28.1 C
Jakarta
Tuesday, September 17, 2024

Dokter dalam Transformasi-Regulasi Kesehatan

UNDANG-UNDANG Kesehatan No 17 Tahun 2023 telah disahkan pada 8 Agustus 2023, menggantikan 11 undang-undang lain yang mencakup kesehatan. Di antaranya, UU Praktik Kedokteran, UU Pendidikan Kedokteran, UU Rumah Sakit, dan beberapa UU lain.

Sebelum ini, dokter memang terikat dengan banyak aturan dalam menjalankan profesinya. Mulai UU tentang praktik kedokteran, UU tentang rumah sakit, UU tentang kesehatan jiwa, UU tentang tenaga kesehatan, dan lainnya.

Bahkan, salah satu profesi yang pendidikannya pun diatur undang-undang. Yaitu, UU Pendidikan Kedokteran. Namun, sejak 2023 dokter terikat dalam satu UU, yaitu UU Kesehatan yang terdiri atas 458 pasal. Peraturan pemerintah sebagai dasar pelaksanaan UU Kesehatan juga telah disahkan pada 26 Juli 2024, berisi 1.172 pasal.

Ada beberapa perubahan di dalam UU Kesehatan yang baru. Di antaranya, tidak perlu lagi rekomendasi organisasi profesi untuk mengurus surat izin praktik, surat tanda registrasi dokter berlaku seumur hidup, pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit (tidak eksklusif berbasis universitas seperti sebelumnya), regulasi mengenai dokter asing, hingga pengaturan satuan kredit profesi (SKP).

Satuan Kredit Profesi

Salah satu adaptasi besar yang harus dijalani dokter adalah mekanisme pengumpulan SKP. Di luar negeri, SKP dikenal sebagai continuing medical education credit (CME credit). Di dalam sistem lama, pengumpulan SKP dokter diperoleh dari mengikuti seminar yang diadakan IDI, pengabdian masyarakat, dan pelayanan kesehatan. Saat ini bila organisasi atau suatu perkumpulan keahlian akan mengadakan seminar, mereka harus menggandeng lembaga pendidikan/pelatihan yang diakui Kemenkes untuk mendapat SKP Kemenkes.

Peserta harus mendaftar di dua tempat, yakni di panitia dan melalui akun Plataran Sehat Kemenkes. Setelah itu, menunggu diverifikasi panitia dan Plataran Sehat Kemenkes. Bagi yang tidak begitu menguasai IT atau menguasai IT, tapi tidak punya banyak waktu, mereka lebih cenderung menyuruh orang lain untuk membantu. Semoga hal seperti itu hanya terjadi pada masa adaptasi.

Baca Juga :  Nalar Politik Kesejahteraan

Karena sejauh ini belum ada regulasi seminar mana yang bisa diikuti dan mendapat SKP yang diakui sebagai ’’angka kredit” dalam pengurusan perpanjangan surat izin praktik (SIP), dokter mengikuti semua acara seminar yang ber-SKP Kemenkes demi mendapat SKP.

Apa pun topik seminarnya. Dokter kandungan mengikuti acara seminar dokter paru, dokter patologi mengikuti seminar dokter anak, dan lainnya. Perlu regulasi mengenai seminar mana yang terhitung sebagai angka kredit untuk seorang dokter sesuai keahliannya.

Dalam menyelenggarakan seminar ber-SKP Kemenkes, semua nama peserta yang mendaftar seminar harus sudah disetorkan ke Plataran Kemenkes sekitar 4 minggu sebelumnya. Dengan begitu, peserta yang mendaftar pada hari H (onsite) juga kesulitan untuk mendapatkan SKP Kemenkes.

Yang sering dikeluhkan sejawat adalah sulitnya proses mendapat verifikasi sebagai peserta seminar atau sudah ikut seminar tapi tidak mendapat SKP di akun Plataran Sehat.

Semua perubahan itu memerlukan adaptasi. Semoga ke depan lebih mudah, lancar, dan praktis dan tetap bisa menjaga kompetensi dokter sesuai tujuan.

Dokter WNA

Salah satu diskusi yang marak dalam beberapa waktu terakhir adalah tentang dokter warga negara asing. Di dalam UU Praktik Kedokteran yang lama, dalam pasal 31 ayat 1 disebutkan bahwa surat tanda registrasi dokter sementara dapat diberikan kepada dokter/dokter gigi warga negara asing yang berpraktik dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, pelayanan kesehatan di bidang kedokteran/kedokteran gigi yang bersifat sementara, hanya berlaku 1 tahun dan dapat diperpanjang untuk satu tahun berikutnya. Surat tanda registrasi dokter WNA tersebut hanya diberikan setelah memenuhi ketentuan.

Di dalam UU Kesehatan 2023, pengaturan dokter asing lebih detail. Di dalam peraturan pemerintah pelaksana UU itu disebutkan, pimpinan tertinggi RS harus WNI, tidak boleh WNA. Selain itu, disebutkan bahwa tenaga medis WNA dilarang menyelenggarakan praktik secara mandiri.

Baca Juga :  Keadaban Politik dan Demokrasi Hijau

Syarat pendayagunaan tenaga medis WNA juga diperinci. Di antaranya, ada permintaan dari fasilitas pelayanan kesehatan, hanya untuk alih teknologi dan ilmu pengetahuan, serta hanya untuk jangka waktu dua tahun dan dapat diperpanjang maksimal 2 tahun berikutnya. Dokter WNA harus melewati evaluasi kompetensi sebelum bisa bekerja di Indonesia.

Setelah UU dan PP Kesehatan disahkan, akan keluar peraturan menteri. Semoga dalam peraturan menteri lebih didetailkan lagi. Terutama pengaturan implikasi hukum dokter WNA bila terdapat kasus medikolegal.

Apakah menjadi tanggung jawab pihak rumah sakit atau dokter pendampingnya. Meski tidak praktik mandiri, tidak tertutup kemungkinan ada kasus hukum yang menimpa dan tidak bisa hanya pihak lokal yang menanggung kesalahannya.

Pendidikan Dokter Spesialis/Subspesialis

Perubahan penting di bidang pendidikan kedokteran mengenai pendidikan dokter spesialis dan subspesialis. Sebelum ini, pendidikan spesialis dan subspesialis hanya diselenggarakan universitas.

Pada peraturan pemerintah yang baru di pasal 576, disebutkan bahwa pendidikan spesialis dan subspesialis juga dapat diselenggarakan rumah sakit pendidikan penyelenggara utama (RSPPU) bekerja sama dengan perguruan tinggi.

Saat ini ada enam RS yang ditunjuk sebagai RSPPU. Yakni, RS Pusat Otak Nasional, RS Mata Cicendo, RS Ortopedi Prof Soeharso, RS Kanker Dharmais, RSAB Harapan Kita, dan RSJPD Harapan Kita. Nantinya, enam RS itu mendidik calon spesialis bekerja sama dengan perguruan tinggi negeri.

Semoga transformasi kesehatan membawa manfaat dan kebaikan bagi rakyat Indonesia, tenaga kesehatan, dan fasilitas kesehatan di Indonesia. Salam semangat…(*)

*) BRAHMANA ASKANDAR TJOKROPRAWIRO, Ketua IDI Surabaya dan dosen FK Unair

UNDANG-UNDANG Kesehatan No 17 Tahun 2023 telah disahkan pada 8 Agustus 2023, menggantikan 11 undang-undang lain yang mencakup kesehatan. Di antaranya, UU Praktik Kedokteran, UU Pendidikan Kedokteran, UU Rumah Sakit, dan beberapa UU lain.

Sebelum ini, dokter memang terikat dengan banyak aturan dalam menjalankan profesinya. Mulai UU tentang praktik kedokteran, UU tentang rumah sakit, UU tentang kesehatan jiwa, UU tentang tenaga kesehatan, dan lainnya.

Bahkan, salah satu profesi yang pendidikannya pun diatur undang-undang. Yaitu, UU Pendidikan Kedokteran. Namun, sejak 2023 dokter terikat dalam satu UU, yaitu UU Kesehatan yang terdiri atas 458 pasal. Peraturan pemerintah sebagai dasar pelaksanaan UU Kesehatan juga telah disahkan pada 26 Juli 2024, berisi 1.172 pasal.

Ada beberapa perubahan di dalam UU Kesehatan yang baru. Di antaranya, tidak perlu lagi rekomendasi organisasi profesi untuk mengurus surat izin praktik, surat tanda registrasi dokter berlaku seumur hidup, pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit (tidak eksklusif berbasis universitas seperti sebelumnya), regulasi mengenai dokter asing, hingga pengaturan satuan kredit profesi (SKP).

Satuan Kredit Profesi

Salah satu adaptasi besar yang harus dijalani dokter adalah mekanisme pengumpulan SKP. Di luar negeri, SKP dikenal sebagai continuing medical education credit (CME credit). Di dalam sistem lama, pengumpulan SKP dokter diperoleh dari mengikuti seminar yang diadakan IDI, pengabdian masyarakat, dan pelayanan kesehatan. Saat ini bila organisasi atau suatu perkumpulan keahlian akan mengadakan seminar, mereka harus menggandeng lembaga pendidikan/pelatihan yang diakui Kemenkes untuk mendapat SKP Kemenkes.

Peserta harus mendaftar di dua tempat, yakni di panitia dan melalui akun Plataran Sehat Kemenkes. Setelah itu, menunggu diverifikasi panitia dan Plataran Sehat Kemenkes. Bagi yang tidak begitu menguasai IT atau menguasai IT, tapi tidak punya banyak waktu, mereka lebih cenderung menyuruh orang lain untuk membantu. Semoga hal seperti itu hanya terjadi pada masa adaptasi.

Baca Juga :  Nalar Politik Kesejahteraan

Karena sejauh ini belum ada regulasi seminar mana yang bisa diikuti dan mendapat SKP yang diakui sebagai ’’angka kredit” dalam pengurusan perpanjangan surat izin praktik (SIP), dokter mengikuti semua acara seminar yang ber-SKP Kemenkes demi mendapat SKP.

Apa pun topik seminarnya. Dokter kandungan mengikuti acara seminar dokter paru, dokter patologi mengikuti seminar dokter anak, dan lainnya. Perlu regulasi mengenai seminar mana yang terhitung sebagai angka kredit untuk seorang dokter sesuai keahliannya.

Dalam menyelenggarakan seminar ber-SKP Kemenkes, semua nama peserta yang mendaftar seminar harus sudah disetorkan ke Plataran Kemenkes sekitar 4 minggu sebelumnya. Dengan begitu, peserta yang mendaftar pada hari H (onsite) juga kesulitan untuk mendapatkan SKP Kemenkes.

Yang sering dikeluhkan sejawat adalah sulitnya proses mendapat verifikasi sebagai peserta seminar atau sudah ikut seminar tapi tidak mendapat SKP di akun Plataran Sehat.

Semua perubahan itu memerlukan adaptasi. Semoga ke depan lebih mudah, lancar, dan praktis dan tetap bisa menjaga kompetensi dokter sesuai tujuan.

Dokter WNA

Salah satu diskusi yang marak dalam beberapa waktu terakhir adalah tentang dokter warga negara asing. Di dalam UU Praktik Kedokteran yang lama, dalam pasal 31 ayat 1 disebutkan bahwa surat tanda registrasi dokter sementara dapat diberikan kepada dokter/dokter gigi warga negara asing yang berpraktik dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, pelayanan kesehatan di bidang kedokteran/kedokteran gigi yang bersifat sementara, hanya berlaku 1 tahun dan dapat diperpanjang untuk satu tahun berikutnya. Surat tanda registrasi dokter WNA tersebut hanya diberikan setelah memenuhi ketentuan.

Di dalam UU Kesehatan 2023, pengaturan dokter asing lebih detail. Di dalam peraturan pemerintah pelaksana UU itu disebutkan, pimpinan tertinggi RS harus WNI, tidak boleh WNA. Selain itu, disebutkan bahwa tenaga medis WNA dilarang menyelenggarakan praktik secara mandiri.

Baca Juga :  Keadaban Politik dan Demokrasi Hijau

Syarat pendayagunaan tenaga medis WNA juga diperinci. Di antaranya, ada permintaan dari fasilitas pelayanan kesehatan, hanya untuk alih teknologi dan ilmu pengetahuan, serta hanya untuk jangka waktu dua tahun dan dapat diperpanjang maksimal 2 tahun berikutnya. Dokter WNA harus melewati evaluasi kompetensi sebelum bisa bekerja di Indonesia.

Setelah UU dan PP Kesehatan disahkan, akan keluar peraturan menteri. Semoga dalam peraturan menteri lebih didetailkan lagi. Terutama pengaturan implikasi hukum dokter WNA bila terdapat kasus medikolegal.

Apakah menjadi tanggung jawab pihak rumah sakit atau dokter pendampingnya. Meski tidak praktik mandiri, tidak tertutup kemungkinan ada kasus hukum yang menimpa dan tidak bisa hanya pihak lokal yang menanggung kesalahannya.

Pendidikan Dokter Spesialis/Subspesialis

Perubahan penting di bidang pendidikan kedokteran mengenai pendidikan dokter spesialis dan subspesialis. Sebelum ini, pendidikan spesialis dan subspesialis hanya diselenggarakan universitas.

Pada peraturan pemerintah yang baru di pasal 576, disebutkan bahwa pendidikan spesialis dan subspesialis juga dapat diselenggarakan rumah sakit pendidikan penyelenggara utama (RSPPU) bekerja sama dengan perguruan tinggi.

Saat ini ada enam RS yang ditunjuk sebagai RSPPU. Yakni, RS Pusat Otak Nasional, RS Mata Cicendo, RS Ortopedi Prof Soeharso, RS Kanker Dharmais, RSAB Harapan Kita, dan RSJPD Harapan Kita. Nantinya, enam RS itu mendidik calon spesialis bekerja sama dengan perguruan tinggi negeri.

Semoga transformasi kesehatan membawa manfaat dan kebaikan bagi rakyat Indonesia, tenaga kesehatan, dan fasilitas kesehatan di Indonesia. Salam semangat…(*)

*) BRAHMANA ASKANDAR TJOKROPRAWIRO, Ketua IDI Surabaya dan dosen FK Unair

Terpopuler

Artikel Terbaru