31.5 C
Jakarta
Monday, November 4, 2024

Tol Demak

SAYA mondar-mandir Semarang-Demak. Kemarin. Salah satunya ke pusat riset stem cell dan kanker di Semarang. Baru. Hebat. Yang dipimpin salah satu dari tiga ”dewa” stem cell Indonesia: Prof. Dr. Agung Putra itu.

Sudah lama saya ingin lewat tol Semarang-Demak. Tapi belum juga jadi. Yang sudah beroperasi baru satu ruas: Sayung-Demak. Sepanjang 16 km. Sedang yang Sayung-Semarang belum jadi. Maka setelah sampai Sayung saya harus kembali ke jalan lama. Yang ruwet itu. Yang macet itu. Yang menguji kesabaran itu.

Malam itu saya tiba di Demak sudah malam. Saya harus makan malam dulu di warung teman lama: Anne Avanti. Sebelum itu saya harus ke makam Mbah Genuk di pusat kota Semarang. Kelak saya harus bikin cerita soal keramatnya lokasi strategis itu.

Saya sangat maklum mengapa ruas tol Sayung-Semarang (Kaligawe) belum juga selesai. Inilah ruas jalan tol yang paling sulit se Indonesia. Uang saja tidak bisa menyelesaikan –apalagi kalau tidak ada banyak uang.

Khususnya yang 6 km.

Yang seperti kolam tambak.

Yang dalamnya seperti tak terukur.

Yang tanahnya bercampur air.

Yang airnya bercampur tanah.

Ruas Kaligawe-Sayung ini panjangnya 10 km. Berarti yang 4 km tidak ada masalah. Yakni dari Kaligawe ke batas ”kolam” itu. Dengan dana Rp 2 triliun yang 4 km itu bisa diselesaikan.

Tapi yang 6 km itu, menantang semua ahli konstruksi jalan tol. Tidak mungkin dilakukan pengurukan. Tanah uruk akan langsung ditelan bumi. Berapa pun banyaknya.

Baca Juga :  Kaya Aset

Sambil menikmati kemacetan Sayung-Semarang saya menghubungi banyak orang. Saya ingin tahu apakah sudah ada jalan keluar. Apakah kesulitan itu sudah dilewati. Dan yang penting apakah sudah mulai dikerjakan.

Saya membayangkan betapa sulit perencanaannya. Alangkah berat pembuatan desain konstruksinya.

“Semua perencanaan, tender, dan penunjukan sudah selesai,” ujar Pramusinto, direktur PT PPSD  (Pembangunan Perumahan Tol Semarang Demak). Ia biasa dipanggil Ito. Kantornya di Sayung. Saya diminta mampir. Untuk diajak berperahu keliling lokasi proyek.

Saya menyesal tidak bisa memenuhi tawaran itu. Berperahu di senja seperti kemarin pasti asyik: asyiknya orang pusing memikirkan bagaimana membangun jalan tol di lahan seperti itu.

Ito lulusan akuntansi Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta. Lalu mengambil S-2 sumber daya manusia di Universitas Andalas. Tapi SMA-nya di SMAN 8 Yogyakarta. Satu angkatan dengan kapolri sekarang.

Meski jarang ke Demak, saya sangat gembira mendengar keterangan Ito itu. Ini kabar gembira bagi orang Demak. Juga bagi orang Jepara, Kudus, Pati, sampai Rembang. Ada harapan jelas siksaan lalu-lintas di kawasan itu segera berakhir.

Sebenarnya Ito menawarkan rute berperahu yang menarik: melihat kuburan apung. Yakni kuburan di tengah lautan air. Dulunya kuburan itu di tengah perkampungan. Kian tahun air rob dari laut kian tinggi. Perumahan di situ tenggelam. Penduduk mengungsi. Yang mati ditinggal di situ. Kalau air lagi surut kuburannya terlihat. Seperti kuburan yang mengapung. Hanya di saat seperti itulah ada yang berperahu berziarah kubur ke situ.

Baca Juga :  Cinta Cilaka

“Meski masih awal, proyek Sayung-Semarang sudah dimulai,” ujar Ito. Berarti tinggal pekerjaan di lapangan. Keruwetan persiapannya sudah berlalu. “Sekarang memang baru mencapai 3 persen, tapi sudah dimulai,” ujarnya.

Saya juga menghubungi Ir Andi Kurnia Kartawiria dari ITB. Andi lah yang merancang konstruksi khusus untuk mengatasi kesulitan di situ: pakai cerucuk bambu. Di atas cerucuk itu dihampar rakit bambu. Di atas rakit itu diberi tanah. Lalu diberi rakit bambu lagi. Tanah lagi. Rakit lagi. Sampai lebih 10 lapisan.

Berarti jalan tol Sayung-Semarang nanti akan seperti mengapung di atas rakit bambu.

“Alhamdulillah proses trial embankment skala penuh sudah selesai,” ujar Andi kemarin sore. Itu untuk mengetahui performa sistem matras bambu di tol Semarang Demak tersebut. “Hasil percobaannya sangat baik,” ujar Andi.

Andi akan menjadikan ilmu konstruksi jalan tol Sayung-Semarang ini sebagai disertasi. Ia lagi menempuh S-3 di Malaysia. Andi lulus S-1 dan S-2 di ITB.

Berarti benar-benar tidak ada masalah dari aspek teknologinya.

“Sudah final. Sudah diuji 12 profesor,” ujar Ito menimpali.

Alangkah leganya kalau tol Sayung-Semarang ini selesai. Saya usul: peresmiannya kelak harus dirayakan oleh para ilmuwan. Presiden Jokowi pasti terharu bisa menyelesaikan ini di akhir masa jabatannya. (Dahlan Iskan)

SAYA mondar-mandir Semarang-Demak. Kemarin. Salah satunya ke pusat riset stem cell dan kanker di Semarang. Baru. Hebat. Yang dipimpin salah satu dari tiga ”dewa” stem cell Indonesia: Prof. Dr. Agung Putra itu.

Sudah lama saya ingin lewat tol Semarang-Demak. Tapi belum juga jadi. Yang sudah beroperasi baru satu ruas: Sayung-Demak. Sepanjang 16 km. Sedang yang Sayung-Semarang belum jadi. Maka setelah sampai Sayung saya harus kembali ke jalan lama. Yang ruwet itu. Yang macet itu. Yang menguji kesabaran itu.

Malam itu saya tiba di Demak sudah malam. Saya harus makan malam dulu di warung teman lama: Anne Avanti. Sebelum itu saya harus ke makam Mbah Genuk di pusat kota Semarang. Kelak saya harus bikin cerita soal keramatnya lokasi strategis itu.

Saya sangat maklum mengapa ruas tol Sayung-Semarang (Kaligawe) belum juga selesai. Inilah ruas jalan tol yang paling sulit se Indonesia. Uang saja tidak bisa menyelesaikan –apalagi kalau tidak ada banyak uang.

Khususnya yang 6 km.

Yang seperti kolam tambak.

Yang dalamnya seperti tak terukur.

Yang tanahnya bercampur air.

Yang airnya bercampur tanah.

Ruas Kaligawe-Sayung ini panjangnya 10 km. Berarti yang 4 km tidak ada masalah. Yakni dari Kaligawe ke batas ”kolam” itu. Dengan dana Rp 2 triliun yang 4 km itu bisa diselesaikan.

Tapi yang 6 km itu, menantang semua ahli konstruksi jalan tol. Tidak mungkin dilakukan pengurukan. Tanah uruk akan langsung ditelan bumi. Berapa pun banyaknya.

Baca Juga :  Kaya Aset

Sambil menikmati kemacetan Sayung-Semarang saya menghubungi banyak orang. Saya ingin tahu apakah sudah ada jalan keluar. Apakah kesulitan itu sudah dilewati. Dan yang penting apakah sudah mulai dikerjakan.

Saya membayangkan betapa sulit perencanaannya. Alangkah berat pembuatan desain konstruksinya.

“Semua perencanaan, tender, dan penunjukan sudah selesai,” ujar Pramusinto, direktur PT PPSD  (Pembangunan Perumahan Tol Semarang Demak). Ia biasa dipanggil Ito. Kantornya di Sayung. Saya diminta mampir. Untuk diajak berperahu keliling lokasi proyek.

Saya menyesal tidak bisa memenuhi tawaran itu. Berperahu di senja seperti kemarin pasti asyik: asyiknya orang pusing memikirkan bagaimana membangun jalan tol di lahan seperti itu.

Ito lulusan akuntansi Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta. Lalu mengambil S-2 sumber daya manusia di Universitas Andalas. Tapi SMA-nya di SMAN 8 Yogyakarta. Satu angkatan dengan kapolri sekarang.

Meski jarang ke Demak, saya sangat gembira mendengar keterangan Ito itu. Ini kabar gembira bagi orang Demak. Juga bagi orang Jepara, Kudus, Pati, sampai Rembang. Ada harapan jelas siksaan lalu-lintas di kawasan itu segera berakhir.

Sebenarnya Ito menawarkan rute berperahu yang menarik: melihat kuburan apung. Yakni kuburan di tengah lautan air. Dulunya kuburan itu di tengah perkampungan. Kian tahun air rob dari laut kian tinggi. Perumahan di situ tenggelam. Penduduk mengungsi. Yang mati ditinggal di situ. Kalau air lagi surut kuburannya terlihat. Seperti kuburan yang mengapung. Hanya di saat seperti itulah ada yang berperahu berziarah kubur ke situ.

Baca Juga :  Cinta Cilaka

“Meski masih awal, proyek Sayung-Semarang sudah dimulai,” ujar Ito. Berarti tinggal pekerjaan di lapangan. Keruwetan persiapannya sudah berlalu. “Sekarang memang baru mencapai 3 persen, tapi sudah dimulai,” ujarnya.

Saya juga menghubungi Ir Andi Kurnia Kartawiria dari ITB. Andi lah yang merancang konstruksi khusus untuk mengatasi kesulitan di situ: pakai cerucuk bambu. Di atas cerucuk itu dihampar rakit bambu. Di atas rakit itu diberi tanah. Lalu diberi rakit bambu lagi. Tanah lagi. Rakit lagi. Sampai lebih 10 lapisan.

Berarti jalan tol Sayung-Semarang nanti akan seperti mengapung di atas rakit bambu.

“Alhamdulillah proses trial embankment skala penuh sudah selesai,” ujar Andi kemarin sore. Itu untuk mengetahui performa sistem matras bambu di tol Semarang Demak tersebut. “Hasil percobaannya sangat baik,” ujar Andi.

Andi akan menjadikan ilmu konstruksi jalan tol Sayung-Semarang ini sebagai disertasi. Ia lagi menempuh S-3 di Malaysia. Andi lulus S-1 dan S-2 di ITB.

Berarti benar-benar tidak ada masalah dari aspek teknologinya.

“Sudah final. Sudah diuji 12 profesor,” ujar Ito menimpali.

Alangkah leganya kalau tol Sayung-Semarang ini selesai. Saya usul: peresmiannya kelak harus dirayakan oleh para ilmuwan. Presiden Jokowi pasti terharu bisa menyelesaikan ini di akhir masa jabatannya. (Dahlan Iskan)

Terpopuler

Artikel Terbaru