32.4 C
Jakarta
Monday, November 25, 2024

Membongkar Logika Berpikir dengan Bahasa

Buku ini semacam cara singkat dalam melogika informasi dengan menelisik kata, kalimat, dan mengambil kesimpulan.

LOGIKA dan bahasa adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Dalam proses berlogika, tanpa disadari kita telah menggunakan bahasa karena kita berusaha memahami sesuatu dengan cara berpikir. Plato dan Aristoteles mengatakan bahwa berpikir adalah berbicara dengan diri sendiri di dalam batin.

Itu berarti kita akan menggunakan bahasa untuk berdialog dengan diri sendiri sebelum memercayai sebuah hal adalah benar atau salah. Jauh sebelum itu, kita harus memiliki kerangka berpikir mengenai sesuatu.

Seperti bagaimana kita mendefinisikan setiap benda, fenomena, kegiatan, dan lainnya menggunakan kata-kata. Itulah kenapa ada istilah terminologi yang berusaha mendefinisikan setiap hal berdasar asal kata pembentuknya.

Ogden dan Richard (1923) berpendapat bahwa simbol, gagasan, dan acuan adalah tiga hal yang berhubungan. Seperti ketika kita berpikir tentang kursi. Kata ”kursi” adalah sebuah simbol.

Kita dapat menyebut sebuah benda dengan ”kursi” karena memiliki gagasan tentang bentuk, bahan, fungsi, dan lainnya mengenai kursi. Kemudian, acuannya adalah benda yang kita sebut sebagai kursi itu tadi.

Mengetahui konsep atau gagasan setiap simbol akan memudahkan kita untuk berlogika dan memahami sesuatu. Buku Seni Logika: Ilmu dan Teknik Berlogika dengan Mudah dan Praktis dari Muhammad Nur Ibrahimi membantu pembaca untuk membongkar logika berpikir dengan bahasa.

Buku ini terdiri atas 19 bagian mulai dari ”Mengapa Kita Butuh Logika” hingga ”Kekeliruan dalam Silogisme”. Ibrahimi menunjukkan bahwa setelah selesai di tataran pemahaman term/kata, dalam berlogika, kita perlu memahami pernyataan/proposisi, dan kemudian membuat penyimpulan/deduksi.

Jika dilihat dari ilmu linguistik, pembahasan mengenai term di buku ini seperti kajian morfologi dan semantik, dan proposisi seperti sintaksis. Namun, proposisi di sini tidak seluas sintaksis dalam linguistik karena hanya membahas kalimat berita (deklaratif).

Baca Juga :  Baju Natal buat sang Cucu

Di bagian deduksi, Ibrahimi menjelaskan mengenai silogisme yang lebih umum ditemukan dalam matematika. Tulisan Ibrahimi sekaligus menjawab hipotesis bahwa bahasa, logika, dan matematika adalah tiga hal yang berkaitan.

Buku ini banyak menyajikan definisi, macam-macam, jenis-jenis, dan contoh penggunaan bagian-bagian yang dibahas. Secara terperinci, Ibrahimi menjabarkan setiap bagian dalam buku.

Dia juga menjabarkan alasan mengapa kita butuh logika di dalam bab pertama. Proses berpikir tidak selamanya menghasilkan kesimpulan yang sahih (benar). Tidak jarang dalam berpikir tersebut, tanpa disadari manusia sampai pada kesimpulan yang keliru (fals) sehingga mengaburkan batas antara benar dan salah (hal 14).

Sebagai buku terjemahan, buku ini disadur dengan baik. Ini terlihat dari contoh-contoh yang digunakan banyak yang sesuai dengan pengetahuan masyarakat Indonesia. Seperti proposisi afirmatif yang didefinisikan sebagai proposisi yang predikatnya membenarkan subjek. Contohnya, Belawan adalah pusat perdagangan terpenting di Indonesia (hal 54).

Selain itu, buku ini menuliskan daftar pertanyaan. Pembaca akan menemukan 5–22 pertanyaan dalam masing-masing bab. Bagi pembaca yang ingin mengetahui seberapa jauh pemahaman terkait penjelasan yang disajikan, mereka dapat menjawab pertanyaan yang ada.

Kekurangan buku ini adalah banyak pertanyaan yang diajukan kepada pembaca berupa pertanyaan dasar di mana jawabannya sudah bisa langsung ditemukan di halaman sebelumnya. Padahal, sebagai buku yang menuntun bagaimana berlogika dengan benar akan lebih sempurna jika pertanyaan-pertanyaan yang dihadirkan membantu pembaca untuk berpikir kritis.

Selain itu, dalam pengantar yang ditulis oleh AB Rozi selaku penerjemah dan penyadur mengatakan adanya contoh dan latihan-latihan di setiap akhir babnya membuat buku ini mudah didaras oleh pemula yang akan belajar logika. Faktanya, tidak semua bab menghadirkan pertanyaan, yaitu dalam bab 8, 15, 16, dan 17.

Baca Juga :  Tutup Cangkir

Namun, itu tidak menjadi masalah besar karena dalam bab yang tidak terdapat pertanyaan, pertanyaan-pertanyaan terkait dimasukkan dalam bab berikutnya. Buku ini juga menyinggung mengenai medan semantik (hal 48), tetapi penulis tidak memberikan definisi untuk istilah tersebut.

Kajian makna hanya diulas sedikit di subbab C. Antara Pengertian dan Makna (Mafhum dan Ma-shadaq) bab 2 (hal 30). Padahal, dalam berlogika, penting untuk mengetahui makna dari setiap pernyataan.

Sebagai buku dengan 160 halaman, termasuk pengantar, daftar isi, dan glosarium, buku bergenre filsafat ini sangat padat. Semacam cara singkat dalam melogika informasi dengan menelisik kata, kalimat, dan mengambil kesimpulan. Dengan kepadatan tersebut, terbitan Diva Press ini bisa diselesaikan dalam waktu baca 1–2 hari.

Manfaat praktis yang bisa didapatkan pembaca adalah membantu lebih kritis dalam memandang wacana yang ada, terutama wacana teks yang umumnya muncul di media massa dan media sosial. Itu juga akan memudahkan pembaca menyaring apakah fenomena yang sedang terjadi bersifat logis atau tidak berdasar kesimpulan yang diambil dari sebab dan akibat.

Peran pemahaman bahasa penting untuk melogika informasi yang diterima sebelum audiens (dalam hal ini pembaca) memercayai dan membagikannya. Tentu saja akan menekan persebaran hoaks di tengah cepatnya arus informasi dan komunikasi. (*)

*) YULIANA KRISTIANTI, Mahasiswa Magister Linguistik Universitas Gadjah Mada, Awardee LPDP Kemenkeu

Buku ini semacam cara singkat dalam melogika informasi dengan menelisik kata, kalimat, dan mengambil kesimpulan.

LOGIKA dan bahasa adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Dalam proses berlogika, tanpa disadari kita telah menggunakan bahasa karena kita berusaha memahami sesuatu dengan cara berpikir. Plato dan Aristoteles mengatakan bahwa berpikir adalah berbicara dengan diri sendiri di dalam batin.

Itu berarti kita akan menggunakan bahasa untuk berdialog dengan diri sendiri sebelum memercayai sebuah hal adalah benar atau salah. Jauh sebelum itu, kita harus memiliki kerangka berpikir mengenai sesuatu.

Seperti bagaimana kita mendefinisikan setiap benda, fenomena, kegiatan, dan lainnya menggunakan kata-kata. Itulah kenapa ada istilah terminologi yang berusaha mendefinisikan setiap hal berdasar asal kata pembentuknya.

Ogden dan Richard (1923) berpendapat bahwa simbol, gagasan, dan acuan adalah tiga hal yang berhubungan. Seperti ketika kita berpikir tentang kursi. Kata ”kursi” adalah sebuah simbol.

Kita dapat menyebut sebuah benda dengan ”kursi” karena memiliki gagasan tentang bentuk, bahan, fungsi, dan lainnya mengenai kursi. Kemudian, acuannya adalah benda yang kita sebut sebagai kursi itu tadi.

Mengetahui konsep atau gagasan setiap simbol akan memudahkan kita untuk berlogika dan memahami sesuatu. Buku Seni Logika: Ilmu dan Teknik Berlogika dengan Mudah dan Praktis dari Muhammad Nur Ibrahimi membantu pembaca untuk membongkar logika berpikir dengan bahasa.

Buku ini terdiri atas 19 bagian mulai dari ”Mengapa Kita Butuh Logika” hingga ”Kekeliruan dalam Silogisme”. Ibrahimi menunjukkan bahwa setelah selesai di tataran pemahaman term/kata, dalam berlogika, kita perlu memahami pernyataan/proposisi, dan kemudian membuat penyimpulan/deduksi.

Jika dilihat dari ilmu linguistik, pembahasan mengenai term di buku ini seperti kajian morfologi dan semantik, dan proposisi seperti sintaksis. Namun, proposisi di sini tidak seluas sintaksis dalam linguistik karena hanya membahas kalimat berita (deklaratif).

Baca Juga :  Baju Natal buat sang Cucu

Di bagian deduksi, Ibrahimi menjelaskan mengenai silogisme yang lebih umum ditemukan dalam matematika. Tulisan Ibrahimi sekaligus menjawab hipotesis bahwa bahasa, logika, dan matematika adalah tiga hal yang berkaitan.

Buku ini banyak menyajikan definisi, macam-macam, jenis-jenis, dan contoh penggunaan bagian-bagian yang dibahas. Secara terperinci, Ibrahimi menjabarkan setiap bagian dalam buku.

Dia juga menjabarkan alasan mengapa kita butuh logika di dalam bab pertama. Proses berpikir tidak selamanya menghasilkan kesimpulan yang sahih (benar). Tidak jarang dalam berpikir tersebut, tanpa disadari manusia sampai pada kesimpulan yang keliru (fals) sehingga mengaburkan batas antara benar dan salah (hal 14).

Sebagai buku terjemahan, buku ini disadur dengan baik. Ini terlihat dari contoh-contoh yang digunakan banyak yang sesuai dengan pengetahuan masyarakat Indonesia. Seperti proposisi afirmatif yang didefinisikan sebagai proposisi yang predikatnya membenarkan subjek. Contohnya, Belawan adalah pusat perdagangan terpenting di Indonesia (hal 54).

Selain itu, buku ini menuliskan daftar pertanyaan. Pembaca akan menemukan 5–22 pertanyaan dalam masing-masing bab. Bagi pembaca yang ingin mengetahui seberapa jauh pemahaman terkait penjelasan yang disajikan, mereka dapat menjawab pertanyaan yang ada.

Kekurangan buku ini adalah banyak pertanyaan yang diajukan kepada pembaca berupa pertanyaan dasar di mana jawabannya sudah bisa langsung ditemukan di halaman sebelumnya. Padahal, sebagai buku yang menuntun bagaimana berlogika dengan benar akan lebih sempurna jika pertanyaan-pertanyaan yang dihadirkan membantu pembaca untuk berpikir kritis.

Selain itu, dalam pengantar yang ditulis oleh AB Rozi selaku penerjemah dan penyadur mengatakan adanya contoh dan latihan-latihan di setiap akhir babnya membuat buku ini mudah didaras oleh pemula yang akan belajar logika. Faktanya, tidak semua bab menghadirkan pertanyaan, yaitu dalam bab 8, 15, 16, dan 17.

Baca Juga :  Tutup Cangkir

Namun, itu tidak menjadi masalah besar karena dalam bab yang tidak terdapat pertanyaan, pertanyaan-pertanyaan terkait dimasukkan dalam bab berikutnya. Buku ini juga menyinggung mengenai medan semantik (hal 48), tetapi penulis tidak memberikan definisi untuk istilah tersebut.

Kajian makna hanya diulas sedikit di subbab C. Antara Pengertian dan Makna (Mafhum dan Ma-shadaq) bab 2 (hal 30). Padahal, dalam berlogika, penting untuk mengetahui makna dari setiap pernyataan.

Sebagai buku dengan 160 halaman, termasuk pengantar, daftar isi, dan glosarium, buku bergenre filsafat ini sangat padat. Semacam cara singkat dalam melogika informasi dengan menelisik kata, kalimat, dan mengambil kesimpulan. Dengan kepadatan tersebut, terbitan Diva Press ini bisa diselesaikan dalam waktu baca 1–2 hari.

Manfaat praktis yang bisa didapatkan pembaca adalah membantu lebih kritis dalam memandang wacana yang ada, terutama wacana teks yang umumnya muncul di media massa dan media sosial. Itu juga akan memudahkan pembaca menyaring apakah fenomena yang sedang terjadi bersifat logis atau tidak berdasar kesimpulan yang diambil dari sebab dan akibat.

Peran pemahaman bahasa penting untuk melogika informasi yang diterima sebelum audiens (dalam hal ini pembaca) memercayai dan membagikannya. Tentu saja akan menekan persebaran hoaks di tengah cepatnya arus informasi dan komunikasi. (*)

*) YULIANA KRISTIANTI, Mahasiswa Magister Linguistik Universitas Gadjah Mada, Awardee LPDP Kemenkeu

Terpopuler

Artikel Terbaru