33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Nendang Kenangan

Saya suka sekali pada cara anak
muda ini menentukan harga dagangannya. Logikanya begitu baik.

Nama anak muda ini: Edward
Tirtanata.

Dagangannya: kopi.

Merknya: Kopi Kenangan.

Harga pergelasnya: Rp 18.000.
(ditambah pajak menjadi 20.000).

Mengapa Rp 18.000?

Orang minum kopi itu kan tiap
hari. Biasanya. Sehari tidak minum ada yang kepalanya pusing. Atau tidak bisa
ke belakang. Ada pula yang mengaku tidak bisa mikir.

Maka kalau harga kopi semahal Rp
40.000/gelas bisa-bisa separo gaji habis untuk minum kopi. Itu kalau gajinya
minimum.

Masak gaji dihabiskan untuk minum
kopi.

Padahal harga kopi di warung
pinggir jalan hanya Rp 3.000.

Maka Edward memilih kualitas
kopinya setara yang Rp 40.000 tapi harganya hanya Rp 18.000.

Yang lebih penting lagi kualitas
susunya. Unsur susu itu 60 dalam segelas kopi.

Maka susunya harus pula yang
terbaik. Yang juga harus sama dengan yang dipakai di kafe asal Amerika.

“Karena itu susunya saya
pajang di depan. Biar konsumen melihat sendiri susu apa yang dipakai di
Kenangan,” ujar Edward pada DI’s Way Sabtu petang lalu.

Saya pun melihat merk susu itu:
Greenfields. Sama dengan yang dipakai oleh kafe asal Amerika Serikat itu.

Dan gula merahnya harus pilihan. Harus
yang dari Sukabumi.

Saya bertemu Edward di gerainya
yang di sebelah rumah saya: mal Pacific Place SCBD Jakarta.

Saya tiba di situ lebih dulu.
Yakni di lantai bawah –di pojok nylempit di depan
supermarket Kem Chick.

Saya memesan menu unggulan di
Kopi Kenangan: Kopi Mantan.

Tak lama kemudian Edward datang.
Ia mengenakan kaus hitam, celana hitam. Rambutnya yang pendek tidak dirapikan.
Badannya gempal.

Umurnya 31 tahun.

Begitu melewati counter Edward
memesan kopi satu gelas. Membayarnya. Biar pun pemilik ia memperlakukan dirinya
sebagai konsumen.

“Sekaligus kontrol kualitas.
Kualitas kopinya maupun layanannya,” ujar Edward.

Awalnya Edward hanya membantu
orang tua di bisnis kayu. Yakni setelah ia tamat SMA Pelita Harapan Karawaci.
Lalu Edward kuliah keuangan dan akuntansi di Northeastern University di Boston,
Amerika Serikat.

Pernah juga bekerja sebagai
karyawan di kantor akuntan internasional Ernst & Young Jakarta: enam bulan.

Ia coba juga bisnis kain dan
pakaian. Tiap hari Edward ke Tanah Abang –pusat perdagangan tekstil di
Jakarta.

Suatu saat Edward ke Bursa Efek
Jakarta, di sebelah sononya Pacific Place. Ia melihat begitu banyak orang antre
membeli kopi. Ia pun mulai berpikir bisnis kopi.

Apalagi ia punya teman baik. Yang
sudah lebih dulu terjun ke situ. Kopinya enak. Merknya Toko Kopi Tuku.

Baca Juga :  Jabatan Kadis dan Kepala Badan Dilelang, 51 ASN Antusias Ikuti Seleksi

Tapi si teman terlihat tidak
punya keinginan mengembangkan Tuku-nya besar-besaran. Sejak dulu sampai
sekarang gerainya hanya enam.

Tidak ada yang di mal atau di office
building.

Maka muncullah gagasan Edward
untuk membuat kafe dengan kopi seperti Tuku. Tapi jaringannya harus sangat
luas.

Edward bicara kepada temannya
itu. Untuk mengambil bahan baku kopi darinya. Lalu ia ciptakan resep sendiri.
Yakni campuran kopi Arabika dan Robusta. Ia cari nama sendiri: Kopi Kenangan.
“Semua orang kan punya kenangan,” kata Edward. Termasuk kenangan pada
mantan.

Maka salah satu menu yang
disajikan di Kenangan adalah kopi mantan.

Kenapa harus ada campuran
robustanya?

“Agar rasa kopinya
nendang,” ujar Edward –yang pertama kali bisa minum kopi ketika kuliah di
Amerika.

Edward pun kumpul-kumpul uang. Ia
mengajak dua temannya. Salah satunya adalah mantannya temannya.

Dengan modal awal Rp 150 juta
Edward memulai Kopi Kenangan. Gerai pertamanya di Kuningan. Yakni di gedung
perkantoran yang digunakan Standard Chartered Bank.

Setelah memiliki beberapa gerai
Edward lebih pede. Apalagi dalam tiga bulan pertama usahanya sudah break
even point
.

Ia pun lantas bertekad mencari
dana besar. Dengan target mendapat tambahan modal Rp 100 miliar. Alpha JWC
Ventures pun memenuhinya dengan USD 8 juta. Dengan cara menggaet Roc Capital,
perusahaan milik penyanyi rap JAY-Z.

Roc Capital menggeret dana
berikutnya ke Kopi Kenangan. Besarnya USD 20 juta. Atau hampir Rp 300 miliar.

Edward terus menjual prospek
cerah Kopi Kenangan. Yang dalam tiga tahun akan memiliki lebih 1000 gerai di
seluruh Indonesia. Akhir tahun depan sudah harus 1.500 gerai.

Ia juga merencanakan
mengembangkannya sampai ke beberapa negara manca.

Uang bisa terus didapat. Dari
investor luar negeri. Tidak terlalu sulit. Di bidang unicorn nama Indonesia
sudah mulai dikenal di dunia investasi. Terutama sejak Gojek dianggap sebagai
kisah sukses. Yang lain bisa ikut ‘menjual’ Gojek sebagai daya tarik masuk
Indonesia.

“Kami ini harus berterima
kasih kepada orang seperti Pak Nadiem Makarim,” ujar Edward. Yang ia
maksud adalah pendiri Gojek yang kini menjadi Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan. Yang Gojek-nya mendapat kepercayaan begitu tinggi. Dari investor
internasional.

Setelah Gojek masih ada
Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak. Semuanya sukses merebut investor dari
negara maju.

Edward pun membuntuti di
belakangnya.

Dalam dua tahun pertama Kopi
Kenangan sudah mencapai 230 gerai. Sudah bisa jualan tiga juta gelas sebulan.
Berarti sudah lebih Rp 50 miliar omset sebulannya.

Akhir tahun ini sudah harus 650
gerai. Bukan main. Kian hari kian cepat pertumbuhannya.

Di tahun 2019 Kopi Kenangan
memang menorehkan sejarah baru. Berhasil memikat uang milik selebriti kelas
dunia. Penyanyi rap terbesar di jagad ini ikut menaruh uangnya di Kopi Kenangan:
Jay-Z tadi. Siapa yang tidak tahu Jay-Z –yang juga suami penyanyi besar
Beyonce itu.

Baca Juga :  Terharu dan Prihatin, Ini Doa Gubernur saat Mengunjungi Warganya yang

Petenis dunia Serena William pun
ikut tertarik. Serena Ventures menempatkan uangnya di Kopi Kenangan. Serena
memang punya lembaga keuangan. Namanya Serena Ventures tadi. Di lembaga itulah
uang Serena ditaruh. Untuk diputar ke mana-mana.

Masuknya uang JAY-Z dan Serena
menjadi berita besar di Singapura. Media di sana menulis panjang lebar tentang
Kopi Kenangan Indonesia itu.

Edward pun bertekad terus
mengembangkan Kopi Kenangannya. Sebelum akhirnya, kelak, melantai di pasar
modal.

Meski bisa mendapat banyak dana
Edward tetap teguh pada garis awalnya. Yakni membuat gerai sekecil mungkin.
Dengan perabotan seminimal mungkin.

Gerai itu hanya boleh 50 m2.
Harga sewanya pun dipatok: hanya 5 persen dari omset.

Tujuannya: menghindarkan diri
dari investasi yang terlalu mahal. Yang akan berakibat pada harga jual kopi
yang tidak akan bisa murah.

Misalnya gerai yang saya kunjungi
itu. Hanya menyediakan enam meja kecil. Masing-masing dengan dua kursi. Tidak
ada sofa. Tidak ada wifi.

“Konsep saya memang grab
and go
,” katanya.

Karena itu Edward membatasi
investasi. “Setiap gerai hanya boleh Rp 500 juta,” katanya.

Dari nilai itu yang Rp 200 juta
untuk membeli mesin kopi. Harus yang terbaik. Bikinan Italia. Keperluan lainnya
dibatasi Rp 300 juta.

Konsep Edward lainnya adalah:
tidak mau franchise. Semua gerai ia miliki sendiri.
Dengan demikian keseluruhan omset gerai menjadi omset perusahaan. “Kalau franchise kan
hanya fee-nya
yang bisa menjadi omset perusahaan,” katanya.

Bagaimana kalau kebetulan tempat
yang disewa itu lebih besar dari enam meja kecil itu?

“Sisanya saya sewakan ke
orang yang mau jualan makanan,” katanya.

Karena itu Edward memiliki
perusahaan lain. Namanya The Common. Kalau ada tempat yang melebihi 50 m2, The
Common-lah yang menyewa.

The Common lantas menyewakan yang
50 m2 ke Kopi Kenangan. Selebihnya disewakan ke pedagang makanan.

Seperti yang di Pacific Place
itu. Ada kios roti di seberang mesin kopi. Semula kios roti itu saya kira
bagian dari Kopi Kenangan. Ternyata itu milik orang lain yang menyewa tempat ke
The Common.

Saya melihat Edward ini anak yang
sangat enerjik. Waktunya habis untuk mengurus Kopi Kenangan. Itulah pacar
rielnya saat ini.

“Berarti Anda ini juga punya
mantan,” kata saya.

“Hahaha… Iya ya… Punya
kenangan juga,” jawabnya.(Dahlan Iskan)

 

Saya suka sekali pada cara anak
muda ini menentukan harga dagangannya. Logikanya begitu baik.

Nama anak muda ini: Edward
Tirtanata.

Dagangannya: kopi.

Merknya: Kopi Kenangan.

Harga pergelasnya: Rp 18.000.
(ditambah pajak menjadi 20.000).

Mengapa Rp 18.000?

Orang minum kopi itu kan tiap
hari. Biasanya. Sehari tidak minum ada yang kepalanya pusing. Atau tidak bisa
ke belakang. Ada pula yang mengaku tidak bisa mikir.

Maka kalau harga kopi semahal Rp
40.000/gelas bisa-bisa separo gaji habis untuk minum kopi. Itu kalau gajinya
minimum.

Masak gaji dihabiskan untuk minum
kopi.

Padahal harga kopi di warung
pinggir jalan hanya Rp 3.000.

Maka Edward memilih kualitas
kopinya setara yang Rp 40.000 tapi harganya hanya Rp 18.000.

Yang lebih penting lagi kualitas
susunya. Unsur susu itu 60 dalam segelas kopi.

Maka susunya harus pula yang
terbaik. Yang juga harus sama dengan yang dipakai di kafe asal Amerika.

“Karena itu susunya saya
pajang di depan. Biar konsumen melihat sendiri susu apa yang dipakai di
Kenangan,” ujar Edward pada DI’s Way Sabtu petang lalu.

Saya pun melihat merk susu itu:
Greenfields. Sama dengan yang dipakai oleh kafe asal Amerika Serikat itu.

Dan gula merahnya harus pilihan. Harus
yang dari Sukabumi.

Saya bertemu Edward di gerainya
yang di sebelah rumah saya: mal Pacific Place SCBD Jakarta.

Saya tiba di situ lebih dulu.
Yakni di lantai bawah –di pojok nylempit di depan
supermarket Kem Chick.

Saya memesan menu unggulan di
Kopi Kenangan: Kopi Mantan.

Tak lama kemudian Edward datang.
Ia mengenakan kaus hitam, celana hitam. Rambutnya yang pendek tidak dirapikan.
Badannya gempal.

Umurnya 31 tahun.

Begitu melewati counter Edward
memesan kopi satu gelas. Membayarnya. Biar pun pemilik ia memperlakukan dirinya
sebagai konsumen.

“Sekaligus kontrol kualitas.
Kualitas kopinya maupun layanannya,” ujar Edward.

Awalnya Edward hanya membantu
orang tua di bisnis kayu. Yakni setelah ia tamat SMA Pelita Harapan Karawaci.
Lalu Edward kuliah keuangan dan akuntansi di Northeastern University di Boston,
Amerika Serikat.

Pernah juga bekerja sebagai
karyawan di kantor akuntan internasional Ernst & Young Jakarta: enam bulan.

Ia coba juga bisnis kain dan
pakaian. Tiap hari Edward ke Tanah Abang –pusat perdagangan tekstil di
Jakarta.

Suatu saat Edward ke Bursa Efek
Jakarta, di sebelah sononya Pacific Place. Ia melihat begitu banyak orang antre
membeli kopi. Ia pun mulai berpikir bisnis kopi.

Apalagi ia punya teman baik. Yang
sudah lebih dulu terjun ke situ. Kopinya enak. Merknya Toko Kopi Tuku.

Baca Juga :  Jabatan Kadis dan Kepala Badan Dilelang, 51 ASN Antusias Ikuti Seleksi

Tapi si teman terlihat tidak
punya keinginan mengembangkan Tuku-nya besar-besaran. Sejak dulu sampai
sekarang gerainya hanya enam.

Tidak ada yang di mal atau di office
building.

Maka muncullah gagasan Edward
untuk membuat kafe dengan kopi seperti Tuku. Tapi jaringannya harus sangat
luas.

Edward bicara kepada temannya
itu. Untuk mengambil bahan baku kopi darinya. Lalu ia ciptakan resep sendiri.
Yakni campuran kopi Arabika dan Robusta. Ia cari nama sendiri: Kopi Kenangan.
“Semua orang kan punya kenangan,” kata Edward. Termasuk kenangan pada
mantan.

Maka salah satu menu yang
disajikan di Kenangan adalah kopi mantan.

Kenapa harus ada campuran
robustanya?

“Agar rasa kopinya
nendang,” ujar Edward –yang pertama kali bisa minum kopi ketika kuliah di
Amerika.

Edward pun kumpul-kumpul uang. Ia
mengajak dua temannya. Salah satunya adalah mantannya temannya.

Dengan modal awal Rp 150 juta
Edward memulai Kopi Kenangan. Gerai pertamanya di Kuningan. Yakni di gedung
perkantoran yang digunakan Standard Chartered Bank.

Setelah memiliki beberapa gerai
Edward lebih pede. Apalagi dalam tiga bulan pertama usahanya sudah break
even point
.

Ia pun lantas bertekad mencari
dana besar. Dengan target mendapat tambahan modal Rp 100 miliar. Alpha JWC
Ventures pun memenuhinya dengan USD 8 juta. Dengan cara menggaet Roc Capital,
perusahaan milik penyanyi rap JAY-Z.

Roc Capital menggeret dana
berikutnya ke Kopi Kenangan. Besarnya USD 20 juta. Atau hampir Rp 300 miliar.

Edward terus menjual prospek
cerah Kopi Kenangan. Yang dalam tiga tahun akan memiliki lebih 1000 gerai di
seluruh Indonesia. Akhir tahun depan sudah harus 1.500 gerai.

Ia juga merencanakan
mengembangkannya sampai ke beberapa negara manca.

Uang bisa terus didapat. Dari
investor luar negeri. Tidak terlalu sulit. Di bidang unicorn nama Indonesia
sudah mulai dikenal di dunia investasi. Terutama sejak Gojek dianggap sebagai
kisah sukses. Yang lain bisa ikut ‘menjual’ Gojek sebagai daya tarik masuk
Indonesia.

“Kami ini harus berterima
kasih kepada orang seperti Pak Nadiem Makarim,” ujar Edward. Yang ia
maksud adalah pendiri Gojek yang kini menjadi Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan. Yang Gojek-nya mendapat kepercayaan begitu tinggi. Dari investor
internasional.

Setelah Gojek masih ada
Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak. Semuanya sukses merebut investor dari
negara maju.

Edward pun membuntuti di
belakangnya.

Dalam dua tahun pertama Kopi
Kenangan sudah mencapai 230 gerai. Sudah bisa jualan tiga juta gelas sebulan.
Berarti sudah lebih Rp 50 miliar omset sebulannya.

Akhir tahun ini sudah harus 650
gerai. Bukan main. Kian hari kian cepat pertumbuhannya.

Di tahun 2019 Kopi Kenangan
memang menorehkan sejarah baru. Berhasil memikat uang milik selebriti kelas
dunia. Penyanyi rap terbesar di jagad ini ikut menaruh uangnya di Kopi Kenangan:
Jay-Z tadi. Siapa yang tidak tahu Jay-Z –yang juga suami penyanyi besar
Beyonce itu.

Baca Juga :  Terharu dan Prihatin, Ini Doa Gubernur saat Mengunjungi Warganya yang

Petenis dunia Serena William pun
ikut tertarik. Serena Ventures menempatkan uangnya di Kopi Kenangan. Serena
memang punya lembaga keuangan. Namanya Serena Ventures tadi. Di lembaga itulah
uang Serena ditaruh. Untuk diputar ke mana-mana.

Masuknya uang JAY-Z dan Serena
menjadi berita besar di Singapura. Media di sana menulis panjang lebar tentang
Kopi Kenangan Indonesia itu.

Edward pun bertekad terus
mengembangkan Kopi Kenangannya. Sebelum akhirnya, kelak, melantai di pasar
modal.

Meski bisa mendapat banyak dana
Edward tetap teguh pada garis awalnya. Yakni membuat gerai sekecil mungkin.
Dengan perabotan seminimal mungkin.

Gerai itu hanya boleh 50 m2.
Harga sewanya pun dipatok: hanya 5 persen dari omset.

Tujuannya: menghindarkan diri
dari investasi yang terlalu mahal. Yang akan berakibat pada harga jual kopi
yang tidak akan bisa murah.

Misalnya gerai yang saya kunjungi
itu. Hanya menyediakan enam meja kecil. Masing-masing dengan dua kursi. Tidak
ada sofa. Tidak ada wifi.

“Konsep saya memang grab
and go
,” katanya.

Karena itu Edward membatasi
investasi. “Setiap gerai hanya boleh Rp 500 juta,” katanya.

Dari nilai itu yang Rp 200 juta
untuk membeli mesin kopi. Harus yang terbaik. Bikinan Italia. Keperluan lainnya
dibatasi Rp 300 juta.

Konsep Edward lainnya adalah:
tidak mau franchise. Semua gerai ia miliki sendiri.
Dengan demikian keseluruhan omset gerai menjadi omset perusahaan. “Kalau franchise kan
hanya fee-nya
yang bisa menjadi omset perusahaan,” katanya.

Bagaimana kalau kebetulan tempat
yang disewa itu lebih besar dari enam meja kecil itu?

“Sisanya saya sewakan ke
orang yang mau jualan makanan,” katanya.

Karena itu Edward memiliki
perusahaan lain. Namanya The Common. Kalau ada tempat yang melebihi 50 m2, The
Common-lah yang menyewa.

The Common lantas menyewakan yang
50 m2 ke Kopi Kenangan. Selebihnya disewakan ke pedagang makanan.

Seperti yang di Pacific Place
itu. Ada kios roti di seberang mesin kopi. Semula kios roti itu saya kira
bagian dari Kopi Kenangan. Ternyata itu milik orang lain yang menyewa tempat ke
The Common.

Saya melihat Edward ini anak yang
sangat enerjik. Waktunya habis untuk mengurus Kopi Kenangan. Itulah pacar
rielnya saat ini.

“Berarti Anda ini juga punya
mantan,” kata saya.

“Hahaha… Iya ya… Punya
kenangan juga,” jawabnya.(Dahlan Iskan)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru