25.2 C
Jakarta
Friday, December 27, 2024

Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun 2024 di Kalimantan Tengah Antara Harapan dan Kenyataan

PENERIMAAN Peserta Didik Baru (PPDB) tahun pelajaran 2024/2025 telah selesai dilaksanakan di Provinsi Kalimantan Tengah. Namun, hasil dari proses penerimaan ini menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan antar sekolah, khususnya pada jenjang SMA sederajat. Terindikasi bahwa beberapa sekolah menerima peserta didik melebihi kapasitas yang ditetapkan dalam petunjuk teknis atau keputusan tentang kuota rombongan belajar, sementara sekolah-sekolah lain justru kekurangan peserta didik, sehingga tidak tercapainya daya tampung minimal yang telah direncanakan. Fenomena ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam distribusi peserta didik yang perlu segera diatasi untuk memastikan pemerataan kualitas pendidikan di seluruh wilayah Provinsi Kalimantan Tengah.

Kesenjangan antar sekolah ini bukanlah isu yang baru dalam sistem pendidikan di Kalimantan Tengah, tetapi tahun ini permasalahan tersebut semakin menonjol dan membutuhkan perhatian serius dari semua pihak. Adanya disparitas yang signifikan dalam penerimaan peserta didik berdampak pada keberlangsungan operasional beberapa sekolah. Kondisi ini tidak hanya menyoroti ketidakmerataan akses pendidikan tetapi juga mengancam eksistensi beberapa sekolah yang kekurangan peserta didik.

Keadaan di mana sekolah-sekolah yang dianggap favorit di wilayah perkotaan cenderung mengalami kelebihan kuota dari kapasitas yang seharusnya. Sebaliknya, sekolah-sekolah yang dianggap non-favorit justru mengalami kekurangan peserta didik dari kapasitas yang disediakan. Ketimpangan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang efektivitas sistem zonasi dan distribusi fasilitas pendidikan di Kalimantan Tengah.

Sebagai contoh, di Buntok, Kabupaten Barito Selatan, SMA Negeri 1 Buntok pada tahun 2024 ini telah menerima kurang lebih 268 peserta didik baru, dari kapasitas kuota yang seharusnya yaitu kurang lebih untuk 150 peserta didik baru. Di sisi lain, SMA Negeri 2 Buntok, yang terletak sangat berdekatan dengan SMA Negeri 1 Buntok, hanya berhasil menerima kurang lebih 24 peserta didik baru. Kondisi ini dapat mengancam keberlangsungan SMA Negeri 2 Buntok, sekolah terancam tutup karena kekurangan peserta didik. Total peserta didik dari kelas X hingga XII di SMA Negeri 2 Buntok ini hanya berjumlah kurang lebih 67 orang, sedangkan sekolah ini memiliki kurang lebih 30 orang tenaga pengajar. Situasi ini menggambarkan betapa sepinya SMA Negeri 2 Buntok di tengah hiruk-pikuk kota, sehingga menandakan ketidakmerataan yang sangat kontras dalam distribusi peserta didik.

Baca Juga :  Turun Mesin Pemberantasan Korupsi

Faktor Utama Kesenjangan

Salah satu faktor utama yang menyebabkan kesenjangan ini adalah kecenderungan masyarakat untuk memilih sekolah-sekolah favorit. Sekolah favorit dianggap memiliki kualitas pendidikan yang lebih baik dan fasilitas yang lebih lengkap. Hal ini menyebabkan sekolah-sekolah tersebut menerima peserta didik dalam jumlah yang berlebihan, sering kali di luar batas kapasitas yang ditentukan. Selain itu, terdapat indikasi praktik-praktik yang tidak sesuai dengan regulasi, seperti penerimaan peserta didik melalui “jalur belakang” yang semakin memperparah masalah ini.

Dalam konteks ini, sekolah-sekolah favorit sering kali memanfaatkan posisinya untuk menarik peserta didik sebanyak mungkin, dengan harapan mendapatkan alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang lebih besar. Akibatnya, sekolah-sekolah non-favorit terpinggirkan dan menghadapi ancaman penutupan karena tidak memiliki jumlah peserta didik yang memadai untuk operasional. Situasi ini menciptakan siklus kesenjangan yang sulit diputus, di mana sekolah-sekolah dengan sedikit peserta didik tidak dapat meningkatkan fasilitas atau mutu pengajaran karena keterbatasan dana, sehingga tetap tidak menarik bagi calon peserta didik dan orang tua.

Dampak Kesenjangan

Dampak dari ketimpangan ini tidak bisa dianggap sepele. Ketidakadilan dalam akses pendidikan menimbulkan dampak jangka panjang terhadap pengembangan sumber daya manusia di Kalimantan Tengah. Daerah yang sekolah-sekolahnya terpinggirkan akan mengalami stagnasi dalam pembangunan sumber daya manusia, yang pada akhirnya dapat memperlambat kemajuan ekonomi dan sosial. Selain itu, ketimpangan ini juga mengakibatkan peningkatan tekanan pada sekolah-sekolah favorit yang menerima peserta didik melebihi kapasitas, mengganggu proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

Baca Juga :  Keadaban Politik dan Demokrasi Hijau

Rekomendasi dan Solusi

omisi III DPRD Provinsi Kalimantan Tengah mengusulkan beberapa langkah konkret untuk mengatasi kesenjangan ini. Pertama, diperlukan revisi pelaksanaan kebijakan zonasi yang lebih ketat dan adil, memastikan bahwa distribusi peserta didik berjalan sesuai dengan kapasitas sekolah yang tersedia di setiap zona. Pemerintah daerah harus memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya berlaku di atas kertas, tetapi juga diimplementasikan dengan konsisten di lapangan.

Kedua, peningkatan kualitas dan fasilitas di sekolah-sekolah yang kekurangan peserta didik harus menjadi prioritas. Dengan meningkatkan kualitas pendidikan dan fasilitas, diharapkan sekolah-sekolah ini menjadi lebih menarik bagi peserta didik dan orang tua.

Ketiga, diperlukan kampanye edukasi dan sosialisasi yang masif untuk mengubah pola pikir masyarakat mengenai sekolah non-favorit. Pemerintah dan pihak terkait harus bekerja sama untuk menghilangkan stigma negatif terhadap sekolah-sekolah ini dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemerataan pendidikan.

Terakhir, pengawasan dan evaluasi berkala terhadap pelaksanaan PPDB harus ditingkatkan. Dinas Pendidikan dan pihak terkait harus memastikan bahwa semua proses berjalan sesuai dengan petunjuk teknis dan mengidentifikasi praktik-praktik yang menyimpang dari regulasi. Transparansi dalam proses penerimaan peserta didik harus dijaga agar kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan dapat dipulihkan.

Komisi III DPRD Provinsi Kalimantan Tengah menyadari bahwa masalah kesenjangan ini adalah tantangan kompleks yang memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak. Komisi III DPRD Provinsi Kalimantan Tengah berkomitmen untuk terus mengawal upaya pemerataan pendidikan di Kalimantan Tengah. Kami berharap bahwa dengan langkah-langkah strategis yang diusulkan, kesenjangan ini dapat diminimalisir, dan setiap anak di Kalimantan Tengah dapat memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan berkualitas. Pendidikan yang inklusif dan merata adalah kunci untuk mencapai kemajuan yang berkelanjutan dan menciptakan generasi mendatang yang lebih baik. *) Penulis adalah Ketua Komisi III DPRD Provinsi Kalimantan Tengah.

PENERIMAAN Peserta Didik Baru (PPDB) tahun pelajaran 2024/2025 telah selesai dilaksanakan di Provinsi Kalimantan Tengah. Namun, hasil dari proses penerimaan ini menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan antar sekolah, khususnya pada jenjang SMA sederajat. Terindikasi bahwa beberapa sekolah menerima peserta didik melebihi kapasitas yang ditetapkan dalam petunjuk teknis atau keputusan tentang kuota rombongan belajar, sementara sekolah-sekolah lain justru kekurangan peserta didik, sehingga tidak tercapainya daya tampung minimal yang telah direncanakan. Fenomena ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam distribusi peserta didik yang perlu segera diatasi untuk memastikan pemerataan kualitas pendidikan di seluruh wilayah Provinsi Kalimantan Tengah.

Kesenjangan antar sekolah ini bukanlah isu yang baru dalam sistem pendidikan di Kalimantan Tengah, tetapi tahun ini permasalahan tersebut semakin menonjol dan membutuhkan perhatian serius dari semua pihak. Adanya disparitas yang signifikan dalam penerimaan peserta didik berdampak pada keberlangsungan operasional beberapa sekolah. Kondisi ini tidak hanya menyoroti ketidakmerataan akses pendidikan tetapi juga mengancam eksistensi beberapa sekolah yang kekurangan peserta didik.

Keadaan di mana sekolah-sekolah yang dianggap favorit di wilayah perkotaan cenderung mengalami kelebihan kuota dari kapasitas yang seharusnya. Sebaliknya, sekolah-sekolah yang dianggap non-favorit justru mengalami kekurangan peserta didik dari kapasitas yang disediakan. Ketimpangan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang efektivitas sistem zonasi dan distribusi fasilitas pendidikan di Kalimantan Tengah.

Sebagai contoh, di Buntok, Kabupaten Barito Selatan, SMA Negeri 1 Buntok pada tahun 2024 ini telah menerima kurang lebih 268 peserta didik baru, dari kapasitas kuota yang seharusnya yaitu kurang lebih untuk 150 peserta didik baru. Di sisi lain, SMA Negeri 2 Buntok, yang terletak sangat berdekatan dengan SMA Negeri 1 Buntok, hanya berhasil menerima kurang lebih 24 peserta didik baru. Kondisi ini dapat mengancam keberlangsungan SMA Negeri 2 Buntok, sekolah terancam tutup karena kekurangan peserta didik. Total peserta didik dari kelas X hingga XII di SMA Negeri 2 Buntok ini hanya berjumlah kurang lebih 67 orang, sedangkan sekolah ini memiliki kurang lebih 30 orang tenaga pengajar. Situasi ini menggambarkan betapa sepinya SMA Negeri 2 Buntok di tengah hiruk-pikuk kota, sehingga menandakan ketidakmerataan yang sangat kontras dalam distribusi peserta didik.

Baca Juga :  Turun Mesin Pemberantasan Korupsi

Faktor Utama Kesenjangan

Salah satu faktor utama yang menyebabkan kesenjangan ini adalah kecenderungan masyarakat untuk memilih sekolah-sekolah favorit. Sekolah favorit dianggap memiliki kualitas pendidikan yang lebih baik dan fasilitas yang lebih lengkap. Hal ini menyebabkan sekolah-sekolah tersebut menerima peserta didik dalam jumlah yang berlebihan, sering kali di luar batas kapasitas yang ditentukan. Selain itu, terdapat indikasi praktik-praktik yang tidak sesuai dengan regulasi, seperti penerimaan peserta didik melalui “jalur belakang” yang semakin memperparah masalah ini.

Dalam konteks ini, sekolah-sekolah favorit sering kali memanfaatkan posisinya untuk menarik peserta didik sebanyak mungkin, dengan harapan mendapatkan alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang lebih besar. Akibatnya, sekolah-sekolah non-favorit terpinggirkan dan menghadapi ancaman penutupan karena tidak memiliki jumlah peserta didik yang memadai untuk operasional. Situasi ini menciptakan siklus kesenjangan yang sulit diputus, di mana sekolah-sekolah dengan sedikit peserta didik tidak dapat meningkatkan fasilitas atau mutu pengajaran karena keterbatasan dana, sehingga tetap tidak menarik bagi calon peserta didik dan orang tua.

Dampak Kesenjangan

Dampak dari ketimpangan ini tidak bisa dianggap sepele. Ketidakadilan dalam akses pendidikan menimbulkan dampak jangka panjang terhadap pengembangan sumber daya manusia di Kalimantan Tengah. Daerah yang sekolah-sekolahnya terpinggirkan akan mengalami stagnasi dalam pembangunan sumber daya manusia, yang pada akhirnya dapat memperlambat kemajuan ekonomi dan sosial. Selain itu, ketimpangan ini juga mengakibatkan peningkatan tekanan pada sekolah-sekolah favorit yang menerima peserta didik melebihi kapasitas, mengganggu proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

Baca Juga :  Keadaban Politik dan Demokrasi Hijau

Rekomendasi dan Solusi

omisi III DPRD Provinsi Kalimantan Tengah mengusulkan beberapa langkah konkret untuk mengatasi kesenjangan ini. Pertama, diperlukan revisi pelaksanaan kebijakan zonasi yang lebih ketat dan adil, memastikan bahwa distribusi peserta didik berjalan sesuai dengan kapasitas sekolah yang tersedia di setiap zona. Pemerintah daerah harus memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya berlaku di atas kertas, tetapi juga diimplementasikan dengan konsisten di lapangan.

Kedua, peningkatan kualitas dan fasilitas di sekolah-sekolah yang kekurangan peserta didik harus menjadi prioritas. Dengan meningkatkan kualitas pendidikan dan fasilitas, diharapkan sekolah-sekolah ini menjadi lebih menarik bagi peserta didik dan orang tua.

Ketiga, diperlukan kampanye edukasi dan sosialisasi yang masif untuk mengubah pola pikir masyarakat mengenai sekolah non-favorit. Pemerintah dan pihak terkait harus bekerja sama untuk menghilangkan stigma negatif terhadap sekolah-sekolah ini dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemerataan pendidikan.

Terakhir, pengawasan dan evaluasi berkala terhadap pelaksanaan PPDB harus ditingkatkan. Dinas Pendidikan dan pihak terkait harus memastikan bahwa semua proses berjalan sesuai dengan petunjuk teknis dan mengidentifikasi praktik-praktik yang menyimpang dari regulasi. Transparansi dalam proses penerimaan peserta didik harus dijaga agar kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan dapat dipulihkan.

Komisi III DPRD Provinsi Kalimantan Tengah menyadari bahwa masalah kesenjangan ini adalah tantangan kompleks yang memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak. Komisi III DPRD Provinsi Kalimantan Tengah berkomitmen untuk terus mengawal upaya pemerataan pendidikan di Kalimantan Tengah. Kami berharap bahwa dengan langkah-langkah strategis yang diusulkan, kesenjangan ini dapat diminimalisir, dan setiap anak di Kalimantan Tengah dapat memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan berkualitas. Pendidikan yang inklusif dan merata adalah kunci untuk mencapai kemajuan yang berkelanjutan dan menciptakan generasi mendatang yang lebih baik. *) Penulis adalah Ketua Komisi III DPRD Provinsi Kalimantan Tengah.

Terpopuler

Artikel Terbaru