AMBISI memotong kemiskinan menemukan jalannya. Programnya pun ambisius: membuat 1.000 sekolah khusus untuk memotong kemiskinan itu.
Berarti inilah salah satu dari begitu banyak program ambisius di pemerintahan Prabowo Subianto sekarang ini. Ambisi yang lain Anda sudah tahu –meski pun juga belum terwujud sepenuhnya.
Sekolah khusus itu diberi nama “Sekolah Rakyat”. Saat kali pertama diluncurkan saya pikir Sekolah Rakyat itu tingkat SD. Ternyata SR model baru itu tingkat SMA.
Tentu Anda sudah tidak ikut mengalaminya: ayah atau kakek Anda pasti lulusan SR. Saya juga. Ijazah saya ijazah SR. Itulah tingkatan sekolah paling bawah zaman itu –di desa saya belum ada taman kanak-kanak.
Saya pun sudah lupa: SR itu singkatan sekolah rakyat atau sekolah rendah. Yang jelas begitu mendengar SR, asosiasi saya itu sekolah setingkat SD.
“Kalau dimulai dari SD terlalu lama. Kita ingin memutus rantai kemiskinan lebih cepat,” ujar Prof Dr Mohamad Nuh DEA.
Saya pun baru tahu Pak Nuh terlibat di program pemutusan rantai kemiskinan itu. Saat menjabat menteri pendidikan dulu Pak Nuh-lah yang melahirkan kurikulum 2013.
Saya bicara panjang dengan Pak Nuh dua hari lalu. Yakni dalam perjalanan saya ke Magelang untuk melayat almarhum konglomerat berat Murdaya Poo.
Sekolah Rakyat ini, kata Pak Nuh, dikhususkan untuk anak dari keluarga miskin. Diasramakan. Semua biaya ditanggung negara. Yakni lewat anggaran Kementerian Sosial –yang menterinya adalah Gus Ipul: Saifullah Yusuf.
Gus Ipul-lah yang merekrut Pak Nuh untuk menjadi pimpinan proyek Sekolah Rakyat. Dua orang ini sama-sama Jatim dan sama-sama tokoh Nahdlatul Ulama, NU.
Model Sekolah Rakyat mendapat inspirasi dari proyek pendidikan milik konglomerat Chairul Tanjung. CT –panggilan Chairul Tanjung– memang mendirikan lembaga pendidikan khusus untuk anak miskin. Sejak 10-an tahun lalu. Di dua tempat. Satu di Sukoharjo, Jawa Tengah –kampung halaman istrinya. Satunya lagi di Medan –kampung halamannya sendiri.
Pak Nuh, selepas menjabat mendiknas dan menkominfo memang bergabung dengan grup perusahaan CT. Pak Nuh jadi komisaris utama di Bank Mega Syariah.
Untuk tahun pertama, Sekolah Rakyat itu dibangun di 55 kabupaten. Inilah sekolah yang berada di bawah Kemensos. Rupanya ada pemikiran baru: begitu besar anggaran pengentasan kemiskinan. Tapi angka kemiskinan masih naik.
“Sudah terbukti di seluruh dunia, pengentasan kemiskinan paling efektif adalah lewat pendidikan,” ujar Pak Nuh.
Maka syarat masuk ke Sekolah Rakyat nanti hanya satu: miskin. Kalau pendaftarnya melebihi daya tampung sekolah, yang terpilih adalah yang paling miskin.
“Bagaimana kalau yang miskin itu ternyata bodoh? Nilai lulus SMP-nya jelek?”
“Yang penting masih punya niat sekolah,” ujar Pak Nuh.
“Bagaimana kalau lulusan SMP itu miskin, bodoh, tidak punya niat sekolah, dan malas?”
“Wah, kalau itu urusan Pak DI,” selorohnya.
Penerimaan siswa Sekolah Rakyat itu segera dibuka. Yakni untuk tahun ajaran mulai 1 Juli 2025. Rekrutmen gurunya juga segera dilakukan.
Untuk bangunan sekolah dan asramanya akan dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum.
“Saya sudah lapor Gus Ipul. Kemensos dan program ini jangan mengurus pembangunan fisik. Nanti dikira mencari proyek,” ujar Pak Nuh. “Biarlah pembangunan fisiknya diurus PU,” tambahnya.
Untuk sementara, bangunan fisiknya menggunakan apa saja yang ada. Dinas-dinas sosial sendiri umumnya punya fasilitas asrama untuk penyantunan orang miskin. Itu yang dipakai dulu.
Satu SMA Sekolah Rakyat akan menampung 1.000 siswa. Untuk tiga kelas. Berarti penerimaan siswa di tahun pertama ini sekitar 350 orang.
Sedang bangunan barunya kelak milik bersama pemerintah pusat dan daerah. Daerah yang menyediakan lahannya. PU pusat membangunnya. Kemensos menanggung biaya operasional sekolahnya.
Kalau pun ada yang disesalkan dari program ini hanyalah satu: kenapa baru dilaksanakan sekarang. Ketika negara sedang kesulitan keuangan.
Kadang dalam keadaan tidak punya uang justru punya keinginan yang besar. Sedang ketika punya uang lebih sibuk berpikir untuk apa uang yang banyak itu.(Dahlan Iskan)