Para perempuan yang membaca buku ini diharapkan bisa ikut terinspirasi. Sementara, para lelaki yang menyimak buku ini selayaknya makin yakin bahwa sinergisitas dengan perempuan adalah kunci utama membangun peradaban.
Oleh RIO F. RACHMAN, Editor in chief Jurnal Dakwatuna Institut Agama Islam Syarifuddin Lumajang
—
BILA dibandingkan dengan negara-negara demokrasi yang lebih dulu terbentuk, sebut saja Amerika Serikat, Indonesia memiliki sejarah kepemimpinan berkemajuan, setidaknya di aspek kesetaraan gender. Negeri ini pernah dipimpin seorang perempuan: Megawati Soekarnoputri. Sementara, Negeri Paman Sam tak pernah sekali pun sukses mengusung perempuan sebagai orang nomor satu di pemerintahan.
Berkaca pada fakta tersebut, Indonesia sudah sepantasnya meninggalkan spirit patriarki yang memandang kaum hawa dengan sebelah mata. Budaya lawas itu sudah tidak relevan.
Dalam ajaran Islam, agama yang dipeluk mayoritas masyarakat di Nusantara, perempuan adalah ”sekolah” pertama bagi setiap manusia. Artinya, peran seorang perempuan bagi kehidupan anak Adam di bawah kolong langit begitu fundamental.
Apalagi, di rentang perjalanan republik, khususnya setelah Orde Baru runtuh, begitu banyak pemimpin daerah perempuan yang bertaji. Misalnya, Wali Kota Surabaya dua periode (2009–2014) Tri Rismaharini atau Bu Risma yang menorehkan banyak program unggulan dan meraih banyak prestasi internasional. Inovasi Pahlawan Ekonomi merupakan satu di antara banyak gagasan Bu Risma yang mendapat apresiasi positif.
Sasaran kegiatannya adalah kaum perempuan atau ibu rumah tangga yang dimotivasi agar mulai berbisnis atau membuka usaha. Di awal 2010, jumlah peserta pelatihan masih di angka 92 UMKM, melonjak menjadi 9.148 UMKM pada 2018, sehingga diperkirakan saat ini sudah lebih dari 10.000 UMKM yang beroperasi di Surabaya. Perempuan diajak menjadi ”mesin” ekonomi yang bergerak dari rumah.
Megawati Soekarnoputri, Bu Risma, maupun ibu-ibu rumah tangga yang memiliki keberanian berwirausaha secara konsisten adalah sekelumit bukti otentik tentang potensi besar perempuan. Karena itu, para perempuan tidak memiliki alasan untuk pesimistis. Minat dan bakat bisa diasah sedemikian rupa sehingga menghasilkan manfaat bagi diri sendiri dan sekitar.
Buku ini, tampaknya, bertolak dari semangat penulisnya, Ais Shafiyah Asfar, yang ingin memompa rasa percaya diri para perempuan. Di belahan-belahan dunia yang dikunjunginya, kandidat doktor di Universitas Airlangga tersebut melihat betapa kegigihan dan keuletan kaum hawa menjadi tonggak dalam komunitasnya. Baik di lingkup terkecil: keluarga maupun di radius yang lebih luas: negara, bahkan dunia!
Para perempuan yang membaca buku ini diharapkan bisa ikut terinspirasi. Sementara, para lelaki yang menyimak buku ini selayaknya makin yakin bahwa sinergisitas dengan perempuan adalah kunci utama membangun peradaban. Ada banyak pemimpin dan tokoh perempuan yang sukses menjadi penggerak perkembangan dunia.
Karya lulusan S-2 studi komunikasi politik dari Cardiff University yang lekat disapa Ning Ais ini tidak hanya memberi pencerahan. Lebih dari itu, ia disusun dengan baik sehingga enak dibaca.
Setiap bab menjelaskan lokasi negara tertentu. Masing-masing berisi dua bab. Pertama tentang perempuan inspiratif dari negara itu. Kedua, pengalaman Ning Ais saat berkunjung ke lokasi tersebut.
Bab pertama berkisah tentang Singapura, dilanjutkan Amerika Serikat, Inggris, Wales, Swiss, dan Surabaya. Pembaca disuguhi cerita-cerita perempuan yang menjadi daya tarik dunia seperti Putri Diana, Wapres Amerika Serikat Kamala Harris, Presiden Singapura 2017–2023 Halimah Yacob, dan sebagainya.
Tulisan Ning Ais menjadi lebih segar untuk dinikmati karena didukung dengan foto-foto yang bagus dan ilustrasi yang memikat. Colorful, memanjakan mata para penyimak, dengan diksi yang ringan. Tak ayal, buku setebal 144 halaman yang diberi kata pengantar oleh Menteri Ketenagakerjaan Indonesia Ida Fauziyah ini bisa dihabiskan dalam sekali duduk.
Bila diperhatikan, topik utama buku adalah kesetaraan gender. Satu di antara tujuh belas tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) yang dicanangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2015. Pemerintah Indonesia merespons resolusi PBB tersebut dengan menerbitkan Perpres 59/2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Ning Ais tentu paham tentang SDGs dan menjadikan itu sebagai salah satu agenda aktivitasnya dalam keseharian. Misalnya, yang tampak pada kata pengantar tatkala gen Z kelahiran 2001 ini memaparkan data indeks ketimpangan gender menurut World Economic Forum. Ketimpangan gender membuat perempuan seakan tidak memiliki ”nilai ekonomis” sehingga kerap ditepikan.
Di Indonesia, perjuangan kesetaraan gender memang telah menampakkan hasil. Sudah banyak perempuan hebat yang tampil di permukaan dan diakui semua elemen. Meski demikian, upaya-upaya untuk terus menjalankan perjuangan secara konsisten merupakan tanggung jawab pemerintah, legislatif, yudikatif, dan segenap eksponen masyarakat tanpa terkecuali. Demi membangun situasi sosial yang lebih adil dan sejahtera. (*)
—
Judul: Perempuan Semua Bangsa
Penulis: Ais Shafiyah Asfar
Tebal: 144 halaman
Cetakan: Pertama, 2014
Penerbit: Yayasan Insan Mulia Bangsa