29.6 C
Jakarta
Friday, December 6, 2024

Pacu Prestasi Akademik Buah Hati

KEJADIAN seorang siswa
dimarahi ibunya karena mendapat ranking tiga begitu viral di media sosial. Sang
anak menangis karena sang ibu marah besar. Menurutnya, nilai-nilai anaknya
selalu bagus dan setiap ujian pasti yang pertama kali duluan menyelesaikan.
Kemudian, membandingkan dengan siswa yang mendapat ranking pertama dan kedua.

Psikolog Verty Sari
Pusparini, M.Psi mengatakan marah bukan solusi yang membuat anak akan belajar
dengan baik. Justru sebaliknya, berdampak buruk  karena membuat anak
semakin enggan belajar karena tidak fokus.”Anak juga bisa merasa trauma dan
tidak berharga. Trust issue sehingga anak tidak percaya pada orang lain
terutama dengan orang tua. Bahkan, bisa menyebabkan gangguan mental lainnya,”
katanya.

Menurut Verty, orang
tua memarahi anak karena tak bisa mengelola emosi. Dia tak paham karakter anak
dan memaksanya berprestasi tanpa melihat minat bakat buah hatinya.

Baca Juga :  Tak Mau Kalah Garang

“Atau ada ambisi tidak
tercapai yang dipaksakan kepada anak untuk mencapainya,” ujar Verty.Verty
menyarankan orang tua tak membuat target pribadi.

“Karena sesungguhnya
yang belajar adalah anak. Baik ibu maupun ayah perlu hadir sebagai motivator,”
ungkapnya.

Psikolog di Sekolah
Pelita Cemerlang ini menyatakan orang tua harus menjadi konselor dan pelindung
bagi anak. Ayah dan ibu juga perlu saling mengingatkan, jika salah satu sudah
berlebihan marahnya

Psikolog dan Founder
Borneo Parenting Club menjelaskan banyak penelitian dalam jurnal psikologi
pendidikan yang menekankan pentingnya kehadiran dan dukungan orang tua dalam
memicu akademik anak. Salah satunya dengan melakukan stimulasi sejak dini dari
dalam perut.

“Stimulasi dilakukan
hingga masa tumbuh kembang menjadi faktor penentu inteligensi anak,” tutur
Verty.

Baca Juga :  Pesona Taka Bahuluang Tak Terlupakan

Sebab, kata Verty,
kecerdasan dan kedekatan anak dengan orang tua bisa dimulai sejak dalam
kandungan. Asupan gizi juga sangat memengaruhi kecerdasan anak. Penelitian
dalam jurnal pendidikan menyebutkan keterlibatan ayah dalam membesarkan anak
justru bisa membantu meningkatkan beberapa kemampuan utama dalam kehidupan anak
seperti fungsi kognitif.

“Kemudian hubungan dan
perilaku anak di lingkungan sosial, hingga kesehatan mental dan fisiknya,”
tuturnya.

Psikolog di Aplikasi
Halodoc ini menambahkan menghadapi generasi milenial yang rentan bored, lonely,
angry, stress and tired (BLAST) tidak bisa dengan emosi atau menyalahkan.
Sebaliknya, orang tua diharapkan dapat berkomunikasi.

“Serta, menemukan
penyebab permasalahan dan bersama-sama membantu anak menemukan potensi
belajarnya,” pungkasnya.(ghe/ila)

KEJADIAN seorang siswa
dimarahi ibunya karena mendapat ranking tiga begitu viral di media sosial. Sang
anak menangis karena sang ibu marah besar. Menurutnya, nilai-nilai anaknya
selalu bagus dan setiap ujian pasti yang pertama kali duluan menyelesaikan.
Kemudian, membandingkan dengan siswa yang mendapat ranking pertama dan kedua.

Psikolog Verty Sari
Pusparini, M.Psi mengatakan marah bukan solusi yang membuat anak akan belajar
dengan baik. Justru sebaliknya, berdampak buruk  karena membuat anak
semakin enggan belajar karena tidak fokus.”Anak juga bisa merasa trauma dan
tidak berharga. Trust issue sehingga anak tidak percaya pada orang lain
terutama dengan orang tua. Bahkan, bisa menyebabkan gangguan mental lainnya,”
katanya.

Menurut Verty, orang
tua memarahi anak karena tak bisa mengelola emosi. Dia tak paham karakter anak
dan memaksanya berprestasi tanpa melihat minat bakat buah hatinya.

Baca Juga :  Tak Mau Kalah Garang

“Atau ada ambisi tidak
tercapai yang dipaksakan kepada anak untuk mencapainya,” ujar Verty.Verty
menyarankan orang tua tak membuat target pribadi.

“Karena sesungguhnya
yang belajar adalah anak. Baik ibu maupun ayah perlu hadir sebagai motivator,”
ungkapnya.

Psikolog di Sekolah
Pelita Cemerlang ini menyatakan orang tua harus menjadi konselor dan pelindung
bagi anak. Ayah dan ibu juga perlu saling mengingatkan, jika salah satu sudah
berlebihan marahnya

Psikolog dan Founder
Borneo Parenting Club menjelaskan banyak penelitian dalam jurnal psikologi
pendidikan yang menekankan pentingnya kehadiran dan dukungan orang tua dalam
memicu akademik anak. Salah satunya dengan melakukan stimulasi sejak dini dari
dalam perut.

“Stimulasi dilakukan
hingga masa tumbuh kembang menjadi faktor penentu inteligensi anak,” tutur
Verty.

Baca Juga :  Pesona Taka Bahuluang Tak Terlupakan

Sebab, kata Verty,
kecerdasan dan kedekatan anak dengan orang tua bisa dimulai sejak dalam
kandungan. Asupan gizi juga sangat memengaruhi kecerdasan anak. Penelitian
dalam jurnal pendidikan menyebutkan keterlibatan ayah dalam membesarkan anak
justru bisa membantu meningkatkan beberapa kemampuan utama dalam kehidupan anak
seperti fungsi kognitif.

“Kemudian hubungan dan
perilaku anak di lingkungan sosial, hingga kesehatan mental dan fisiknya,”
tuturnya.

Psikolog di Aplikasi
Halodoc ini menambahkan menghadapi generasi milenial yang rentan bored, lonely,
angry, stress and tired (BLAST) tidak bisa dengan emosi atau menyalahkan.
Sebaliknya, orang tua diharapkan dapat berkomunikasi.

“Serta, menemukan
penyebab permasalahan dan bersama-sama membantu anak menemukan potensi
belajarnya,” pungkasnya.(ghe/ila)

Terpopuler

Artikel Terbaru