governance) sudah sehat? Belum. Nyatanya, masih banyak pelaku KKN.

Korupsi tidak hanya di level daerah seperti bupati/wali kota, gubernur, tapi tingkat nasional seperti menteri dan anggota DPR. Bahkan, nominal dan strateginya super duper luar biasa. Jumlah yang diembat tidak lagi miliaran atau ratusan miliar, tapi sudah ratusan triliun. Tidak lagi sembunyi-sembunyi, tapi tanpa rasa malu dan bersalah.

Program pemerintah tersendat dan slogan ”Indonesia Maju” sekadar menjadi cita-cita. Rakyat tetap miskin. Kolusi dan nepotisme juga masih terjadi. Tanda Indonesia belum adil karena kelompok elite yang berkuasa akan terus dan makin berkuasa dengan masuknya keluarga, famili, dulur, sepupu, dan kroni-kroni dalam lingkaran mereka. Sementara rakyat jelata menjadi target semata.

Menjelang Pemilu 2019, Indonesia sempat terpecah menjadi Cebong dan Kampret. Kelompok tertentu merasa menjadi mayoritas, lalu menindas kelompok minoritas. Persekusi menurut agama sering menjadi berita di media mainstream dan media sosial. Kasus-kasus ini harus viral dulu di media sosial, baru penegak hukum dan pemerintah bertindak. Kesatuan, persatuan, dan identitas nasional sebagai orang Indonesia terancam.

Apa kaitan kasus-kasus di atas dengan lagu-lagu nasional Indonesia? Sudah waktunya Indonesia memiliki lagu-lagu patriotik nasionalis baru yang relevan dengan pergumulan bangsa Indonesia milenium ini.

Yang menguatkan identitas nasional warga negaranya, bertekad bulat, toleran, bersatu padu, dan bekerja bersama membangun Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera. Yang membuat pejabat koruptor serta mafia judol, profesor, dan peradilan bertobat.

Tahun depan Indonesia mencapai usia merdeka 80 tahun. Ayo, para komponis Indonesia. Cukup waktu untuk menciptakan lagu-lagu nasional populer baru. Yang menggugah pejabat, pemilik bisnis, pegawai negeri, pekerja, ibu rumah tangga, siswa, maupun mahasiswa untuk lebih mencintai Indonesia.

Tidak korupsi, tidak malas, dan tidak manipulatif, tetapi menerapkan nilai-nilai luhur seperti adil, rajin, dan jujur. Kompeten dan dapat diandalkan (reliable) di bidang dan peran masing-masing.

Pelajaran dari Singapura

Mengintip negara tetangga, Singapura, tiap tahun ada lagu nasional baru. Salah satu yang sangat populer adalah Home ciptaan Dick Lee dan dinyanyikan oleh Kit Chan. Sejak dinyanyikan di perayaan Hari Nasional Singapura 9 Agustus 2010, sepertinya semua warga negara hafal.

Ketika seluruh stadion bersama-sama menyanyikan refreinnya a cappella, ’’This is home truly…,” tercekat rasa haru dan menetes air mata. Karena sadar Singapura sungguh-sungguh rumah mereka. Kita tidak akan mencuri dan menggerogoti rumah kita sendiri, kan?!

Indonesia pernah menyelenggarakan lomba cipta lagu nasional tahun 1980-an. Salah satu lagu terbaik adalah Indonesia Jaya ciptaan Chaken M. dan dinyanyikan oleh Harvey Malaiholo. Lagu ini menggugah pendengarnya untuk bersatu, bekerja sama membangun Indonesia yang jaya. Indonesia perlu punya lebih banyak lagu-lagu seperti ini.

Artikel ini tidak bermaksud melarang kita menyanyikan lagu-lagu nasional yang ada. Lagu-lagu itu membangkitkan rasa patriotisme sehingga penyanyi dan pendengarnya bangga, cinta, dan berjanji setia kepada Indonesia.

’’Selama hayat masih di kandung badan, kita tetap sedia tetap setia” (Hari Merdeka ciptaan H. Mutahar). Nilai patriotik nasionalis juga terpatri dalam lagu Padamu Negeri ciptaan Kusbini, ”Bagimu, negeri, jiwa raga kami.” Tetapi, khazanah lagu-lagu kebangsaan Indonesia perlu diperkaya dengan lagu-lagu nasional yang baru.

Memang persoalan bangsa tidak selesai dengan adanya lagu saja. Lagu yang mengena di hati, inspiratif, mudah diingat dan dinyanyikan, selanjutnya menggalang pejabat dan rakyat seluas-luasnya mencintai dan siap berkarya untuk Indonesia. Insya Allah, Indonesia jaya tidak perlu lama. (*)

*) AYLANDA HIDAYATI DWI NUGROHO, Dosen Universitas Kristen Petra, alumnus National University Singapore

Exit mobile version