27.3 C
Jakarta
Sunday, September 8, 2024

Kisah Suara Laut: Perjuangan Nelayan Lokal Penjaga HAM Nelayan dan Masyarakat Sipil

Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Nelayan dan Masyarakat Sipil yang jatuh setiap tanggal 13 Januari, menjadi momentum bersejarah bagi ribuan nelayan di Kalimantan Barat. Namun, di balik peringatan tersebut, ada kisah mengharukan Ahmad (48), seorang nelayan pemberani Kubu Raya, yang terus mempertahankan keberadaan nelayan lokal di tengah serbuan cantrang dari luar Kalbar. Di satu sisi pertarungan tak kalah gesitnya memperoleh BBM jenis solar subsidi untuk nelayan juga terus disuarakan?

DENY HAMDANI, KUBU RAYA.

AHMAD, seorang pemimpin di komunitas nelayan Kubu Raya, telah menjadi simbol perlawanan dan ketabahan bagi para nelayan setempat. “Kami berjuang mengais rezeki dari laut, tetapi hadirnya cantrang asing semakin mempersempit lahan tangkapan kami.

Ini bukan hanya soal mencari ikan, tetapi juga menjaga keberlangsungan hidup keluarga kami,” ujarnya dengan nada penuh kesal belum lama ini.

Nelayan asal Kubu ini beranggapan bahwa kehadiran cantrang dari luar Kalbar telah menjadi ancaman serius bagi nelayan lokal. Di satu sisi juga mempengaruhi hasil tangkapan para nelayan secara signifikan.

Jelas ini rentan menciptakan ketegangan di antara komunitas nelayan termasuk situasi dampak sulitnya memperoleh Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi, khususnya jenis solar. BBM tersebut sangat dibutuhkan untuk melaut.

“Tak ada solar membatasi mobilitas kami menangkap ikan, cumi dan udang di lautan. Kami terjebak dalam situasi sulit dimana akses ke BBM jenis solar terbatas. Padahal, itu adalah nyawa dari perahu kami untuk mencari ikan,” ucapnya ambil menatap horison laut yang membisu.

Berdasarkan informasi dari Masyarakat Sipil, banyaknya perubahan kebijakan terkait subsidi BBM telah mengakibatkan pasokan tidak menentu untuk nelayan.

Belum lagi soal ketatnya aturan adminitrasi. Baginya dan kawan-kawan, hal ini tidak hanya membatasi akses melaut, tetapi memberikan tekanan ekonomi signifikan.

Baca Juga :  Nelayan Rela Antre Berjam-jam untuk Bisa Dapat Solar

“Namun, di tengah-tengah kesulitan, semangat kebersamaan antar nelayan dan dukungan dari beberapa pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil, telah memberikan harapan baru bagi komunitas kami, para nelayan di Kubu Raya. Langkah-langkah advokasi terus digelorakan guna menyelesaikan masalah ini, memberikan peluang bagi nelayan-nelayan lokal untuk terus berkarya dan mencari nafkah dengan layak,” jelasnya.

Ahmad melanjutkan berjuang melawan dan bertarung akan kehadiran nelayan cantrang luar Kalbar karena memang harus dilakukan. Pasalnya, mereka-mereka sudah merampas sumber daya laut, mengancam mata pencaharian, dan mengganggu keseimbangan ekosistem maritim di wilayah lautan mereka.

“Sungguh ironis melihat keadaan. Kami, sebagai nelayan lokal berjuang mencari rezeki dan melindungi sumber daya laut yang kami rawat dengan penuh cinta. Namun, hadirnya nelayan cantrang luar daerah membuat kami merasa terpinggirkan,” ucap dia kembali.

Perjuangan Ahmad bukanlah semata-mata untuk dirinya sendiri, melainkan juga bagi seluruh komunitas nelayan Kalimantan Barat.

Nah, menyambut Hari HAM Nelayan dan Masyarakat Sipil, Ahmad dan segenap komunitas nelayan Kalbar mendesak pemerintah lebih memberikan perhatian mendalam dalam menegakkan hak-hak nelayan lokal.

Mereka juga mengajak masyarakat sipil dan pemangku kepentingan bersatu padu dalam menjaga keberlangsungan sumber daya laut, dan memperjuangkan akses adil terhadap BBM subsidi.

Burhanuddin Abdullah, SH Direktur Lembaga Kelautan dan Perikanan Indonesia (LKPI) Provinsi Kalbar menyebutkan memang ada perbedaan mencolok keberadaan nelayan lokal dan cantrang asal Jawa.

Untuk industri perikanan dan perairan Kalbar, cantrang luar Kalbar punya jaring besar dilengkapi perangkat teknologi mutakhir. Kapal Cantrang memungkinkan nelayan menangkap cumi dan ikan dengan efisiensi luar biasa.

Sementara, nelayan Kalbar masih menggunakan peralatan tradisional seperti jaring dan perahu kayu, dan  terlihat ketinggalan zaman dan kurang efektif dalam menangkap ikan cumi.

Baca Juga :  Sowan Kiai NU sebelum Bikin Walisongo Chronicles

“Ketidakseimbangan ini menciptakan situasi tegang antara kedua kelompok nelayan. Nelayan Kalbar, yang telah menggantungkan hidup mereka pada hasil tangkapan cumi dan ikan, merasa terancam dengan dominasi teknologi cantrang yang dimiliki nelayan Jawa. Mereka merasa kehilangan pendapatan dan melihat mata pencaharian mereka terancam punah,” ucap dia beberapa waktu lalu.

Dia menyampaikan harusnya kapal cantrang harus berada 12 mill wilayah perairan luar lautan. Di sana sebenarnya operasional kawasan kapal cantrang. Jangan justru mengail rejeki di bawah 12 mill.

“Habis mata pencaharian nelayan lokal. Sudahlah mereka mendapatkan hasil tidak maksimal. sementara BBM dan operasional dikeluarkan sudah berapa. Ini seharusnya menjadi perhatian,” ucapnya.

“Harus tegas melaksanakan permen KKP, itu saja kuncinya. Dimana bunyinya adalah kapal cantrang di atas 12 mill dilarang masuk,” timpal dia.

Dia pun meminta DKP melakukan pengawasan. Ini ditujukan menghindari hal-hal tidak diinginkan kemudian hari, seperti aksi spontanitas pembakaran kapal cantrang. Biarkan duduk bersama antara Polda, Angkatan laut, DKP, dan para nelayan dalam mencari solusi bersama supaya tidak muncul masalah kemudian hari.

Nah, momentum Hari HAM Nelayan dan Masyarakat Sipil ini harusnya menjadi panggung bagi kesadaran akan hak-hak nelayan, keberlanjutan lingkungan, dan perlunya solusi konkret pemerintah mendukung keberlangsungan kehidupan para pahlawan laut ini.

“Komunitas nelayan Kalbar harus diberikan perhatian pemerintah daerah setempat, khususnya dalam menegakkan hak-hak mereka sebagai nelayan lokal. Kami mengajak masyarakat sipil dan pemangku kepentingan bersatu padu dalam menjaga keberlangsungan sumber daya laut, serta memperjuangkan akses adil terhadap BBM subsidi,” pungkas Burhanudin.(*)

Sumber:Pontianak Post

Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Nelayan dan Masyarakat Sipil yang jatuh setiap tanggal 13 Januari, menjadi momentum bersejarah bagi ribuan nelayan di Kalimantan Barat. Namun, di balik peringatan tersebut, ada kisah mengharukan Ahmad (48), seorang nelayan pemberani Kubu Raya, yang terus mempertahankan keberadaan nelayan lokal di tengah serbuan cantrang dari luar Kalbar. Di satu sisi pertarungan tak kalah gesitnya memperoleh BBM jenis solar subsidi untuk nelayan juga terus disuarakan?

DENY HAMDANI, KUBU RAYA.

AHMAD, seorang pemimpin di komunitas nelayan Kubu Raya, telah menjadi simbol perlawanan dan ketabahan bagi para nelayan setempat. “Kami berjuang mengais rezeki dari laut, tetapi hadirnya cantrang asing semakin mempersempit lahan tangkapan kami.

Ini bukan hanya soal mencari ikan, tetapi juga menjaga keberlangsungan hidup keluarga kami,” ujarnya dengan nada penuh kesal belum lama ini.

Nelayan asal Kubu ini beranggapan bahwa kehadiran cantrang dari luar Kalbar telah menjadi ancaman serius bagi nelayan lokal. Di satu sisi juga mempengaruhi hasil tangkapan para nelayan secara signifikan.

Jelas ini rentan menciptakan ketegangan di antara komunitas nelayan termasuk situasi dampak sulitnya memperoleh Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi, khususnya jenis solar. BBM tersebut sangat dibutuhkan untuk melaut.

“Tak ada solar membatasi mobilitas kami menangkap ikan, cumi dan udang di lautan. Kami terjebak dalam situasi sulit dimana akses ke BBM jenis solar terbatas. Padahal, itu adalah nyawa dari perahu kami untuk mencari ikan,” ucapnya ambil menatap horison laut yang membisu.

Berdasarkan informasi dari Masyarakat Sipil, banyaknya perubahan kebijakan terkait subsidi BBM telah mengakibatkan pasokan tidak menentu untuk nelayan.

Belum lagi soal ketatnya aturan adminitrasi. Baginya dan kawan-kawan, hal ini tidak hanya membatasi akses melaut, tetapi memberikan tekanan ekonomi signifikan.

Baca Juga :  Nelayan Rela Antre Berjam-jam untuk Bisa Dapat Solar

“Namun, di tengah-tengah kesulitan, semangat kebersamaan antar nelayan dan dukungan dari beberapa pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil, telah memberikan harapan baru bagi komunitas kami, para nelayan di Kubu Raya. Langkah-langkah advokasi terus digelorakan guna menyelesaikan masalah ini, memberikan peluang bagi nelayan-nelayan lokal untuk terus berkarya dan mencari nafkah dengan layak,” jelasnya.

Ahmad melanjutkan berjuang melawan dan bertarung akan kehadiran nelayan cantrang luar Kalbar karena memang harus dilakukan. Pasalnya, mereka-mereka sudah merampas sumber daya laut, mengancam mata pencaharian, dan mengganggu keseimbangan ekosistem maritim di wilayah lautan mereka.

“Sungguh ironis melihat keadaan. Kami, sebagai nelayan lokal berjuang mencari rezeki dan melindungi sumber daya laut yang kami rawat dengan penuh cinta. Namun, hadirnya nelayan cantrang luar daerah membuat kami merasa terpinggirkan,” ucap dia kembali.

Perjuangan Ahmad bukanlah semata-mata untuk dirinya sendiri, melainkan juga bagi seluruh komunitas nelayan Kalimantan Barat.

Nah, menyambut Hari HAM Nelayan dan Masyarakat Sipil, Ahmad dan segenap komunitas nelayan Kalbar mendesak pemerintah lebih memberikan perhatian mendalam dalam menegakkan hak-hak nelayan lokal.

Mereka juga mengajak masyarakat sipil dan pemangku kepentingan bersatu padu dalam menjaga keberlangsungan sumber daya laut, dan memperjuangkan akses adil terhadap BBM subsidi.

Burhanuddin Abdullah, SH Direktur Lembaga Kelautan dan Perikanan Indonesia (LKPI) Provinsi Kalbar menyebutkan memang ada perbedaan mencolok keberadaan nelayan lokal dan cantrang asal Jawa.

Untuk industri perikanan dan perairan Kalbar, cantrang luar Kalbar punya jaring besar dilengkapi perangkat teknologi mutakhir. Kapal Cantrang memungkinkan nelayan menangkap cumi dan ikan dengan efisiensi luar biasa.

Sementara, nelayan Kalbar masih menggunakan peralatan tradisional seperti jaring dan perahu kayu, dan  terlihat ketinggalan zaman dan kurang efektif dalam menangkap ikan cumi.

Baca Juga :  Sowan Kiai NU sebelum Bikin Walisongo Chronicles

“Ketidakseimbangan ini menciptakan situasi tegang antara kedua kelompok nelayan. Nelayan Kalbar, yang telah menggantungkan hidup mereka pada hasil tangkapan cumi dan ikan, merasa terancam dengan dominasi teknologi cantrang yang dimiliki nelayan Jawa. Mereka merasa kehilangan pendapatan dan melihat mata pencaharian mereka terancam punah,” ucap dia beberapa waktu lalu.

Dia menyampaikan harusnya kapal cantrang harus berada 12 mill wilayah perairan luar lautan. Di sana sebenarnya operasional kawasan kapal cantrang. Jangan justru mengail rejeki di bawah 12 mill.

“Habis mata pencaharian nelayan lokal. Sudahlah mereka mendapatkan hasil tidak maksimal. sementara BBM dan operasional dikeluarkan sudah berapa. Ini seharusnya menjadi perhatian,” ucapnya.

“Harus tegas melaksanakan permen KKP, itu saja kuncinya. Dimana bunyinya adalah kapal cantrang di atas 12 mill dilarang masuk,” timpal dia.

Dia pun meminta DKP melakukan pengawasan. Ini ditujukan menghindari hal-hal tidak diinginkan kemudian hari, seperti aksi spontanitas pembakaran kapal cantrang. Biarkan duduk bersama antara Polda, Angkatan laut, DKP, dan para nelayan dalam mencari solusi bersama supaya tidak muncul masalah kemudian hari.

Nah, momentum Hari HAM Nelayan dan Masyarakat Sipil ini harusnya menjadi panggung bagi kesadaran akan hak-hak nelayan, keberlanjutan lingkungan, dan perlunya solusi konkret pemerintah mendukung keberlangsungan kehidupan para pahlawan laut ini.

“Komunitas nelayan Kalbar harus diberikan perhatian pemerintah daerah setempat, khususnya dalam menegakkan hak-hak mereka sebagai nelayan lokal. Kami mengajak masyarakat sipil dan pemangku kepentingan bersatu padu dalam menjaga keberlangsungan sumber daya laut, serta memperjuangkan akses adil terhadap BBM subsidi,” pungkas Burhanudin.(*)

Sumber:Pontianak Post

Terpopuler

Artikel Terbaru