33 C
Jakarta
Sunday, November 24, 2024

Nagoro, Desa yang Dihuni Ratusan Boneka Orang-orangan Sawah

Tak ada kemeriahan
tatkala sebuah desa tak lagi ditinggali banyak orang. Segala upaya pun
dilakukan agar tetap ada “kehidupan”. Berikut tulisan Saqina Noor Pasha
Tanjung, mahasiswi Fakultas Vokasi Universitas Brawijaya yang sedang magang di
Jawa Pos.

===========================—

PERGILAH ke Nagoro.
Sebuah desa terpencil yang terletak di Pulau Shikoku, Jepang. Di sana Anda akan
bertemu orang-orang yang sedang bekerja di sawah, menunggu bus di halte, atau
hanya duduk-duduk di pinggir jalan sembari bercengkerama.

Namun, cobalah untuk
menyapa mereka. Tidak akan ada jawaban. Sebab, sesungguhnya orang-orang
tersebut bukanlah manusia. Melainkan boneka.

Jalanan yang
berkelok-kelok menuju wilayah itu menggambarkan lokasinya yang jauh dari kota.
Ke situlah Tsukimi Ayano pulang sejak 2000. Ke desa tempatnya menghabiskan masa
kecil.

Ayano pulang membawa
kerinduan. Rasa kangen itulah yang membuat perempuan tersebut berjuang
menghidupkan kembali desa tercintanya yang nyaris mati.

Nagoro adalah salah
satu desa terisolasi di Lembah Iya, Jepang. Penduduknya memilih meninggalkan
desa. Mereka yang lebih muda hijrah ke kota besar demi memperbaiki
perekonomian. Bukan hanya itu, penduduk yang sudah tua telah meninggal.
Akibatnya, desa tersebut kekurangan populasi.

Baca Juga :  Kisah Pedagang Pasar Kahayan, 11 Tahun Jualan, Baru Sekarang Lapak Kebanjiran

Padahal, pada masa
kecil Ayano, lebih dari 300 penduduk tinggal di desa tersebut. Namun, saat ini
hanya ada 27 orang yang masih menetap. Tidak ada generasi muda. Mereka yang
hidup di sana rata-rata berusia di atas 50 tahun.

Awalnya, Ayano hanya
membuat sebuah boneka orang-orangan sawah yang menyerupai sang ayah untuk
menakut-nakuti burung di ladang. Tapi, aktivitasnya tak mandek. Dia justru
membuat boneka lain secara terus-menerus. Sebab, dia ingin mewujudkan harapan
agar desa yang sudah dilupakan tersebut kembali hidup.

Boneka-boneka itu
menjadi saksi bisu atas kesepian mendalam yang dirasakan Ayano. Ayano membuat
boneka yang merepresentasikan keluarga, tetangga, dan warga setempat yang sudah
meninggal. Jumlahnya melebihi penduduk asli yang tinggal di sana.

Baca Juga :  Minta Kelonggaran Waktu untuk Take Away

Hingga sekarang,
total ada 350 boneka yang dibuat. Mereka juga didandani sedemikian rupa agar
mirip dengan aslinya sehingga seolah-olah Ayano dapat “menyapa” warga lagi.

Bahkan, Ayano juga
meletakkan boneka-boneka buatannya di sebuah gedung sekolah yang kosong. Di
dalam ruangan kelas itu mencerminkan suasana belajar-mengajar antara murid dan
guru. Bangunan yang telah ditinggalkan tersebut kini jadi museum.

Sebelum boneka-boneka
itu ada, Nagoro hanyalah sebuah desa biasa yang tidak dipandang orang. Fritz
Schumann, seorang pembuat film asal Jerman, berkunjung ke Nagoro dan membuat
film dokumenter pendek pada 2014. Film Valley of Dolls yang menceritakan karya
Ayano tersebut akhirnya menarik perhatian dunia.

Keunikan Desa Nagoro
menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Lebih dari 3.000 turis asing
mengunjungi nagoro per tahun. “Saya tidak pernah menyangka bahwa orang-orang
dari seluruh penjuru dunia akan datang ke desa terpencil seperti ini,” ucap
Ayano sebagaimana dikutip CNN. (*/c22/dos/JPC)

Tak ada kemeriahan
tatkala sebuah desa tak lagi ditinggali banyak orang. Segala upaya pun
dilakukan agar tetap ada “kehidupan”. Berikut tulisan Saqina Noor Pasha
Tanjung, mahasiswi Fakultas Vokasi Universitas Brawijaya yang sedang magang di
Jawa Pos.

===========================—

PERGILAH ke Nagoro.
Sebuah desa terpencil yang terletak di Pulau Shikoku, Jepang. Di sana Anda akan
bertemu orang-orang yang sedang bekerja di sawah, menunggu bus di halte, atau
hanya duduk-duduk di pinggir jalan sembari bercengkerama.

Namun, cobalah untuk
menyapa mereka. Tidak akan ada jawaban. Sebab, sesungguhnya orang-orang
tersebut bukanlah manusia. Melainkan boneka.

Jalanan yang
berkelok-kelok menuju wilayah itu menggambarkan lokasinya yang jauh dari kota.
Ke situlah Tsukimi Ayano pulang sejak 2000. Ke desa tempatnya menghabiskan masa
kecil.

Ayano pulang membawa
kerinduan. Rasa kangen itulah yang membuat perempuan tersebut berjuang
menghidupkan kembali desa tercintanya yang nyaris mati.

Nagoro adalah salah
satu desa terisolasi di Lembah Iya, Jepang. Penduduknya memilih meninggalkan
desa. Mereka yang lebih muda hijrah ke kota besar demi memperbaiki
perekonomian. Bukan hanya itu, penduduk yang sudah tua telah meninggal.
Akibatnya, desa tersebut kekurangan populasi.

Baca Juga :  Kisah Pedagang Pasar Kahayan, 11 Tahun Jualan, Baru Sekarang Lapak Kebanjiran

Padahal, pada masa
kecil Ayano, lebih dari 300 penduduk tinggal di desa tersebut. Namun, saat ini
hanya ada 27 orang yang masih menetap. Tidak ada generasi muda. Mereka yang
hidup di sana rata-rata berusia di atas 50 tahun.

Awalnya, Ayano hanya
membuat sebuah boneka orang-orangan sawah yang menyerupai sang ayah untuk
menakut-nakuti burung di ladang. Tapi, aktivitasnya tak mandek. Dia justru
membuat boneka lain secara terus-menerus. Sebab, dia ingin mewujudkan harapan
agar desa yang sudah dilupakan tersebut kembali hidup.

Boneka-boneka itu
menjadi saksi bisu atas kesepian mendalam yang dirasakan Ayano. Ayano membuat
boneka yang merepresentasikan keluarga, tetangga, dan warga setempat yang sudah
meninggal. Jumlahnya melebihi penduduk asli yang tinggal di sana.

Baca Juga :  Minta Kelonggaran Waktu untuk Take Away

Hingga sekarang,
total ada 350 boneka yang dibuat. Mereka juga didandani sedemikian rupa agar
mirip dengan aslinya sehingga seolah-olah Ayano dapat “menyapa” warga lagi.

Bahkan, Ayano juga
meletakkan boneka-boneka buatannya di sebuah gedung sekolah yang kosong. Di
dalam ruangan kelas itu mencerminkan suasana belajar-mengajar antara murid dan
guru. Bangunan yang telah ditinggalkan tersebut kini jadi museum.

Sebelum boneka-boneka
itu ada, Nagoro hanyalah sebuah desa biasa yang tidak dipandang orang. Fritz
Schumann, seorang pembuat film asal Jerman, berkunjung ke Nagoro dan membuat
film dokumenter pendek pada 2014. Film Valley of Dolls yang menceritakan karya
Ayano tersebut akhirnya menarik perhatian dunia.

Keunikan Desa Nagoro
menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Lebih dari 3.000 turis asing
mengunjungi nagoro per tahun. “Saya tidak pernah menyangka bahwa orang-orang
dari seluruh penjuru dunia akan datang ke desa terpencil seperti ini,” ucap
Ayano sebagaimana dikutip CNN. (*/c22/dos/JPC)

Terpopuler

Artikel Terbaru