PALANGKA
RAYA – Meski diawali dengan ketegangan saat menerima amplop berisi pengumuman
kelulusan, para siswa SMAN 5 Palangka Raya, akhirnya bertepuk tangan dan
bersorak kegirangan, karena 171 siswa kelas XII di sekolah ini, yang terdiri
atas 124 siswa peminatan IPA, 36 siswa peminatan IPS, dan 11 siswa peminatan
IBB, dinyatakan lulus 100 persen, Senin (13/5).
Kepala
SMAN 5 Palangka Raya, H Arbusin, bersyukur karena seluruh peserta didiknya
memenuhi kriteria untuk dinyatakan lulus. Kriteria siswa dinyatakan lulus
adalah telah mengikuti seluruh program pembelajaran, memiliki nilai sikap baik,
telah mengikuti ujian sekolah berstandar nasional dan meraih nilai minimal yang
ditetapkan sekolah, dan telah mengikuti rangkaian Ujian Nasional (UN).
“Penetapan
kelulusan mereka juga telah diputuskan melalui rapat bersama dengan dewan guru.
Alhamdulillah semua telah dinyatakan lulus. Mudah-mudahan mereka dapat
melanjutkan studi ke perguruan tinggi,†tutur Arbusin.
Selain
kelulusan seratus persen, ada lagi yang lebih menggembirakan. Sebab ada dua
orang siswi di sekolah ini berhasil meraih nilai UN sempurna untuk mata
pelajaran Bahasa Inggris. Nilai bulat 100 ini berhasil diraih oleh siswi yang
merupakan saudara kembar, yakni Iren Liberta dan Erin Debora.
“Kita
bersyukur tahun kelulusan 2018/2019 ini ada peserta didik yang meraih nilai
100. Mudah-mudahan ini bisa menjadi motivasi untuk para siswa agar bisa
mencapai prestasi yang lebih baik di tahun mendatang,â€ucapnya.
Ia juga berharap, kinerja guru juga semakin
meningkat. Karena masih banyak siswa dengan nilai di mata pelajaran tertentu
yang secara rata-rata masih rendah dan perlu mendapat perhatian serius.
Selain
itu, ada pula dua siswa SMAN 5 Palangka Raya yang juga tentu tak kalah gembira
dan bersyukur. Yakni Noventri Andika dan Diah Ardana. Meski tidak meraih nilai
mapel mencapai 100, mereka berdua berhasil meraih jumlah nilai UN tertinggi di
sekolahnya.
“Noventri
meraih jumlah nilai UN tertinggi, yakni 319, 5 disusul Diah Ardana meraih
jumlah nilai UN 307,5,â€beber Arbusin.
Saat
itu, tidak ada euforia dalam merayakan kelulusan. Tidak ada konvoi sepeda
motor. Tidak ada aksi coret-coret seragam sekolah. Bahkan, sebagian besar siswa
kemudian mengikuti ibadah syukur dibimbing guru agama. (hms/don/aza/CTK)