RUSUH yang terjadi sejak 22-23 Mei tadi, telah membuat sejarah baru bagi bangsa Indonesia. Dampaknya, tak hanya sekadar dirasakan orang-orang yang terlibat langsung, tetapi juga oleh orang-orang yang mungkin tak pernah ambil pusing dengan urusan politik. Salah satunya adalah keputusan Pemerintah untuk memblokir sementara akses beberapa fitur media sosial (medsos).
Secara tidak disadari, pembatasan akses sejumlah fitur medsos dalam beberapa hari ini justru seakan memberikan “edukasi massal” kepada masyarakat, yakni menggunakan Virtual Private Network atau VPN.
Mulai dari orang tua, remaja bahkan anak-anak, dalam beberapa hari terakhir telah menanamkan aplikasi VPN di ponsel pintar mereka agar bisa mengakses kembali medsos tanpa hambatan aka pemblokiran.
Sebelumnya, mungkin VPN ini hanya diketahui oleh segelintir orang.
Pertama adalah kelompok orang yang memang berkutat di dunia IT. Pada beberapa pekerjaan, penggunaan VPN memang sangat diperlukan, karena kemampuan keamanannya yang diklaim sangat tinggi.
Di kelompok ini, penggunaan VPN dengan tujuan membuat penggunaan internet lebih aman. Pengguna VPN dapat terhubung ke dunia luar melalui internet secara aman karena mayoritas VPN modern memiliki enkripsi yang canggih dan rumit. Jadi siapa pun yang terhubung dengan mereka, dapat melakukannya karena mengetahui aktivitas internet mereka bersifat pribadi dan aman. Dan
Kedua, orang-orang yang memang ingin “menembus” blokade Internet Positif yang dilakukan Pemerintah.
Melihat maraknya penggunaan VPN oleh warganet ini, Menkominfo pun mengeluarkan warning tentang bahaya penggunaan VPN yang intinya memberikan “peringatan” seperti potensi pencurian data pengguna internet, malware dan sejenisnya. Dan kesimpulan dari warning itu adalah VPN tidak aman, terutama untuk transaksi perbankan.
Oke lah, warning yang disampaikan pak Menteri itu memang tidak salah. Potensi terjadinya pencurian data, penyusupan malware dan lain-lain, memang rentan terjadi terutama pada penggunaan VPN gratis.
Tetapi bagi saya, bahaya yang disampaikan itu hanya sekadar bahaya kerugian material. Meskipun secara tidak langsung was-was yang disampaikan Menkominfo tersebut terbantahkan oleh pernyataan Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengungkapkan sejauh ini transaksi digital perbankan masih berjalan aman tanpa kendala sebagai imbas dari penggunaan VPN.
“Transkasi perbankan dan digital economy berjalan lancar dan aman,” kata Perry seperti dilansir liputan6.com, Jumat (24/5/2019).
Bantahan yang sama juga dilontarkan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso. “Gak apa-apa (pakai VPN),” ujarnya.
Kembali ke bahaya penggunaan VPN dan “edukasi massal” yang saya sampaikan di pembuka tulisan ini, sejatinya ada bahaya yang lebih besar mengintai anak-anak bangsa efek pemblokiran medsos dan penggunaan VPN.
Bahaya itu yang justru dalam jangka panjang mampu menghancurkan bangsa ini.
Seperti tadi singgung, tentang kelompok kedua yang menggunakan VPN. Jika “sedikit” saja para pengguna internet yang telah mengaktifkan VPN di telepon pintar mereka “mencoba” mengakses laman situs atau website yang selama ini diblokir Internet Positif, maka bisa dibayangkan seberapa banyak anak-anak, remaja bahkan orang tua yang dengan bebas mengakses situs website yang diblokir. Sebut saja misalnya, situs porno.
Ketika hal itu terjadi, bisa kita bayangkan anak-anak kita yang sudah terlanjur mengetahui cara menembus blokade Internet Positif itu, melanjutkan “pelajaran” yang mereka dapat hanya dalam beberapa hari ini.
Jika selama ini, hanya segelintir saja yang mengetahui cara mengakses situs porno yang telah diblokir Internet Positif, sudah mampu “melahirkan” predator-predator seksual. Bisa kita bayangkan ketika kini semakin banyak lagi yang bisa mengaksesnya. Kerugian yang ditimbulkan –menurut saya– tentu sudah tak lagi bisa diukur secara materi, misalnya pembobolan rekening.
Tulisan kekhawatiran ini mungkin memang sangat dangkal, terutama mengulas manfaat dan mudharat VPN. Tetapi setidaknya, khususnya para orang tua dapat lebih waspada terhadap dampak negatif jangka panjang dari “edukasi massal” tentang VPN ini.
Semoga saja Pemerintah pun telah berpikir langkah serta upaya antisipasi dampak dan bahaya laten VPN ini bagi generasi bangsa. Sehingga setiap keputusan yang diambil jangan sampai hanya karena mencegah 1 tapi bocor 2. Wallahuallam. (***)
(Penulis: Jonie Prihanto. Redaktur Pelaksana prokalteng.co)