26.1 C
Jakarta
Thursday, April 10, 2025

Meluruskan Pendanaan Pembangunan IKN

PERMASALAHAN pemindahan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) mencuat sebagai subtopik pembahasan pada debat calon wakil presiden (cawapres) Jumat, 22 Desember 2023. Prof Dr Mahfud MD selaku cawapres yang berpasangan dengan Ganjar Pranowo menyatakan bahwa sejauh ini belum ada investor swasta yang terlibat konkret dalam pembiayaan pembangunan IKN. Pernyataan Prof Mahfud itu ditujukan kepada Mas Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres saat debat tersebut.

Mas Gibran menjawab pertanyaan Prof Mahfud dengan menyebutkan sejumlah perusahaan yang telah ikut dalam pendanaan IKN seperti Mayapada dan Agung Sedayu. Terkait hal itu, sejauh yang saya pahami selaku ketua Badan Anggaran DPR, direncanakan pendanaan IKN bersumber dari APBN dan sumber lainnya yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sebagaimana yang diatur oleh Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN.

Jika kita jabarkan secara umum, pendanaan IKN itu bersumber dari tiga pihak. Pertama dari APBN, kedua pemanfaatan dan/atau pemindahtanganan barang milik negara (BMN), serta investasi swasta.

Dari hasil pengecekan data atas sumber pendanaan IKN yang saya lakukan, sejauh ini masih berasal dari APBN. Realisasi APBN untuk IKN dimulai pada tahun 2022 sebesar Rp 5,5 triliun, tahun 2023 ini dianggarkan Rp 29,3 triliun, dan APBN tahun 2024 rencana alokasi sebesar Rp 40,6 triliun. Jadi, sampai 2024 nanti penggunaan APBN direncanakan Rp 75,4 triliun.

Jadi, kalau rencana total anggaran IKN sebesar Rp 466 triliun, maka dibagi menjadi 3 (tiga) indikasi pendanaan. Yaitu APBN sebesar Rp 90,4 triliun, badan usaha/swasta sebesar Rp 123,2 triliun, dan KPBU sebesar Rp 252,5 triliun. Hingga tahun depan alokasi anggaran melalui APBN sudah mencapai 16,1 persen, hampir mencapai 20 persen sebagaimana yang disampaikan Presiden Joko Widodo dan Mas Gibran, yang menargetkan penggunaan APBN maksimal 20 persen saja untuk anggaran IKN.

Baca Juga :  Siap Debat! Gibran Juga Minta Saran dari Berbagai Pihak

Sejauh ini saya juga mencermati belum ada realisasi konkret kucuran investasi swasta atau yang bersumber dari BMN sebagaimana yang diperbolehkan oleh UU. Adapun sejumlah media yang memberitakan adanya investasi sektor swasta sebesar Rp 45 triliun, itu masih letter of intend (LoI) alias sebatas pernyataan komitmen yang belum mewujud dalam aksi investasi yang belum sebesar yang diberitakan. Selain itu, skemanya juga model kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) dan lagi-lagi saya khawatir APBN juga nanti yang menanggungnya.

Itulah yang saya khawatirkan sejak lama, kurang minatnya pihak swasta terhadap pembangunan IKN pada akhirnya meletakkan APBN sebagai sumber pendanaan utama. IKN baru tiga tahun sejak diundang-undangkan, rencana penggunaan anggaran dari APBN sudah mencapai 16,1 persen, padahal ini proyek jangka panjang.

Sebaiknya pemerintah harus memiliki rencana aksi yang berjangka panjang, tahap-setahap, dengan pendanaan yang berimbang antara APBN, KPBU, dan swasta.

Saya sangat memahami kekhawatiran para pengusaha atas investasi mereka ke IKN. Pertama, saat ini tengah berlangsung pemilu. Ada kandidat capres yang berkomitmen meneruskan IKN, tapi ada juga yang menolak IKN. Hal tersebut tentu saja akan menjadi risiko investasi bagi pengusaha. Kami tegaskan, pasangan Ganjar dan Mahfud berkomitmen akan meneruskan pembangunan IKN.

Selain karena sudah menjadi perintah UU, pembangunan IKN kami maksudkan untuk membagi beban Jakarta yang telah kelebihan kapasitas menanggung ruang hidup. Baik sebagai ibu kota negara maupun pusat ekonomi secara layak.

Jakarta tidak mampu menopang standar kehidupan lingkungan hidup yang sehat. Jakarta selalu dinobatkan sebagai kota dengan tingkat polutan besar dunia, bahkan beberapa kali menduduki peringkat kedua dunia. Itulah sebabnya, ibu kota negara perlu dipindahkan untuk mengurangi beban di Jakarta.

Baca Juga :  Menilik Keberpihakan Capres kepada BUMDes

Kedua, dalam meneruskan pembangunan IKN, Ganjar-Mahfud akan lebih berhati hati. Prinsip partisipasi semua pihak, masyarakat, dan swasta harus menjadi yang utama agar IKN tidak dimaknai sebagai pekerjaan pemerintah semata. Untuk mengundang minat swasta terlibat dalam pendanaan IKN, kami akan fokus pada kerja sama pemanfaatan BMN yang menjadi aset pemerintah pusat.

Saya kira skema pemanfaatan BMN ini jauh lebih realistis mengajak swasta berpartisipasi buat IKN ketimbang meminta mereka tabur uang ke IKN secara langsung. Jika mereka mau, tentu skema investasi langsung ke IKN akan jauh lebih baik.

Namun, dengan potensi pasar yang belum konkret, saya kira mereka masih hati-hati melakukan hal itu sehingga masih ragu-ragu. Lebih realistis melibatkan sektor swasta dalam pemanfaatan atau pemindahtanganan BMN yang ada di Jakarta dan sekitarnya dan hasilnya untuk pendanaan IKN.

Ketiga, Ganjar-Mahfud akan merevisi kebijakan pemberian hak guna usaha (HGU) atas tanah di IKN yang mencapai 190 tahun meskipun diberikan secara bertahap. Konsesi itu sangat tidak adil, khususnya bagi generasi mendatang yang seharusnya memiliki hak yang sama.

Jangan kita rebut hak mereka atas tanah dengan membuat HGU 190 tahun untuk kita manfaatkan pada kehidupan kita di masa sekarang. PDI Perjuangan sejalan dengan Prof Mahfud MD atas perlunya menjadikan tanah sebagai ruang keadilan. Pemberian HGU 190 tahun di IKN itu akan kita evaluasi. (*)

*) SAID ABDULLAH, Ketua Badan Anggaran DPR

PERMASALAHAN pemindahan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) mencuat sebagai subtopik pembahasan pada debat calon wakil presiden (cawapres) Jumat, 22 Desember 2023. Prof Dr Mahfud MD selaku cawapres yang berpasangan dengan Ganjar Pranowo menyatakan bahwa sejauh ini belum ada investor swasta yang terlibat konkret dalam pembiayaan pembangunan IKN. Pernyataan Prof Mahfud itu ditujukan kepada Mas Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres saat debat tersebut.

Mas Gibran menjawab pertanyaan Prof Mahfud dengan menyebutkan sejumlah perusahaan yang telah ikut dalam pendanaan IKN seperti Mayapada dan Agung Sedayu. Terkait hal itu, sejauh yang saya pahami selaku ketua Badan Anggaran DPR, direncanakan pendanaan IKN bersumber dari APBN dan sumber lainnya yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sebagaimana yang diatur oleh Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN.

Jika kita jabarkan secara umum, pendanaan IKN itu bersumber dari tiga pihak. Pertama dari APBN, kedua pemanfaatan dan/atau pemindahtanganan barang milik negara (BMN), serta investasi swasta.

Dari hasil pengecekan data atas sumber pendanaan IKN yang saya lakukan, sejauh ini masih berasal dari APBN. Realisasi APBN untuk IKN dimulai pada tahun 2022 sebesar Rp 5,5 triliun, tahun 2023 ini dianggarkan Rp 29,3 triliun, dan APBN tahun 2024 rencana alokasi sebesar Rp 40,6 triliun. Jadi, sampai 2024 nanti penggunaan APBN direncanakan Rp 75,4 triliun.

Jadi, kalau rencana total anggaran IKN sebesar Rp 466 triliun, maka dibagi menjadi 3 (tiga) indikasi pendanaan. Yaitu APBN sebesar Rp 90,4 triliun, badan usaha/swasta sebesar Rp 123,2 triliun, dan KPBU sebesar Rp 252,5 triliun. Hingga tahun depan alokasi anggaran melalui APBN sudah mencapai 16,1 persen, hampir mencapai 20 persen sebagaimana yang disampaikan Presiden Joko Widodo dan Mas Gibran, yang menargetkan penggunaan APBN maksimal 20 persen saja untuk anggaran IKN.

Baca Juga :  Siap Debat! Gibran Juga Minta Saran dari Berbagai Pihak

Sejauh ini saya juga mencermati belum ada realisasi konkret kucuran investasi swasta atau yang bersumber dari BMN sebagaimana yang diperbolehkan oleh UU. Adapun sejumlah media yang memberitakan adanya investasi sektor swasta sebesar Rp 45 triliun, itu masih letter of intend (LoI) alias sebatas pernyataan komitmen yang belum mewujud dalam aksi investasi yang belum sebesar yang diberitakan. Selain itu, skemanya juga model kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) dan lagi-lagi saya khawatir APBN juga nanti yang menanggungnya.

Itulah yang saya khawatirkan sejak lama, kurang minatnya pihak swasta terhadap pembangunan IKN pada akhirnya meletakkan APBN sebagai sumber pendanaan utama. IKN baru tiga tahun sejak diundang-undangkan, rencana penggunaan anggaran dari APBN sudah mencapai 16,1 persen, padahal ini proyek jangka panjang.

Sebaiknya pemerintah harus memiliki rencana aksi yang berjangka panjang, tahap-setahap, dengan pendanaan yang berimbang antara APBN, KPBU, dan swasta.

Saya sangat memahami kekhawatiran para pengusaha atas investasi mereka ke IKN. Pertama, saat ini tengah berlangsung pemilu. Ada kandidat capres yang berkomitmen meneruskan IKN, tapi ada juga yang menolak IKN. Hal tersebut tentu saja akan menjadi risiko investasi bagi pengusaha. Kami tegaskan, pasangan Ganjar dan Mahfud berkomitmen akan meneruskan pembangunan IKN.

Selain karena sudah menjadi perintah UU, pembangunan IKN kami maksudkan untuk membagi beban Jakarta yang telah kelebihan kapasitas menanggung ruang hidup. Baik sebagai ibu kota negara maupun pusat ekonomi secara layak.

Jakarta tidak mampu menopang standar kehidupan lingkungan hidup yang sehat. Jakarta selalu dinobatkan sebagai kota dengan tingkat polutan besar dunia, bahkan beberapa kali menduduki peringkat kedua dunia. Itulah sebabnya, ibu kota negara perlu dipindahkan untuk mengurangi beban di Jakarta.

Baca Juga :  Menilik Keberpihakan Capres kepada BUMDes

Kedua, dalam meneruskan pembangunan IKN, Ganjar-Mahfud akan lebih berhati hati. Prinsip partisipasi semua pihak, masyarakat, dan swasta harus menjadi yang utama agar IKN tidak dimaknai sebagai pekerjaan pemerintah semata. Untuk mengundang minat swasta terlibat dalam pendanaan IKN, kami akan fokus pada kerja sama pemanfaatan BMN yang menjadi aset pemerintah pusat.

Saya kira skema pemanfaatan BMN ini jauh lebih realistis mengajak swasta berpartisipasi buat IKN ketimbang meminta mereka tabur uang ke IKN secara langsung. Jika mereka mau, tentu skema investasi langsung ke IKN akan jauh lebih baik.

Namun, dengan potensi pasar yang belum konkret, saya kira mereka masih hati-hati melakukan hal itu sehingga masih ragu-ragu. Lebih realistis melibatkan sektor swasta dalam pemanfaatan atau pemindahtanganan BMN yang ada di Jakarta dan sekitarnya dan hasilnya untuk pendanaan IKN.

Ketiga, Ganjar-Mahfud akan merevisi kebijakan pemberian hak guna usaha (HGU) atas tanah di IKN yang mencapai 190 tahun meskipun diberikan secara bertahap. Konsesi itu sangat tidak adil, khususnya bagi generasi mendatang yang seharusnya memiliki hak yang sama.

Jangan kita rebut hak mereka atas tanah dengan membuat HGU 190 tahun untuk kita manfaatkan pada kehidupan kita di masa sekarang. PDI Perjuangan sejalan dengan Prof Mahfud MD atas perlunya menjadikan tanah sebagai ruang keadilan. Pemberian HGU 190 tahun di IKN itu akan kita evaluasi. (*)

*) SAID ABDULLAH, Ketua Badan Anggaran DPR

Terpopuler

Artikel Terbaru