25.8 C
Jakarta
Sunday, September 22, 2024

Ketika MBKM Menjadi Jembatan Karir Mahasiswa

Oleh Erza Angelia Putri

Tingginya angka pengangguran masih menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, persentase tingkat pengangguran terbuka atau TPT per Februari 2024 sebesar 4,82 persen atau 7,2 juta orang.

Meskipun mengalami penurunan sebesar 0,63 persen dari tahun sebelumnya, Namun, angka tersebut masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.

Dari angka tersebut, sebanyak 871.860 merupakan pengangguran dari lulusan perguruan tinggi jenjang sarjana (S1) dan sebanyak 173.846 merupakan lulusan diploma.

Jika ditelusuri, ada beberapa faktor tingginya angka pengangguran terbuka maupun terdidik di Indonesia, salah satunya rendahnya relevansi atau adanya kesenjangan antara kompetensi lulusan perguruan tinggi dengan tuntutan atau kebutuhan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI).

Faktor relevansi ini menjadi perhatian khusus pemerintah. Dalam berbagai kesempatan, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dirjen Diktiristek) Kemendikbudristek, Prof. Dr. rer. nat. Abdul Haris, M.Sc, mengakui kualitas lulusan perguruan tinggi belum sepenuhnyamemenuhi kualifikasi yang dibutuhkan dunia kerja.

 

MBKM Solusi Kesenjangan

Di tengah badai pengangguran ini, Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) hadir sebagai oase di tengah hamparan gurun pasir. Kendati tak lepas dari kritikan, kebijakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi ini bisa menjadi jawaban permasalahan pengangguran.

MBKM membuka kesempatan seluas-luasnya kepada mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman langsung di dunia kerja, usaha, dan industri. Kebijakan yang diatur dalam Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 ini menjadi terobosan pemerintah dalam mengatasi permasalahan dan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi.

Baca Juga :  Sengketa Pilpres Menggoyang Rupiah

Berbagai program diinisiasi untuk memberikan pilihan bagi mahasiswa, seperti proyek kemanusiaan, kewirausahaan, pertukaran pelajar, asistensi mengajar, studi independen, penelitian, hingga praktik kerja atau magang dan bela negara.

Melihat banyaknya benefit program ini, sudah pasti mahasiswa lama (mahasiswa angkatan sebelum MBKM) akan iri. Betapa tidak, dulu, bayangan akan dunia industri dan usaha saja sudah membuat mahasiswa bingungnya bukan main.

Berbeda dengan mahasiswa angkatan sekarang yang memiliki kesempatan secara langsung untuk keluar dari bangku perkuliahan sejenak dan melihat, merasakan, melakukan secara langsung, teori-teori hanya bisa mereka pelajari di dalam kelas menjadi hal yang bisa direalisasikan secara nyata.

MBKM memberikan peluang kepada mahasiswa untuk melangkah lebih jauh. Lebih dari sekadar pemenuhan SKS semata, program MBKM membuka mata mahasiswa mengenai apa yang harus dihadapi di dunia pekerjaan lebih awal.

Sebagai contoh, mahasiswa yang melaksanakan MBKM magang memiliki kesempatan yang lebih untuk mendapatkan pekerjaan dibandingkan mereka yang tidak menjalani magang. Dengan magang, selain merasakan atmosfer dunia industri secara langsung, juga menjadi kesempatan mahasiswa untuk unjuk kompetensi.

Dari sisi perusahaan, hal ini memudahkan mereka mencari SDM dengan kualifikasi yang diharapkan. Terkait hal ini, ada beberapa contoh dimana mahasiswa magang langsung ditarik sebagai SDM perusahaan tempat mereka magang. Ada juga yang sudah lulus mendapat tawaran pekerjaan dari tempatnya magang.

Baca Juga :  Sudah Ada Titik Terang Pencairan Beasiswa Tabe Tapi Belum Puas, Ternyata Ini Alasannya

Student Experience

Memang, tidak semua mahasiswa magang akan langsung mendapatkan pekerjaan. Tetapi dengan magang, mahasiswa mendapatkan pengalaman sebagai modal untuk bekerja dan berkarir di tempat lain. Tingkat pengalaman yang didapatkan mahasiswa bergantung pada seberapa maksimal mereka memanfaatkan kesempatan ini.

Mahasiswa tidak cukup jika hanya belajar di kelas perkuliahan. Mereka juga harus belajar secara langsung. Secara teori, The Cone of Learning atau The Cone of Experience dari Edgar Dale, belajar di tingkat mengerjakan hal-hal yang nyata atau terlibat langsung memiliki presentasi pengalaman termasuk daya ingat yang sangat tinggi.

Pengalaman langsung memberikan dampak paling signifikan dalam pemahaman suatu ilmu. Keterlibatan seseorang dalam pengalaman nyata memungkinkan pemahaman dan ingatan yang lebih kuat, serta mendorong pengambilan keputusan yang lebih bertanggung jawab karena adanya risiko nyata yang harus dihadapi.

Pada akhirnya, masalah pengangguran adalah permasalahan mengenai kurangnya kompetensi atau pengalaman lulusan perguruan tinggi dengan apa yang dibutuhkan industri.

Selanjutnya, perihal pengalaman selain ditentukan oleh sebuah program, tetapi bagian yang paling menentukan adalah seberapa maksimal mahasiswa memanfaatkan kesempatan kuliah dan kesempatan magang atau MBKM itu sendiri.(jpc)

Oleh Erza Angelia Putri

Tingginya angka pengangguran masih menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, persentase tingkat pengangguran terbuka atau TPT per Februari 2024 sebesar 4,82 persen atau 7,2 juta orang.

Meskipun mengalami penurunan sebesar 0,63 persen dari tahun sebelumnya, Namun, angka tersebut masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.

Dari angka tersebut, sebanyak 871.860 merupakan pengangguran dari lulusan perguruan tinggi jenjang sarjana (S1) dan sebanyak 173.846 merupakan lulusan diploma.

Jika ditelusuri, ada beberapa faktor tingginya angka pengangguran terbuka maupun terdidik di Indonesia, salah satunya rendahnya relevansi atau adanya kesenjangan antara kompetensi lulusan perguruan tinggi dengan tuntutan atau kebutuhan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI).

Faktor relevansi ini menjadi perhatian khusus pemerintah. Dalam berbagai kesempatan, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dirjen Diktiristek) Kemendikbudristek, Prof. Dr. rer. nat. Abdul Haris, M.Sc, mengakui kualitas lulusan perguruan tinggi belum sepenuhnyamemenuhi kualifikasi yang dibutuhkan dunia kerja.

 

MBKM Solusi Kesenjangan

Di tengah badai pengangguran ini, Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) hadir sebagai oase di tengah hamparan gurun pasir. Kendati tak lepas dari kritikan, kebijakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi ini bisa menjadi jawaban permasalahan pengangguran.

MBKM membuka kesempatan seluas-luasnya kepada mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman langsung di dunia kerja, usaha, dan industri. Kebijakan yang diatur dalam Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 ini menjadi terobosan pemerintah dalam mengatasi permasalahan dan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi.

Baca Juga :  Sengketa Pilpres Menggoyang Rupiah

Berbagai program diinisiasi untuk memberikan pilihan bagi mahasiswa, seperti proyek kemanusiaan, kewirausahaan, pertukaran pelajar, asistensi mengajar, studi independen, penelitian, hingga praktik kerja atau magang dan bela negara.

Melihat banyaknya benefit program ini, sudah pasti mahasiswa lama (mahasiswa angkatan sebelum MBKM) akan iri. Betapa tidak, dulu, bayangan akan dunia industri dan usaha saja sudah membuat mahasiswa bingungnya bukan main.

Berbeda dengan mahasiswa angkatan sekarang yang memiliki kesempatan secara langsung untuk keluar dari bangku perkuliahan sejenak dan melihat, merasakan, melakukan secara langsung, teori-teori hanya bisa mereka pelajari di dalam kelas menjadi hal yang bisa direalisasikan secara nyata.

MBKM memberikan peluang kepada mahasiswa untuk melangkah lebih jauh. Lebih dari sekadar pemenuhan SKS semata, program MBKM membuka mata mahasiswa mengenai apa yang harus dihadapi di dunia pekerjaan lebih awal.

Sebagai contoh, mahasiswa yang melaksanakan MBKM magang memiliki kesempatan yang lebih untuk mendapatkan pekerjaan dibandingkan mereka yang tidak menjalani magang. Dengan magang, selain merasakan atmosfer dunia industri secara langsung, juga menjadi kesempatan mahasiswa untuk unjuk kompetensi.

Dari sisi perusahaan, hal ini memudahkan mereka mencari SDM dengan kualifikasi yang diharapkan. Terkait hal ini, ada beberapa contoh dimana mahasiswa magang langsung ditarik sebagai SDM perusahaan tempat mereka magang. Ada juga yang sudah lulus mendapat tawaran pekerjaan dari tempatnya magang.

Baca Juga :  Sudah Ada Titik Terang Pencairan Beasiswa Tabe Tapi Belum Puas, Ternyata Ini Alasannya

Student Experience

Memang, tidak semua mahasiswa magang akan langsung mendapatkan pekerjaan. Tetapi dengan magang, mahasiswa mendapatkan pengalaman sebagai modal untuk bekerja dan berkarir di tempat lain. Tingkat pengalaman yang didapatkan mahasiswa bergantung pada seberapa maksimal mereka memanfaatkan kesempatan ini.

Mahasiswa tidak cukup jika hanya belajar di kelas perkuliahan. Mereka juga harus belajar secara langsung. Secara teori, The Cone of Learning atau The Cone of Experience dari Edgar Dale, belajar di tingkat mengerjakan hal-hal yang nyata atau terlibat langsung memiliki presentasi pengalaman termasuk daya ingat yang sangat tinggi.

Pengalaman langsung memberikan dampak paling signifikan dalam pemahaman suatu ilmu. Keterlibatan seseorang dalam pengalaman nyata memungkinkan pemahaman dan ingatan yang lebih kuat, serta mendorong pengambilan keputusan yang lebih bertanggung jawab karena adanya risiko nyata yang harus dihadapi.

Pada akhirnya, masalah pengangguran adalah permasalahan mengenai kurangnya kompetensi atau pengalaman lulusan perguruan tinggi dengan apa yang dibutuhkan industri.

Selanjutnya, perihal pengalaman selain ditentukan oleh sebuah program, tetapi bagian yang paling menentukan adalah seberapa maksimal mahasiswa memanfaatkan kesempatan kuliah dan kesempatan magang atau MBKM itu sendiri.(jpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru