32.8 C
Jakarta
Friday, April 19, 2024

Hakikat Berhari Raya

APA sesungguhnya berhari raya? Ber-iidulfitri yang bermakna Iid
(kembali) fitri/fitrah (suci)?

Ada syair/pepatah arab yang
bunyinya begini:

ليس
العيد لمن لبس لجديد
ولكن العيد لمن طاعته
يزيد

Laisal ‘iid liman labisal jadiid. Walakinnal ‘iid liman tho’atuhu
yaziid.

Artinya: “Bukanlah berhari raya
itu milik (bagi) orang yang berpakaian baru, tetapi hari raya Iid itu
sesungguhnya bagi siapapun yang ketaatannya bertambah”.

Intropeksi makna dan hakikat Hari
Raya Idulfitri adalah penting dan layak dimunculkan, mengingat dari tahun ke
tahun fenomena Ramadhan maupun pasca Ramadan mempunyai pola yang sama. Pascaramadan,
berangsur- angsur suasana religius sirna dari keseharian kita. Seolah-olah
tidak ada pengaruh positif dari program yang kita jalankan selama sebulan penuh
itu.

Berhari raya bukanlah berarti
kita bebas dari kewajiban-kewajiban yang Allah SWT berikan kepada kita selaku
hamba-Nya. Sebab, kewajiban dalam Islam bukanlah hanya ada di bulan Ramadan.

Berhari raya bukanlah berarti
bersenang-senang dengan hawa nafsu yang selama bulan Ramadan kita telah
mengekang dan mengendalikannya. Karena, hakekat mengendalikan hawa nafsu
berarti adalah menundukkannya sesuai dengan aturan-aturan (perintah/amar dan
larangan/nahi).

Kalau dari tahun ketahun sama,
maka sesungguhnya kita ini tidak rasional kita dalam hidup ini. Setelah kita
“bersih-bersih” di bulan Ramadan, lantas dengan sengaja kita kotori kembali
diri kita. Setidaknya harus ada perubahan walaupun sedikit.

Baca Juga :  Rasa Daging Manusia Menurut Para Kanibal – Part 9: Omaima Nelson

Konsep hidup dalam Hadits Nabi
SAW:

* Barang siapa yang hari ini
LEBIH BAIK dari hari kemarin maka ia termasuk orang beruntung.


Barang siapa yang hari ini SAMA dengan hari kemarin maka ia termasuk
orang Merugi.


Barang siapa yang hari ini LEBIH BURUK dari kemarin maka ia termasuk
orang Celaka.

(Ù…ÙŽÙ†Û¡
كَانَ يَوۡمُهُ خَيۡرًا مِنۡ اَمۡسِهِ
فَهُوَ رَابِحُ. وَمَنۡ كَانَ يَوۡمُهُ
مثل اَمۡسه فهو مَغۡبُون.
ومَن كان يومه شَرًّا
مِنۡ امسه فهو مَلۡعُون)

Berhari raya bukanlah berarti
kita kembali menutup Alquran untuk membukanya kembali pada Ramadhan di tahun
berikutnya. Sebab, Alquran bukan sekedar bacaan di bulan Ramadhan. Bukanlah
tujuan dari diturunkannya Alquran untuk diperlombakan bacaannya, diberi hadiah
bagi pemenangnya. Tapi, berhari raya Idulfitri berarti kita menandai suksesnya
program-program ibadah dan ketaatan di bulan Ramadhan, untuk kita bersiap-siap
melaksanakan program-program ketaatan lainnya di bulan-bulan setelah Ramadan.

Kembali kepada makna
syair/pepatah di atas, maka, tidak semua orang mendapatkan makna hari raya yang
penuh dengan kemenangan dan kembali Fitrah (suci) layaknya bayi yang baru
dilahirkan. Tujuan penggemblengan melalui puasa 1 bulan penuh adalah “la’allakum tattaquun” (agar supaya
bertaqwa),  jadi dikatakan berhari raya
adalah orang-orang yang memetik buah puasa yaitu mengalami peningkatan ketaatan
(taqwa), iman dan takwa mereka seperti baru kembali, yakni memasuki hari-hari
berikutnya dengan kadar dan takwa yang lebih dibanding sebelum bulan Ramadhan.

Baca Juga :  Ketika Pebisnis Mendikte Kebijakan

Bahkan menurut berbagai sumber,
Hari Raya Idulfitri atau Lebaran ini untuk pertama kalinya dirayakan umat Islam
selepas Perang Badar pada 17 Ramadan Tahun ke-2 H. Dalam pertempuran itu, umat
Islam meraih kemenangan. Sebanyak 319 kaum Muslimin harus berhadapan dengan
1.000 tentara dari kaum kafir Quraisy.

Pada tahun itu, Rasulullah SAW
dan para sahabat merayakan dua kemenangan. Yakni keberhasilan mengalahkan
pasukan kaum kafir Quraisy dalam Perang Badar dan menaklukkan hawa nafsu
setelah sebulan berpuasa. Dari sinilah lahirnya ungkapan muslim saat itu “Allohummaj’alna Minal Aidin wal Faizin”
(Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang kembali (dari Perang
Badar) dan mendapatkan kemenangan”.

Semoga bermanfaat. Selamat
ber-Hari Raya

(Penulis adalah Ketua PW
Lakpesdam NU Kalteng)

APA sesungguhnya berhari raya? Ber-iidulfitri yang bermakna Iid
(kembali) fitri/fitrah (suci)?

Ada syair/pepatah arab yang
bunyinya begini:

ليس
العيد لمن لبس لجديد
ولكن العيد لمن طاعته
يزيد

Laisal ‘iid liman labisal jadiid. Walakinnal ‘iid liman tho’atuhu
yaziid.

Artinya: “Bukanlah berhari raya
itu milik (bagi) orang yang berpakaian baru, tetapi hari raya Iid itu
sesungguhnya bagi siapapun yang ketaatannya bertambah”.

Intropeksi makna dan hakikat Hari
Raya Idulfitri adalah penting dan layak dimunculkan, mengingat dari tahun ke
tahun fenomena Ramadhan maupun pasca Ramadan mempunyai pola yang sama. Pascaramadan,
berangsur- angsur suasana religius sirna dari keseharian kita. Seolah-olah
tidak ada pengaruh positif dari program yang kita jalankan selama sebulan penuh
itu.

Berhari raya bukanlah berarti
kita bebas dari kewajiban-kewajiban yang Allah SWT berikan kepada kita selaku
hamba-Nya. Sebab, kewajiban dalam Islam bukanlah hanya ada di bulan Ramadan.

Berhari raya bukanlah berarti
bersenang-senang dengan hawa nafsu yang selama bulan Ramadan kita telah
mengekang dan mengendalikannya. Karena, hakekat mengendalikan hawa nafsu
berarti adalah menundukkannya sesuai dengan aturan-aturan (perintah/amar dan
larangan/nahi).

Kalau dari tahun ketahun sama,
maka sesungguhnya kita ini tidak rasional kita dalam hidup ini. Setelah kita
“bersih-bersih” di bulan Ramadan, lantas dengan sengaja kita kotori kembali
diri kita. Setidaknya harus ada perubahan walaupun sedikit.

Baca Juga :  Rasa Daging Manusia Menurut Para Kanibal – Part 9: Omaima Nelson

Konsep hidup dalam Hadits Nabi
SAW:

* Barang siapa yang hari ini
LEBIH BAIK dari hari kemarin maka ia termasuk orang beruntung.


Barang siapa yang hari ini SAMA dengan hari kemarin maka ia termasuk
orang Merugi.


Barang siapa yang hari ini LEBIH BURUK dari kemarin maka ia termasuk
orang Celaka.

(Ù…ÙŽÙ†Û¡
كَانَ يَوۡمُهُ خَيۡرًا مِنۡ اَمۡسِهِ
فَهُوَ رَابِحُ. وَمَنۡ كَانَ يَوۡمُهُ
مثل اَمۡسه فهو مَغۡبُون.
ومَن كان يومه شَرًّا
مِنۡ امسه فهو مَلۡعُون)

Berhari raya bukanlah berarti
kita kembali menutup Alquran untuk membukanya kembali pada Ramadhan di tahun
berikutnya. Sebab, Alquran bukan sekedar bacaan di bulan Ramadhan. Bukanlah
tujuan dari diturunkannya Alquran untuk diperlombakan bacaannya, diberi hadiah
bagi pemenangnya. Tapi, berhari raya Idulfitri berarti kita menandai suksesnya
program-program ibadah dan ketaatan di bulan Ramadhan, untuk kita bersiap-siap
melaksanakan program-program ketaatan lainnya di bulan-bulan setelah Ramadan.

Kembali kepada makna
syair/pepatah di atas, maka, tidak semua orang mendapatkan makna hari raya yang
penuh dengan kemenangan dan kembali Fitrah (suci) layaknya bayi yang baru
dilahirkan. Tujuan penggemblengan melalui puasa 1 bulan penuh adalah “la’allakum tattaquun” (agar supaya
bertaqwa),  jadi dikatakan berhari raya
adalah orang-orang yang memetik buah puasa yaitu mengalami peningkatan ketaatan
(taqwa), iman dan takwa mereka seperti baru kembali, yakni memasuki hari-hari
berikutnya dengan kadar dan takwa yang lebih dibanding sebelum bulan Ramadhan.

Baca Juga :  Ketika Pebisnis Mendikte Kebijakan

Bahkan menurut berbagai sumber,
Hari Raya Idulfitri atau Lebaran ini untuk pertama kalinya dirayakan umat Islam
selepas Perang Badar pada 17 Ramadan Tahun ke-2 H. Dalam pertempuran itu, umat
Islam meraih kemenangan. Sebanyak 319 kaum Muslimin harus berhadapan dengan
1.000 tentara dari kaum kafir Quraisy.

Pada tahun itu, Rasulullah SAW
dan para sahabat merayakan dua kemenangan. Yakni keberhasilan mengalahkan
pasukan kaum kafir Quraisy dalam Perang Badar dan menaklukkan hawa nafsu
setelah sebulan berpuasa. Dari sinilah lahirnya ungkapan muslim saat itu “Allohummaj’alna Minal Aidin wal Faizin”
(Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang kembali (dari Perang
Badar) dan mendapatkan kemenangan”.

Semoga bermanfaat. Selamat
ber-Hari Raya

(Penulis adalah Ketua PW
Lakpesdam NU Kalteng)

Terpopuler

Artikel Terbaru