TEMPAT yang berkaitan dengan pemulasaraan jenazah biasanya identik dengan cerita-cerita mistis yang bikin bulu kuduk merinding. Entah itu dialami penjaga, karyawan, maupun pengunjung. Ingin menguak cerita misteri di krematorium Kota Semarang, wartawan Koran ini pun mencoba mendatangi tempat kremasan jenazah di Kecamatan Tembalang.
Rabu (28/7/2021) lalu, wartawan jaringan media ini sampai di lokasi. Suasananya cukup sunyi. Kondisi di lingkungan krematorium minim cahaya. Hanya lampu kantor saja yang dibiarkan menyala. Namun sayang, wartawan Koran ini tidak diberi kesempatan menelusuri sejumlah ruangan. Seorang penjaga, namanya Slamet, meminta Koran ini untuk kembali keesokan harinya.
“Kalau ke sini jangan malam-malam mas. Siapa pun tidak saya izinkan kalo datang ke sini malam hari,” kata pria yang sudah mengabdi selama 34 tahun itu.
Akhirnya keesokan harinya, kembali datang. Sore itu, Pak Slamet berkenan menemani jalan-jalan untuk melihat suasana gedung krematorium. Awalnya tidak merasakan apa-apa saat berada di gedung bagian atas. Namun ketika beranjak ke salah satu tempat pembakaran jenazah yang berada di pojok bangunan, tiba-tiba wartawan media ini merasakan panas, sesak, dan mual.
Padahal tidak ada prosesi apa pun. Kondisi krematorium menjelang maghrib sudah kosong. Selama puluhan tahun bekerja, Pak Slamet mengaku tidak pernah bertemu atau diganggu mahkluk halus.
“Saya tidak pernah tuh yang namanya diganggu sebangsa begitu. Tapi ada beberapa pengunjung yang sering cerita dengan saya kalau pernah ketemu sama hantu,” kata Slamet, Kamis (29/7/2021) sore.
Pak Slamet pun mulai bercerita tentang hal mistis yang pernah dialami oleh manajer krematorium. “Kejadiannya malam. Saat itu dia (manajer) mendengar suara gamelan gitu. Padahal saya tidak dengar,” ungkapnya.
Kejadian lain, ketika Pak Slamet menemani petugas PLN untuk membenahi listrik di krematorium. Petugas itu melihat sosok yang besar dan tinggi sekali di belakang Pak Slamet. Namun lagi-lagi dia tidak melihatnya.
“Itu lho di ruang di sel posisinya,” jelasnya sambil menunjuk posisi penampakan saat itu. Berbeda dengan Pak Slamet, cerita lebih menyeramkan dan bikin merinding dialami penjaga lain yang enggan disebut namanya. Dulu sebelum adanya kejadian itu, ia adalah penjaga yang pemberani. Suka menyendiri. Sering tidur di dekat toilet. Kadang juga tidur di dekat tumpukan peti yang ada di krematorium. Namun setelah peristiwa itu, dia menjadi trauma.
Waktu itu, seperti biasa ia berjaga malam memutari gedung krematorium seorang diri. Tiba-tiba pintu di salah satu gedung nomor dua terbuka. Padahal tidak ada angin. Tanpa berpikir macam-macam, ia pun menutup kembali pintu tersebut. Anehnya, beberapa saat pintu terbuka lagi.
“Kemudian saya tutup lagi dan saya tinggal jalan gitu aja,” ceritanya.
Namun ia dibuat penasaran dengan sekilas sosok putih di sela-sela pintu. Mengobati penasarannya, ia pun membuka pintu tersebut. “Saya lihat ada pocong berdiri tegap di sana, matanya hitam. Saat itu juga saya tidak bisa apa-apa. Mau lari tidak bisa, mau teriak juga tidak bisa. Saya hanya bisa melotot melihat pocong itu,” katanya.
Keesokan harinya ia pun diminta manajer untuk membenahi baut yang terlepas di salah satu alat pembakaran di gedung tersebut.
“Cuma saya iyain aja karena masih trauma dengan kejadian itu,” ungkapnya.