Sedikit yang diharap. Justru banyak yang didapat. Kejutan seperti itu hanya bisa datang dari orang yang tidak biasa-biasa saja: Presiden Donald Trump.
Anda pun akan sulit percaya. Tiba-tiba Trump membuat pernyataan ini: akan mengizinkan mahasiswa Tiongkok kuliah di Amerika sampai mencapai jumlah 600.000 orang.
Itu diucapkan Trump saat berbicara dengan tamu khususnya: Presiden Korea Selatan dua hari lalu.
Hanya keseleo lidah?
Tidak. Trump mengucapkannya tidak hanya sekali. Keesokan harinya –di sidang kabinet di Gedung Putih– ia menegaskan hal yang sama.
Memang itu belum keputusan pemerintah. Itu baru penegasan dari seseorang –tapi seseorang itu bernama Donald Trump. Trump pun menjelaskan alasannya yang sangat logis: kelangsungan hidup banyak perguruan tinggi di Amerika tergantung pada banyaknya mahasiswa asing.
Jelaslah: ini perhitungan bisnis. Apalagi dampak pada ekonomi lokal yang didapat dari mahasiswa Tiongkok itu mencapai USD 14 miliar. Hampir Rp 30 triliun.
Para rektor universitas swasta di Indonesia pun akan setuju dengan Trump: jumlah mahasiswa menentukan hidup-mati perguruan tinggi.
Sekarang ini mahasiswa baru universitas-universitas negeri di Indonesia membeludak. Universitas negeri sudah seperti vacuum cleaner. Akibatnya: universitas swasta paceklik mahasiswa. Para rektor swasta akan berkumpul di Yogyakarta minggu depan: bagaimana cara mengerem nafsu universitas negeri.
Yang negeri sendiri juga ingin hidup. Subsidi untuk mereka kini jauh berkurang. Harus cari uang sendiri. Cara paling mudah: menerima mahasiswa sebanyak-banyaknya.
Salah satu universitas negeri di Surabaya tahun ini sampai menerima mahasiswa baru sebanyak 15.000 orang! Satu angkatan saja: Unesa –dahulu IKIP Negeri Surabaya. Top! Terbanyak se Indonesia.
Unesa belum memegang rekor. Rekornya tahun ini dipegang Universitas Terbuka (Negeri): 184.000 orang. Dari Surabaya saja 41.000 orang! Dengan demikian jumlah keseluruhan mahasiswa UT mencapai lebih 762.000 orang.
Trump pun tahu hitungan bisnis universitas. Tapi bisakah omongan Trump kali ini dipegang? Atau itu hanya untuk umpan yang akan menentukan langkah berikutnya? Akankah itu hanya gula-gula untuk pemanis penggiur selera Tiongkok –agar mau memberi kompensasi di bidang yang lain?
Sejauh ini hanya empat negara yang keras pada Amerika-nya Donald Trump: Tiongkok, Kanada, India, dan Brasil. Trump tentu akan menundukkan mereka satu per satu. Dimulai dari Kanada. Lalu bersikap manis pada Tiongkok.
Jumlah 600.000 mahasiswa yang akan diizinkan Trump itu sendiri terlihat seperti pemanjaan yang berlebihan. Sebanyak-banyak mahasiswa Tiongkok di Amerika belum pernah mencapai angka 500.000. Itu pun ributnya sudah bukan main. Mereka sudah dinilai berlebihan. Apalagi, menurut sebagian tokoh yang anti China-nya “keterlaluan”, para mahasiswa Tiongkok itu merangkap sebagai intel-intel komunis.
Anda sudah tahu: rekor terbanyak mahasiswa Tiongkok di Amerika adalah tahun 2019/2020: hanya sebanyak 372.532 orang. Lalu menurun. Ada yang karena pandemi Covid-19. Ada pula karena ketegangan hubungan Amerika-Tiongkok. Tahun lalu jumlah mereka ”hanya” sekitar 277.398 orang.
Maka angka 600.000 jatuhnya seperti meledek. Ledekan gaya Trump. Tapi siapa tahu kali ini betul –justru pemerintah Tiongkok yang akan mengerem angka itu. Caranya mudah: tidak diizinkan pergi. Di Tiongkok cara itu bisa dilaksanakan dengan cepat: di sana, untuk pergi ke luar negeri, harus ada izin pemerintah.
Mahasiswa Tiongkok itu terbanyak kuliah di University of Illinois at Urbana–Champaign (UIUC) –dua jam bermobil ke selatan Chicago. Jumlahnya 6.240 orang. Utamanya kuliah teknik dan bisnis.
Awal tahun ini saya ke sana –Anda sudah membacanya. Saya juga bertemu banyak mahasiswa kita di sana –termasuk yang mendalami ilmu serangga dan cuaca. (Baca di sini:Awan Capung)
University of Southern California juga jadi pilihan utama. Termasuk Columbia University. Mereka sangat menyebar. Pun di pedalaman Kansas; saya melihat banyak mahasiswa Tiongkok. Di universitas sangat kecil di kota kecil Hays: saya sering bicara dengan mereka.
Banyak tokoh dari Kubu Trump sendiri sewot melihat langkah kuda itu. Trump, di mata mereka sudah seperti “pagi tempe, sore kedelai”.
Ahli tempe terbaik dari Bogor pun tidak akan bisa mengubah tempe kembali jadi kedelai –hanya dalam 12 jam. Berarti Trump adalah ahli tempe terbaik di dunia.(Dahlan Iskan)