Selasa (7/4), tepat
tiga minggu Maria Darmaningsih serta dua putrinya, Ratri Anindyajati dan Sita
Tyasutami, diumumkan sembuh dari Covid-19. Tepatnya, pada 16 Maret lalu, Menkes
Terawan menampilkan mereka ke hadapan publik dan menyampaikan kabar gembira
tersebut.
Febry Ferdian, Depok
IBU dan anak
itu merupakan pasien pertama yang diketahui terserang virus SARS-CoV-2 di
Indonesia. Sita sebelumnya disebut sebagai pasien 1, Maria pasien 2, dan Ratri
pasien 3. Hari-hari setelah meninggalkan RSPI Sulianti Saroso mereka habiskan
di rumah saja. Mengikuti imbauan pemerintah untuk tidak keluar rumah dahulu.
“Karena kami tidak
hanya bertanggung jawab pada diri sendiri, tapi juga lingkungan,†kata Ratri.
Ada saja kegiatan yang
dilakukan untuk membunuh kebosanan. Ratri yang merupakan produser seni aktif di
media sosial. Dia biasa mengadakan live di akun Instagram-nya. Selain menjawab
pertanyaan netizen, dia menampilkan kemampuannya bermain piano, seperti yang
dilakukannya pada Minggu (5/4).
Ratri juga bergabung
dengan sejumlah akun produk kesehatan dan membagi cerita kesembuhannya lewat
live video. Bersama ibu dan Sita yang merupakan adiknya, hari Minggu itu mereka
mengisi hari dengan melukis bersama di halaman rumah yang berlokasi di
Perumahan Studio Alam, Depok.
“Gw tinggal di luar
Indonesia selama lima tahun ke belakang. Gak sangka liburan pulang kali ini
bisa dapat kesempatan untuk habiskan banyak waktu berkualitas bersama ibu dan
adek,†tulis Ratri.
Dia juga bertanya
kepada para pengikutnya, apa saja kegiatan yang bisa dilakukan selama di rumah
saja itu. Berharap ide yang datang bisa memberinya inspirasi. “Ini memang masa
sulit untuk kita semua. Namun, kalau kita pilih untuk tetap berpikir positif,
pasti selalu ada hikmah di balik musibah ini, di balik situasi yang sangat
tidak menguntungkan ini,†tuturnya.
Diwawancarai beberapa
hari setelah jumpa pers dengan Menkes Terawan, Ratri bercerita bahwa dirinya
termasuk pasien tanpa gejala. Pada Februari lalu dia tiba di Indonesia dari
tempat tinggalnya saat ini di Wina, Austria. Niatnya liburan bertemu bersama
keluarga.
Tiga hari di Jakarta,
tubuhnya demam dan lemas. Namun, Ratri tak punya pikiran macam-macam. Apalagi,
empat hari kemudian, dia sembuh.
Dua minggu setelah itu,
tepatnya pada 2 Maret lalu, Ratri menerima kabar bahwa ibu dan adiknya positif
corona. Pada hari itu dia langsung diminta tes. Hasilnya negatif. “Dua hari
kemudian dipanggil untuk tes ulang. Dan setelah itu diketahui kalau saya
positif,†ungkapnya.
Ratri bersyukur
keluarganya mendapat banyak dukungan, sehingga mereka bisa menjalani hari-hari
kembali dengan baik. Tidak ada tetangga di kompleks yang mengucilkan atau
memberikan label negatif. Hanya, memang mereka membatasi pertemuan, karena
sekali lagi juga ikut merasa bertanggung jawab terhadap kesehatan orang lain.
“Semua penduduk sangat kondusif menerima dan kami bersyukur,’’ ungkap Maria.
Sebetulnya saat tahu
positif corona, mereka semua yakin akan sembuh. Terutama Ratri. Dia tahu
penyebab Covid-19 adalah virus. Tak ada obat tertentu yang bisa menyembuhkan
selain meningkatkan daya tahan tubuh. Namun, Ratri sedikit khawatir dengan
kondisi ibunya yang berusia 64 tahun itu. Untung, kondisi ibunya juga pulih
dengan cepat. “Dibantu dengan infus antibiotik dan vitamin,†cerita Ratri.
Yang paling berat dari
kondisi itu justru penilaian pihak luar. Berita tentang mereka menyebar tak
terkendali. Kehidupan pribadi mereka dikuliti, sehingga membuat mereka stres.
Cara termudah meredakan perasaan itu adalah mematikan televisi (TV) dan fokus
pada penyembuhan.
Maria yang berlatar
belakang penari menyatakan, masa penyembuhan juga menjadi momen dirinya untuk
semakin mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. “Waktu itu saya salat Asar.
Tobat sama Gusti Allah. Nangis guling-guling ini semua apa. Saya rasanya udah
nggak kuat sampai ingin mecahin pintu. Terus, saat itulah saya sadar. Hidup mau
agama, ras apa pun, yang penting itu hubungan dengan Gusti Allah,†ucap dia.
Sita menambahkan,
dirinya tahu positif corona dari tayangan TV. Saat itu dia sudah berada di
rumah sakit bersama ibunya. “Kami berdua nangis-nangis. Karena tahunya dari TV
dulu. Yang kedua, semua data bocor dari grup WhatsApp. Setelah itu, media
sosial saya diserbu dan foto saya tersebar,†jelasnya.
Rasa sedih semakin
menjadi ketika Sita tahu ibunya tertular penyakit itu dari dirinya. Perasaan
tersebut semakin berlipat setelah melihat komentar warganet. Ada yang menyerang
ibunya. “Yang bikin sakit hati lagi bukan hanya fitnah dan menguliti pekerjaan
saya, bahkan menghujat ibu saya,†kata perempuan yang juga menjadi penari dan
pernah menjadi asisten koreografer seremoni Asian Games 2018 itu.
Dukungan keluarga dan
penanganan medis yang baik menjadi kunci kesembuhan mereka. Selama di RSPI,
mereka ditempatkan di kamar yang berbeda, tetapi berdekatan. Bisa saling
melihat lewat jendela kaca.
Sita sangat berterima
kasih kepada tenaga medis RSPI yang begitu sabar menghadapi dirinya. “Mereka
benar-benar baik dan tahu saya nangis terus. Mereka berusaha terus naikin
mental saya. Mereka itu kan perawat dan tenaga medis, ada risiko ketularan
walau pakai APD, tapi mereka nggak takut dan selalu ajak ngobrol aku 15-20
menit,†ungkapnya.
Di RSPI, tak ada
pengobatan spesifik yang mereka terima. Namun, mereka diminta untuk menjaga
supaya bisa tidur dengan cukup dan mengonsumsi makanan bergizi secara teratur.
Kalau ada nyeri atau demam, baru diberi parasetamol. Antibiotik juga diberikan
untuk mencegah adanya bakteri yang mungkin masuk selama mereka di RS tersebut.
Untuk menjaga kondisi,
Sita juga berolahraga kecil. Di atas kasur, dia pernah nekat mencoba gerakan
yoga headstand. Oleh perawat, dia diingatkan untuk berhati-hati agar infusnya
tak copot.
Sita juga berusaha
menghadapi warganet dengan memberikan pesan positif. Kesembuhan akhirnya
berhasil mereka dapatkan setelah menjalani rangkaian perawatan.
Setelah sembuh dan
dinyatakan boleh pulang, Maria yang mengetahui akan diundang Kemenkes sangat
senang. “Ketika ibu tahu kami diundang Pak Terawan, ngotot banget harus pakai
kebaya karena itu representasi Nusantara,†ujarnya.
Mereka terus berpikiran
positif agar dapat keluar dari masalah tersebut. Mereka juga menyampaikan
pentingnya menaati imbauan pemerintah untuk di rumah saja selama beberapa pekan
ke depan.
“Kami fokus di positif,
karena kalau kita berpikiran positif bisa sembuh, Insyaallah. Adanya imbauan
empat belas hari, walau sulit dilakukan, sebisa mungkin jangan takut agar kita
tidak sampai lockdown,†tegas Sita.