KEBERPIHAKAN calon presiden (capres) dan wakilnya terhadap badan usaha milik desa (BUMDes), termasuk di daerah transmigrasi, menjadi sangat penting. Karena dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat transmigrasi.
Jika melihat data-data dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), per 31 November 2023, jumlah BUMDes di daerah transmigrasi mencapai 16.400 unit. Jumlah ini meningkat sebesar 16,4 persen dari tahun sebelumnya yang berjumlah 14.100 unit. Sangat menarik jika para capres-cawapres melihat potensi ini.
Namun, hingga kini tidak semua capres memberi perhatian lebih kepada BUMDes, terutama di daerah transmigrasi. Seperti yang termuat dalam dokumen visi, misi, dan program mereka.
Pasangan Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar dengan visinya ”Indonesia Adil dan Makmur untuk Semua” telah menjelaskan misi yang bersinggungan dengan daerah transmigran, yaitu membangun kota dan desa berbasis kawasan yang manusiawi, berkeadilan, dan saling memajukan. Cukup menarik program-program yang diusung oleh pasangan ini terhadap perhatian pemerintah kepada daerah transmigrasi.
Sedangkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dengan visi ”Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045” menjabarkan misinya, yakni membangun dari desa dan dari bawah untuk pertumbuhan ekonomi, pemerataan ekonomi, dan pemberantasan kemiskinan. Dokumen penjelasan yang diusung pasangan itu juga cukup menyentuh ranah pedesaan, terutama di daerah tertinggal.
Sedangkan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dengan visinya ”Gerak Cepat Menuju Indonesia Unggul” menjabarkan dalam misinya, yakni hilangnya kemiskinan dan ketimpangan antarwilayah dari akarnya. Secara mendetail pasangan itu menjelaskan dalam dokumen visi-misinya mengenai program yang berkaitan. Namun tidak secara spesifik mengangkat isu daerah transmigrasi, hanya kuat dalam sisi percepatan pemerataan pembangunan.
Menjelang debat pertama capres yang mengusung tema ”Pemerintahan, Hukum, HAM, Pemberantasan Korupsi, Penguatan Demokrasi, Peningkatan Layanan Publik, dan Kerukunan Warga”, isu tentang BUMDes dan daerah transmigrasi itu juga bisa jadi pembahasan yang menarik.
Terutama perhatian pemerintah pusat kepada pemerintah desa serta badan usahanya. Sehingga hubungan pusat dan daerah, termasuk wilayah transmigrasi, bisa lebih bermanfaat untuk kepentingan seluruh warga.
Apalagi, tiap 12 Desember diperingati sebagai Hari Bhakti Transmigrasi. Pada 2023 ini menjadi tahun ke-73. Salah satu tujuan Hari Bhakti Transmigrasi adalah memperkuat pemberdayaan dan integrasi transmigrasi ke dalam masyarakat setempat. Integrasi itu salah satunya bisa melalui BUMDes. Sebab, BUMDes bukan sekadar lembaga ekonomi lokal.
Mereka mencerminkan semangat otonomi dan pemberdayaan masyarakat desa. Dukungan yang kukuh dari pemerintah pusat dapat memberikan dorongan signifikan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan kerja lokal, dan mendiversifikasi ekonomi.
Program transmigrasi, yang telah menjadi bagian integral dari pembangunan nasional, seharusnya dapat diintegrasikan dengan baik melalui BUMDes. Keberpihakan capres dapat tecermin dalam sejauh mana kebijakan dan program yang diusungnya bisa menciptakan sinergi antara transmigrasi dan pembangunan ekonomi lokal. Ini akan membantu mengatasi ketidakseimbangan pembangunan antarwilayah.
Mempertimbangkan keberpihakan capres terhadap BUMDes juga harus mencakup investasi pada sumber daya manusia desa. Program pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan akan meningkatkan kapasitas masyarakat desa dalam mengelola BUMDes secara efektif dan berkelanjutan. Intellectual capital pengurus BUMDes menjadi pekerjaan pemerintah.
Intellectual capital dikonseptualisasikan sebagai pengetahuan untuk mengetahui kemampuan organisasi (Nahapiet and Ghoshal, 1998). Zhang et. al. (2017) menunjukkan bahwa modal intelektual dapat meningkatkan kapabilitas organisasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, inovasi proses dan meningkatkan pemahaman dalam mengembangkan kapabilitas.
Jangan biarkan Bumdes berjalan sendiri, namun sinergisitas menjadi kunci suksesnya program BUMDes dan pentahelix approach akan memperkuat program tersebut. Pendekatan pentahelix dengan konsep ABCGM bisa menjadi salah satu program yang baik, yakni akademisi untuk proyek membangun desa dengan skema Merdeka Belajar. Business (pengusaha) untuk terlibat dalam pengembangan usaha desa. Community (komunitas-komunitas UMKM atau industri kreatif) dilibatkan langsung. Government dari sisi pembuat kebijakan. Media sebagai partner promosi.
Keberpihakan capres terhadap BUMDes dan pemerintahan desa harus menyoroti pentingnya partisipasi masyarakat. Proses pengambilan keputusan yang inklusif dan melibatkan masyarakat setempat akan memastikan bahwa keberpihakan tersebut tidak hanya sebatas retorika, tapi juga implementasi nyata yang memberdayakan masyarakat secara langsung.
Dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut, kita dapat membayangkan sebuah Indonesia yang lebih kuat dan berkelanjutan. Di mana setiap desa, khususnya di daerah transmigrasi, mampu tumbuh dan berkembang secara mandiri. Keberpihakan capres terhadap BUMDes adalah langkah awal yang potensial untuk mencapai tujuan mulia tersebut. (*)
*) IRFAN KHARISMA PUTRA, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Manajemen Unair, Dosen Universitas Brawijaya, Konsultan Manajemen Kewirausahaan Desa