32.4 C
Jakarta
Thursday, August 28, 2025

Hanya Modal Berani, Begini Kisah Perias Jenazah di Banjarmasin

Pandangan Wardah menyapu ruangan yang sunyi. Ia seorang diri di sana. Hening. Hanya terdengar suara jam dinding yang berderak. Jarumnya menunjuk pukul dua dini hari.

 ***
HAWA AC terasa dingin menusuk kulit. Bulu kuduknya meremang. Dadanya berdegup kencang.

Di hadapannya, terbaring tubuh seorang perempuan yang baru saja mengembuskan napas terakhir.

Perlahan, Wardah membuka tas berisi peralatan rias. Satu per satu ia keluarkan: kuas, spons, bedak dengan tangan yang sedikit bergetar.

Malam itu, untuk pertama kalinya, ia mendandani jenazah di Rumah Duka Mulia Sejahtera di Jalan Veteran, Banjarmasin Tengah.

“Petugas lain sedang tak ada, sementara keluarga almarhum sudah menunggu. Saya cuma modal berani,” kenangnya.

Meski gugup di awal, pengalaman itu membekas kuat. Jenazah yang ia rias malam kabarnya adalah kerabat dari Agnes Monica—artis ibukota.

“Wajahnya cantik banget. Setelah mulai berjalan, saya malah tidak merasa takut lagi ketika itu,” ujarnya, Rabu (27/8).

Baca Juga :  Kami Tidak Punya Alat Sadap, Hanya Handphone

Peristiwa sekitar satu setengah tahun lalu itu menjadi titik awal Wardah menekuni pekerjaan yang kini menjadi sumber penghasilan sampingannya. Sebelumnya, perempuan berusia 48 tahun ini hanya bertugas mengawasi proses pelayanan jenazah.

Seiring waktu, ia mulai akrab dengan pekerjaan ini. Namun tak semua pengalaman berjalan mulus. Pernah, ia harus merias jenazah seorang warga negara asing yang meninggal karena demam berdarah.

Proses pemulangan ke kampungnya memakan waktu berbulan-bulan, jenazah pun harus diformalin dan disimpan dalam freezer.

“Kulitnya sudah nggak meresap make up, wajahnya mulai menggelap. Jadi hasilnya nggak bisa sempurna,” ceritanya.

Rutinitasnya dimulai saat tubuh tiba dari rumah sakit atau rumah duka. Setelah dimandikan dan dipakaikan pakaian bersih, barulah Wardah bekerja.

“Hampir nggak ada bedanya sama merias orang hidup, meskipun saya sendiri belum pernah merias orang hidup. Tapi malah lebih gampang, karena yang ini tidak cerewet,” ujarnya, tersenyum tipis.

Baca Juga :  Sehari Sebelum Tes Sengaja Tidak Belajar, Tak Menyangka Raih Nilai Ter

Peralatannya sederhana saja: foundation, bedak, lipstik, hingga semprotan rambut. Namun hasil riasannya sering kali memberi arti mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan.

“Kalau mereka puas, rasanya beda. Lebih puas ke batin,” ujar ibu empat anak ini.

Meski sebagian besar kliennya non-muslim, Wardah yang beragama Islam tidak pernah menjadikannya batasan. “Kita kan manusia. Meski keyakinan berbeda, kembalinya tetap kepada Tuhan. Jadi setiap orang yang ingin menghadap Tuhan harus bersih dan suci,” ucapnya.

Apakah pernah merasa takut? Wardah tersenyum. “Paling cuma waswas kalau dapat jenazah tengah malam, apalagi malam Jumat. Namanya juga manusia, kan,” ungkapnya.

Meski begitu, ia memilih tak membawa pulang beban emosional dari pekerjaannya. “Kalau sudah selesai, ya anggap lupa. Supaya hati tenang,” tutupnya.(jpg)

Pandangan Wardah menyapu ruangan yang sunyi. Ia seorang diri di sana. Hening. Hanya terdengar suara jam dinding yang berderak. Jarumnya menunjuk pukul dua dini hari.

 ***
HAWA AC terasa dingin menusuk kulit. Bulu kuduknya meremang. Dadanya berdegup kencang.

Di hadapannya, terbaring tubuh seorang perempuan yang baru saja mengembuskan napas terakhir.

Perlahan, Wardah membuka tas berisi peralatan rias. Satu per satu ia keluarkan: kuas, spons, bedak dengan tangan yang sedikit bergetar.

Malam itu, untuk pertama kalinya, ia mendandani jenazah di Rumah Duka Mulia Sejahtera di Jalan Veteran, Banjarmasin Tengah.

“Petugas lain sedang tak ada, sementara keluarga almarhum sudah menunggu. Saya cuma modal berani,” kenangnya.

Meski gugup di awal, pengalaman itu membekas kuat. Jenazah yang ia rias malam kabarnya adalah kerabat dari Agnes Monica—artis ibukota.

“Wajahnya cantik banget. Setelah mulai berjalan, saya malah tidak merasa takut lagi ketika itu,” ujarnya, Rabu (27/8).

Baca Juga :  Kami Tidak Punya Alat Sadap, Hanya Handphone

Peristiwa sekitar satu setengah tahun lalu itu menjadi titik awal Wardah menekuni pekerjaan yang kini menjadi sumber penghasilan sampingannya. Sebelumnya, perempuan berusia 48 tahun ini hanya bertugas mengawasi proses pelayanan jenazah.

Seiring waktu, ia mulai akrab dengan pekerjaan ini. Namun tak semua pengalaman berjalan mulus. Pernah, ia harus merias jenazah seorang warga negara asing yang meninggal karena demam berdarah.

Proses pemulangan ke kampungnya memakan waktu berbulan-bulan, jenazah pun harus diformalin dan disimpan dalam freezer.

“Kulitnya sudah nggak meresap make up, wajahnya mulai menggelap. Jadi hasilnya nggak bisa sempurna,” ceritanya.

Rutinitasnya dimulai saat tubuh tiba dari rumah sakit atau rumah duka. Setelah dimandikan dan dipakaikan pakaian bersih, barulah Wardah bekerja.

“Hampir nggak ada bedanya sama merias orang hidup, meskipun saya sendiri belum pernah merias orang hidup. Tapi malah lebih gampang, karena yang ini tidak cerewet,” ujarnya, tersenyum tipis.

Baca Juga :  Sehari Sebelum Tes Sengaja Tidak Belajar, Tak Menyangka Raih Nilai Ter

Peralatannya sederhana saja: foundation, bedak, lipstik, hingga semprotan rambut. Namun hasil riasannya sering kali memberi arti mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan.

“Kalau mereka puas, rasanya beda. Lebih puas ke batin,” ujar ibu empat anak ini.

Meski sebagian besar kliennya non-muslim, Wardah yang beragama Islam tidak pernah menjadikannya batasan. “Kita kan manusia. Meski keyakinan berbeda, kembalinya tetap kepada Tuhan. Jadi setiap orang yang ingin menghadap Tuhan harus bersih dan suci,” ucapnya.

Apakah pernah merasa takut? Wardah tersenyum. “Paling cuma waswas kalau dapat jenazah tengah malam, apalagi malam Jumat. Namanya juga manusia, kan,” ungkapnya.

Meski begitu, ia memilih tak membawa pulang beban emosional dari pekerjaannya. “Kalau sudah selesai, ya anggap lupa. Supaya hati tenang,” tutupnya.(jpg)

Terpopuler

Artikel Terbaru

/