32.7 C
Jakarta
Sunday, July 20, 2025

Satu Zaenal

Boleh kalah apa saja, jangan kalah dalam menjalankan kebenaran.

“Itu pesan ayah saya,” ujar penumpang pesawat yang duduk di sebelah saya, Senin pagi lalu.

Ternyata saya sudah mengenalnya. Lama. Tapi baru kali ini bertemu –secara kebetulan pula. Ia adalah pengacara. Aktivis sosial. Wakil ketua umum Ikatan Advokat Indonesia –Ikadin. Namanya: Zaenal Marzuki.

Saya pernah berbicara lewat telepon dengan Zaenal. Yakni ketika akan menulis kemelut gereja Bethany yang tak sudah-sudah itu. Alex adalah pendeta, pendiri, dan pemimpin besar Bethany: Pendeta Alex Abraham. Sangat legendaris.

Pendeta Alex tahu Zaenal adalah aktivis Islam. Dari Jember. Seorang sahabat merekomendasi agar Alex pakai Zaenal. “Saya sudah dibela banyak pengacara teman gereja sendiri. Hasilnya semakin buruk,” ujar Alex saat itu.

Alex, Anda masih ingat, menjadi tersangka empat kali. Pengadunya: anaknya sendiri –atau proxi anaknya. Sebelum itu pun Alex sudah menghadapi perkara-perkara perdata. Kalah pula.

Kali pertama menggunakan jasa Zaenal adalah ketika Pendeta Alex jadi tersangka pencurian perhiasan istrinya sendiri. Satu dari beberapa boks berliannyi hilang.

Padahal awalnya justru Pendeta Alex yang melapor ke polisi: istrinya kehilangan berlian satu boks.

Alex tidak mengadukan siapa-siapa. Hanya ingin agar polisi menemukan berlian yang hilang itu. Justru Alex yang jadi tersangka. Polisi berkesimpulan Alex sendirilah yang mencuri berlian satu boks itu.

Dugaan sementara, berlian itu disimpan di rumah Elke –sekretaris pribadi Alex. Polisi pun akan melakukan penggeledahan di rumah Elke.

Rumor yang dikembangkan di lingkungan Bethany, Elke punya hubungan khusus dengan Alex. Padahal Elke banyak membantu Alex karena istri Alex dalam keadaan sakit stroke. Memang terlihat, ke mana-mana Alex tua didampingi Elke.

Pengacara Zaenal-lah yang berhasil membebaskan Alex dari perkara ini. Tidak ada bukti Alex mencuri. Zaenal juga berhasil mencegah polisi menggeledah rumah Elke –karena tidak ada petunjuk awal Elke terlibat di pencurian berlian.

Belakangan ketahuan aslinya: ada orang lain yang mencuri. Itu pasti ketahuan. Itu soal waktu. Tidak mungkin ada orang luar tahu di mana istri Alex menyimpan kunci rahasianya.

Baca Juga :  Merdeka Udara

Alex jadi tersangka lagi. Semua masih terkait kekuasaan di Bethany. Alex diadukan melakukan pelecehan seksual. Korbannya: pembantu rumah. Empat sekaligus.

Alex mengakui itu. Pun empat pembantunya. Tapi Alex tidak merasa melakukannya.

“Kok di polisi mengaku?” tanya Zaenal pada Alex.

“Saya dipaksa oleh pemeriksa,” jawab Alex.

Zaenal pun bergerak. Dari pemeriksaan polisi ia tahu alamat para pembantu itu. Mereka sudah pulang ke desa masing-masing. Di beberapa kabupaten.

Ke alamat-alamat itulah Zaenal pergi. Ketemu. Semua mengaku dipaksa untuk tanda tangan. Semuanya tidak merasa pernah dilecehkan oleh Pendeta Alex.

Maka Zaenal minta mereka mencabut keterangan di polisi. Satu-per satu. Awalnya mereka takut. Tapi Zaenal berhasil meyakinkan mereka.

Alex pun terbebas dari perkara.

Lalu terjadi lagi: Alex diadukan telah memalsukan dokumen gereja. Itu akibat Alex melakukan kesepakatan perdamaian dengan Pendeta Leo soal siapa pimpinan Bethany yang sah.

Pun ketika Alex menjadi tersangka keempat: menghalangi eksekusi Gereja Bethany di Nginden, Surabaya. Gereja itu sangat cantik, modern, dan besar. Zaenal bukan saja menyelamatkan Alex dari pidana, juga berhasil mengurungkan eksekusi Gereja Bethany.

“Sekarang Anda usia berapa?”

“62 tahun”.

“Apakah anak Anda ada yang jadi pengacara?”

“Ada. Satu. Juga lulusan Universitas Jember. Sekarang sudah mulai beracara,” jawabnya.

Sebagai wakil ketua umum Ikadin –ketua umumnya adalah Prof Dr Otto Hasibuan SH MH, Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan – Zaenal merindukan bersatunya seluruh organisasi pengacara Indonesia.

“Hampir di seluruh dunia mereka hanya punya satu bar association. Ada yang sudah sejak 50 tahun lalu,” kata Zaenal. “Kita sudah ketinggalan terlalu lama,” tambahnya.

Akibatnya, pengacara yang melanggar etika tidak bisa dihukum oleh organisasi. Begitu pelanggarannya akan disidangkan, ia berhenti dari organisasi. Pindah ke organisasi pengacara yang lain.

“Kalau organisasi pengacara hanya satu maka pelanggaran bisa ditindak secara efektif,” katanya. Ia memberi contoh IDI untuk dokter dan INI untuk notaris. Tidak terpecah-pecah.

Baca Juga :  Unair Orla

Zaenal juga aktivis sosial: di Palang Merah Indonesia, PMI. Awalnya di Jember. Sekarang di tingkat provinsi Jatim.

Waktu di Jember ia berhasil membangun gedung Unit Donor Darah tiga lantai. Tanpa bantuan. Ia kelola dana bank darah dengan benar. Bukan hanya gedung yang dibangun. Juga membeli ambulans. Sampai empat buah. Lalu mobil pengangkut donor.

Suatu saat Zaenal terketuk untuk membela seorang dokter yang jadi tersangka narkoba. Ditemukan barangnya di tempat praktiknya. Test urine pun positif.

Tapi si Dokter merasa tidak pernah berurusan dengan narkoba. Zaenal berhasil membongkar bahwa narkoba yang ditemukan di tempat praktik bukan miliknya. Pun urine yang positif itu, didapat dari proses laboratorium yang tidak semestinya.

Si dokter sempat stres berat. Istrinya sedang mengandung anak ketiga. Akhirnya lega. Bebas.

Bahkan Zaenal pernah membebaskan seorang polisi dari status tersangka, juga narkoba. Polisi itu memang bekerja di bagian narkoba. Ia sendiri akhirnya jadi pemakai.

Faktanya: semua terbukti. Bagaimana Zaenal bisa membebaskannya?

“Saya menempatkan polisi itu sebagai korban. Bukan pelaku,” ujarnya. “Yang salah adalah komandannya. Ia hanya korban pekerjaan,” ujar Zaenal.

Alasan Zaenal: si polisi sampai empat tahun bertugas di pekerjaanmya itu. Tidak pernah dipindah. Seharusnya polisi yang ditugaskan di satu tempat yang sensitif tidak boleh lama.

Selama empat tahun pula tidak pernah ada evakuasi. “Berarti atasannya yang salah. Ia hanya korban,” ujar Zaenal.

Akhirnya si polisi hanya dijatuhi hukuman agar dibina dan tidak boleh dipecat.

Zaenal begitu sering berhasil. Termasuk membebaskan bupati dan empat orang pejabat di bawahnya dari tuduhan korupsi. Tapi ia sendiri ternyata orang gagal. Di politik. Ia tidak pernah masuk parpol mana pun. Tapi di Pemilu yang lalu diminta maju sebagai caleg PKS. Gagal terpilih.

Tidak semua orang yang hebat di banyak bidang bisa sukses di bidang politik. Kecuali ia mau mengubah pesan ayahnya menjadi “boleh kalah di segala hal asal menang di politik”.(Dahlan Iskan)

 

Boleh kalah apa saja, jangan kalah dalam menjalankan kebenaran.

“Itu pesan ayah saya,” ujar penumpang pesawat yang duduk di sebelah saya, Senin pagi lalu.

Ternyata saya sudah mengenalnya. Lama. Tapi baru kali ini bertemu –secara kebetulan pula. Ia adalah pengacara. Aktivis sosial. Wakil ketua umum Ikatan Advokat Indonesia –Ikadin. Namanya: Zaenal Marzuki.

Saya pernah berbicara lewat telepon dengan Zaenal. Yakni ketika akan menulis kemelut gereja Bethany yang tak sudah-sudah itu. Alex adalah pendeta, pendiri, dan pemimpin besar Bethany: Pendeta Alex Abraham. Sangat legendaris.

Pendeta Alex tahu Zaenal adalah aktivis Islam. Dari Jember. Seorang sahabat merekomendasi agar Alex pakai Zaenal. “Saya sudah dibela banyak pengacara teman gereja sendiri. Hasilnya semakin buruk,” ujar Alex saat itu.

Alex, Anda masih ingat, menjadi tersangka empat kali. Pengadunya: anaknya sendiri –atau proxi anaknya. Sebelum itu pun Alex sudah menghadapi perkara-perkara perdata. Kalah pula.

Kali pertama menggunakan jasa Zaenal adalah ketika Pendeta Alex jadi tersangka pencurian perhiasan istrinya sendiri. Satu dari beberapa boks berliannyi hilang.

Padahal awalnya justru Pendeta Alex yang melapor ke polisi: istrinya kehilangan berlian satu boks.

Alex tidak mengadukan siapa-siapa. Hanya ingin agar polisi menemukan berlian yang hilang itu. Justru Alex yang jadi tersangka. Polisi berkesimpulan Alex sendirilah yang mencuri berlian satu boks itu.

Dugaan sementara, berlian itu disimpan di rumah Elke –sekretaris pribadi Alex. Polisi pun akan melakukan penggeledahan di rumah Elke.

Rumor yang dikembangkan di lingkungan Bethany, Elke punya hubungan khusus dengan Alex. Padahal Elke banyak membantu Alex karena istri Alex dalam keadaan sakit stroke. Memang terlihat, ke mana-mana Alex tua didampingi Elke.

Pengacara Zaenal-lah yang berhasil membebaskan Alex dari perkara ini. Tidak ada bukti Alex mencuri. Zaenal juga berhasil mencegah polisi menggeledah rumah Elke –karena tidak ada petunjuk awal Elke terlibat di pencurian berlian.

Belakangan ketahuan aslinya: ada orang lain yang mencuri. Itu pasti ketahuan. Itu soal waktu. Tidak mungkin ada orang luar tahu di mana istri Alex menyimpan kunci rahasianya.

Baca Juga :  Merdeka Udara

Alex jadi tersangka lagi. Semua masih terkait kekuasaan di Bethany. Alex diadukan melakukan pelecehan seksual. Korbannya: pembantu rumah. Empat sekaligus.

Alex mengakui itu. Pun empat pembantunya. Tapi Alex tidak merasa melakukannya.

“Kok di polisi mengaku?” tanya Zaenal pada Alex.

“Saya dipaksa oleh pemeriksa,” jawab Alex.

Zaenal pun bergerak. Dari pemeriksaan polisi ia tahu alamat para pembantu itu. Mereka sudah pulang ke desa masing-masing. Di beberapa kabupaten.

Ke alamat-alamat itulah Zaenal pergi. Ketemu. Semua mengaku dipaksa untuk tanda tangan. Semuanya tidak merasa pernah dilecehkan oleh Pendeta Alex.

Maka Zaenal minta mereka mencabut keterangan di polisi. Satu-per satu. Awalnya mereka takut. Tapi Zaenal berhasil meyakinkan mereka.

Alex pun terbebas dari perkara.

Lalu terjadi lagi: Alex diadukan telah memalsukan dokumen gereja. Itu akibat Alex melakukan kesepakatan perdamaian dengan Pendeta Leo soal siapa pimpinan Bethany yang sah.

Pun ketika Alex menjadi tersangka keempat: menghalangi eksekusi Gereja Bethany di Nginden, Surabaya. Gereja itu sangat cantik, modern, dan besar. Zaenal bukan saja menyelamatkan Alex dari pidana, juga berhasil mengurungkan eksekusi Gereja Bethany.

“Sekarang Anda usia berapa?”

“62 tahun”.

“Apakah anak Anda ada yang jadi pengacara?”

“Ada. Satu. Juga lulusan Universitas Jember. Sekarang sudah mulai beracara,” jawabnya.

Sebagai wakil ketua umum Ikadin –ketua umumnya adalah Prof Dr Otto Hasibuan SH MH, Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan – Zaenal merindukan bersatunya seluruh organisasi pengacara Indonesia.

“Hampir di seluruh dunia mereka hanya punya satu bar association. Ada yang sudah sejak 50 tahun lalu,” kata Zaenal. “Kita sudah ketinggalan terlalu lama,” tambahnya.

Akibatnya, pengacara yang melanggar etika tidak bisa dihukum oleh organisasi. Begitu pelanggarannya akan disidangkan, ia berhenti dari organisasi. Pindah ke organisasi pengacara yang lain.

“Kalau organisasi pengacara hanya satu maka pelanggaran bisa ditindak secara efektif,” katanya. Ia memberi contoh IDI untuk dokter dan INI untuk notaris. Tidak terpecah-pecah.

Baca Juga :  Unair Orla

Zaenal juga aktivis sosial: di Palang Merah Indonesia, PMI. Awalnya di Jember. Sekarang di tingkat provinsi Jatim.

Waktu di Jember ia berhasil membangun gedung Unit Donor Darah tiga lantai. Tanpa bantuan. Ia kelola dana bank darah dengan benar. Bukan hanya gedung yang dibangun. Juga membeli ambulans. Sampai empat buah. Lalu mobil pengangkut donor.

Suatu saat Zaenal terketuk untuk membela seorang dokter yang jadi tersangka narkoba. Ditemukan barangnya di tempat praktiknya. Test urine pun positif.

Tapi si Dokter merasa tidak pernah berurusan dengan narkoba. Zaenal berhasil membongkar bahwa narkoba yang ditemukan di tempat praktik bukan miliknya. Pun urine yang positif itu, didapat dari proses laboratorium yang tidak semestinya.

Si dokter sempat stres berat. Istrinya sedang mengandung anak ketiga. Akhirnya lega. Bebas.

Bahkan Zaenal pernah membebaskan seorang polisi dari status tersangka, juga narkoba. Polisi itu memang bekerja di bagian narkoba. Ia sendiri akhirnya jadi pemakai.

Faktanya: semua terbukti. Bagaimana Zaenal bisa membebaskannya?

“Saya menempatkan polisi itu sebagai korban. Bukan pelaku,” ujarnya. “Yang salah adalah komandannya. Ia hanya korban pekerjaan,” ujar Zaenal.

Alasan Zaenal: si polisi sampai empat tahun bertugas di pekerjaanmya itu. Tidak pernah dipindah. Seharusnya polisi yang ditugaskan di satu tempat yang sensitif tidak boleh lama.

Selama empat tahun pula tidak pernah ada evakuasi. “Berarti atasannya yang salah. Ia hanya korban,” ujar Zaenal.

Akhirnya si polisi hanya dijatuhi hukuman agar dibina dan tidak boleh dipecat.

Zaenal begitu sering berhasil. Termasuk membebaskan bupati dan empat orang pejabat di bawahnya dari tuduhan korupsi. Tapi ia sendiri ternyata orang gagal. Di politik. Ia tidak pernah masuk parpol mana pun. Tapi di Pemilu yang lalu diminta maju sebagai caleg PKS. Gagal terpilih.

Tidak semua orang yang hebat di banyak bidang bisa sukses di bidang politik. Kecuali ia mau mengubah pesan ayahnya menjadi “boleh kalah di segala hal asal menang di politik”.(Dahlan Iskan)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru

/