26.6 C
Jakarta
Wednesday, April 24, 2024

Dalam Lift

Akhirnya ada dua orang di luar
Tiongkok yang meninggal karena virus Wuhan. Satu di Filipina, satunya lagi di
Hongkong. 

Dua-duanya asal Tiongkok.
Dua-duanya dari Provinsi Hubei yang ibu kotanya Wuhan.

Terbukti pula jumlah yang
meninggal itu sekitar 2 persen dari yang tertular. Prosentase itu tidak pernah
berubah. Jumlah yang tertular memang terus bertambah. Sudah melebihi SARS 18
tahun lalu.

Yang meninggal juga sudah lebih
setengah korban SARS. Bahkan khusus untuk Tiongkok yang meninggal sudah
melebihi SARS.

Hanya saja 80 persen yang
meninggal itu ada di kota Wuhan –tempat ikan dan binatang liar dijual di salah
satu pasar basah di sana.

Angka menarik lainnya: 80 persen
yang meninggal usianya di atas 60 tahun. Dan mereka itu orang yang selama itu
sudah punya sakit penafasan atau gula darah.

Angka-angka itu membuat kepanikan
agak mereda. Selama ini begitu paniknya. Sampai masker penutup mulut habis di
mana-mana. Teman-teman saya di sana sampai minta saya mengirim masker dari
Indonesia.

Yang juga berhasil meredakan
kepanikan adalah penjelasan tertulis Profesor Kenneth Tsang. Ia ahli penyakit
penafasan di Hongkong.

Kenneth Tsang membuka praktek di
Hongkong tapi syaratnya banyak: hanya untuk orang yang sudah bikin janji
sebelumnya. Tarifnya Rp 4 juta sekali ketemu.

Ia dokter yang larisnya bukan
main.

Tulisan Profesor Kenneth
menyinggung soal masker itu. Khususnya siapa yang sebenarnya wajib memakai
masker. 

”Yang harus memakai masker itu
adalah orang yang terkena virus,” tulisnya. 

Baca Juga :  PPP Dukung Sugianto Sabran, Fraksi P4H Pastikan Solid ke Satu Calon

Yakni agar kalau orang itu batuk,
percikan air liurnya tidak ke mana-mana.

Sang profesor juga mengingatkan
virus Wuhan tidak menular sembarangan. Untuk bisa menular, virus dari binatang
atau orang lain itu harus masuk sampai ke dalam alat penafasan kita.

Misalnya kita bersentuhan dengan
orang yang menderita virus. Itu tidak otomatis tertular.

Misalkan penderita itu
mencipratkan air liurnya ke bagian tangan. Lalu kita menyenggol tangannya. Dan
virus yang ada di liurnya pun pindah ke tangan kita. Itu pun belum tentu
menularkan virus. Asal kita tidak memindahkan virus itu dari tangan kita ke
mulut, hidung, atau mata kita. Misalnya karena secara reflek kita mengusapkan
tangan itu ke mulut, hidung, atau mata.

Nama Profesor Kenneth mendapat
kepercayaan di Hongkong. Ternyata ialah salah satu dokter yang sempat menangani
Profesor Liu Jianlun saat profesor dari Guangzhou itu menjadi penular SARS
terbesar ke seluruh dunia.

Yakni ketika Profesor Liu pergi
ke Hongkong. Ia harus menemani istrinya untuk menghadiri perkawinan salah satu
sepupunya. Padahal saat itu sang profesor sudah merasa kurang enak badan. Yakni
setelah berhari-hari menangani pasien di salah satu rumah sakit di Guangzhou.

Malam itu Profesor Liu tinggal di
Hotel Metropole, Kowloon, Kongkong. Banyak orang memilih Metropole karena
tarifnya lebih murah dari hotel di Pulau Hongkong.

Ibarat New York, Kowloon adalah
daerah Queen-nya. Sedang pulau Hongkong adalah pulau Manhattan-nya. Metropole
adalah hotel bintang tiga yang favorit saat itu. 

Baca Juga :  JCH Tertua dan Termuda Asal Kotim Berangkat Tahun Ini

Selesai menghadiri perkawinan
Profesor Liu tidak kuat lagi. Ia berjalan menuju rumah sakit di dekat hotel. Di
situlah diketahui Profesor Liu terkena SARS.

Sebanyak 16 orang yang semuanya
tinggal di lantai 9 Hotel Metropole tertular. Mereka pulang ke negara
masing-masing. Tertular SARS. Dan menularkannya.

Dalam kasus virus Wuhan ini tidak
ada faktor seperti Profesor Liu. Maka korban terbanyak adalah di Wuhan, lebih
dari 80 persen sendiri.

Kota besar Wuhan memang belum
seinternasional Kota Guangzhou atau Hongkong.

Letak Wuhan juga di pedalaman.
Sedang Guangzhou begitu dekat dengan Hongkong –3 jam perjalanan mobil.

Sejak kasus Hotel Metropole
itulah lift menjadi
sorotan tajam. Kemungkinan besar sang profesor batuk berat di dalam lift.
Berkali-kali. Ada kemungkinan ada air liur yang menempel di lift.
Misalnya di dinding atau di tombol nomor lift

Virus yang menempel di situ
berpindah ke tangan orang lain. Tangan itu lalu mengusap hidung atau mulut atau
mata. Virus pun berpindah ke alat penafasan dan masuk ke dalamnya.

Sejak itu teman baik saya di
Singapura, Robert Lai selalu mengajarkan kepada saya tata cara masuk lift.
Misalnya, jangan pernah memijit tombol pakai ujung jari. Ia minta jari telunjuk
saya ditekuk. Lalu ujung luar tekukan itu yang dipakai untuk memijit tombol.

Robert selalu melakukan hal
seperti itu. Sampai sekarang. Kadang saya ingat –kalau lagi bersamanya.(Dahlan
Iskan)

 

Akhirnya ada dua orang di luar
Tiongkok yang meninggal karena virus Wuhan. Satu di Filipina, satunya lagi di
Hongkong. 

Dua-duanya asal Tiongkok.
Dua-duanya dari Provinsi Hubei yang ibu kotanya Wuhan.

Terbukti pula jumlah yang
meninggal itu sekitar 2 persen dari yang tertular. Prosentase itu tidak pernah
berubah. Jumlah yang tertular memang terus bertambah. Sudah melebihi SARS 18
tahun lalu.

Yang meninggal juga sudah lebih
setengah korban SARS. Bahkan khusus untuk Tiongkok yang meninggal sudah
melebihi SARS.

Hanya saja 80 persen yang
meninggal itu ada di kota Wuhan –tempat ikan dan binatang liar dijual di salah
satu pasar basah di sana.

Angka menarik lainnya: 80 persen
yang meninggal usianya di atas 60 tahun. Dan mereka itu orang yang selama itu
sudah punya sakit penafasan atau gula darah.

Angka-angka itu membuat kepanikan
agak mereda. Selama ini begitu paniknya. Sampai masker penutup mulut habis di
mana-mana. Teman-teman saya di sana sampai minta saya mengirim masker dari
Indonesia.

Yang juga berhasil meredakan
kepanikan adalah penjelasan tertulis Profesor Kenneth Tsang. Ia ahli penyakit
penafasan di Hongkong.

Kenneth Tsang membuka praktek di
Hongkong tapi syaratnya banyak: hanya untuk orang yang sudah bikin janji
sebelumnya. Tarifnya Rp 4 juta sekali ketemu.

Ia dokter yang larisnya bukan
main.

Tulisan Profesor Kenneth
menyinggung soal masker itu. Khususnya siapa yang sebenarnya wajib memakai
masker. 

”Yang harus memakai masker itu
adalah orang yang terkena virus,” tulisnya. 

Baca Juga :  PPP Dukung Sugianto Sabran, Fraksi P4H Pastikan Solid ke Satu Calon

Yakni agar kalau orang itu batuk,
percikan air liurnya tidak ke mana-mana.

Sang profesor juga mengingatkan
virus Wuhan tidak menular sembarangan. Untuk bisa menular, virus dari binatang
atau orang lain itu harus masuk sampai ke dalam alat penafasan kita.

Misalnya kita bersentuhan dengan
orang yang menderita virus. Itu tidak otomatis tertular.

Misalkan penderita itu
mencipratkan air liurnya ke bagian tangan. Lalu kita menyenggol tangannya. Dan
virus yang ada di liurnya pun pindah ke tangan kita. Itu pun belum tentu
menularkan virus. Asal kita tidak memindahkan virus itu dari tangan kita ke
mulut, hidung, atau mata kita. Misalnya karena secara reflek kita mengusapkan
tangan itu ke mulut, hidung, atau mata.

Nama Profesor Kenneth mendapat
kepercayaan di Hongkong. Ternyata ialah salah satu dokter yang sempat menangani
Profesor Liu Jianlun saat profesor dari Guangzhou itu menjadi penular SARS
terbesar ke seluruh dunia.

Yakni ketika Profesor Liu pergi
ke Hongkong. Ia harus menemani istrinya untuk menghadiri perkawinan salah satu
sepupunya. Padahal saat itu sang profesor sudah merasa kurang enak badan. Yakni
setelah berhari-hari menangani pasien di salah satu rumah sakit di Guangzhou.

Malam itu Profesor Liu tinggal di
Hotel Metropole, Kowloon, Kongkong. Banyak orang memilih Metropole karena
tarifnya lebih murah dari hotel di Pulau Hongkong.

Ibarat New York, Kowloon adalah
daerah Queen-nya. Sedang pulau Hongkong adalah pulau Manhattan-nya. Metropole
adalah hotel bintang tiga yang favorit saat itu. 

Baca Juga :  JCH Tertua dan Termuda Asal Kotim Berangkat Tahun Ini

Selesai menghadiri perkawinan
Profesor Liu tidak kuat lagi. Ia berjalan menuju rumah sakit di dekat hotel. Di
situlah diketahui Profesor Liu terkena SARS.

Sebanyak 16 orang yang semuanya
tinggal di lantai 9 Hotel Metropole tertular. Mereka pulang ke negara
masing-masing. Tertular SARS. Dan menularkannya.

Dalam kasus virus Wuhan ini tidak
ada faktor seperti Profesor Liu. Maka korban terbanyak adalah di Wuhan, lebih
dari 80 persen sendiri.

Kota besar Wuhan memang belum
seinternasional Kota Guangzhou atau Hongkong.

Letak Wuhan juga di pedalaman.
Sedang Guangzhou begitu dekat dengan Hongkong –3 jam perjalanan mobil.

Sejak kasus Hotel Metropole
itulah lift menjadi
sorotan tajam. Kemungkinan besar sang profesor batuk berat di dalam lift.
Berkali-kali. Ada kemungkinan ada air liur yang menempel di lift.
Misalnya di dinding atau di tombol nomor lift

Virus yang menempel di situ
berpindah ke tangan orang lain. Tangan itu lalu mengusap hidung atau mulut atau
mata. Virus pun berpindah ke alat penafasan dan masuk ke dalamnya.

Sejak itu teman baik saya di
Singapura, Robert Lai selalu mengajarkan kepada saya tata cara masuk lift.
Misalnya, jangan pernah memijit tombol pakai ujung jari. Ia minta jari telunjuk
saya ditekuk. Lalu ujung luar tekukan itu yang dipakai untuk memijit tombol.

Robert selalu melakukan hal
seperti itu. Sampai sekarang. Kadang saya ingat –kalau lagi bersamanya.(Dahlan
Iskan)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru