BERBEDA dengan Cina, pada akhir Januari 2020, Singapura sempat
menjadi negara dengan kasus virus Corona terbanyak selain Cina. Namun hingga 20
Mei 2020, hanya tercatat korban meninggal 22 orang. Angka yang sangat rendah
sekali dibandingkan beberapa tetangga negara seribu satu larangan ini. Meskipun
mereka tidak menetapkan lockdown.
Lantas bagaimana Singapura
menangani penyebaran virus corona di negaranya?
Dikutip dari Kompas (18/3/2020),
intervensi pemerintah adalah kuncinya. Selain itu penelusuran yang teliti,
menjaga jarak sosial dan karantina pasien positif covid 19 ditegakkan.
Semuanya dikoordinasikan oleh
seorang pemimpin yang bertindak cepat dan transparan. Singapura hanya butuh
waktu 2 jam untuk mengungkap rincian pertama tentang bagaimana pasien tertular
virus corona dan orang yang mungkin mereka infeksi.
Pemerintah dapat dengan mudah
mengetahui: Apakah mereka bepergian ke luar negeri? Apakah mereka memiliki
hubungan ke salah satu dari lima kelompok (klaster) penularan yang
diidentifikasi di seluruh negara? Apakah mereka batuk pada seseorang di jalan?
Siapa teman dan keluarga mereka, serta teman minum dan rekan mereka.
Kebijakan lain yang dibuat
Singapura adalah pelarangan wisatawan mulai akhir Januari. Singapura menjadi
salah satu negara yang melarang wisatawan dari China dan lainnya.
Di negara berpenduduk 5,7 juta
orang itu, pemerintahnya mengembangkan kemampuan untuk menguji lebih dari 2.000
orang per hari. Pengujian sampel itu gratis. Demikian juga perawatan medis
untuk semua penduduk. Orang yang diketahui dekat dengan pasien dimasukkan ke
dalam karantina wajib untuk menghentikan penularan lebih lanjut. Hampir 5.000
orang telah diisolasi. Bagi mereka yang menghindari perintah karantina dapat
menghadapi dakwaan pidana.
Amerika Serikat pun dianggap
cukup berhasil menekan angka penyebaran Corona dengan melakukan rapid tes
massal setiap hari, dan memberlakukan karantina wilayah hanya di daerah yang
dianggap rawan saja.
(Baca juga: Masjid
Vs Pasar, Dilema Pandemi Corona – bagian 1)
Sementara Saudi Arabia menetapkan
lockdown di beberapa kota penting.
Melarang orang keluar rumah secara ketat dan aturan pelarangan semua kegiatan
pengumpulan massa baik di masjid maupun semua tempat lainnya, dengan ancaman
denda yang besar bagi pelanggarnya. Juga ditambah melakukan pemberlakuan jam
malam di berbagai kota.
Beberapa metode di atas mungkin
bisa diadaptasi di Indonesia. Pemerintah hendaknya segera melakukan upaya screening massal serentak di semua
wilayah atau di zona merah, untuk
mendukung keberhasilan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
di sejumlah wilayah di Indonesia.
Dengan tindaklanjut antara yang positif dan negatif, dapat segera
dipisahkan di rumah karantina yang
memadai untuk ODP dan PDP ditingkatan
desa dan kelurahan atau kecamatan. Kebijakan ini juga harus didukung
dapur-dapur umum yang didirikan oleh
para lurah dan kepala desa, untuk menjamin ketersediaan makanan rakyat di masa
karantina dan PSBB. Sementara bidan desa dan Posyandu bisa menjadi ujung tombak
untuk melakukan monitoring dan evaluasi, maupun screening massal dengan melakukan door to door pemeriksaan kesehatan warga di desa dan kota.
Jika tidak mampu PSBB secara
total dan maksimal, kiranya pemerintah harus mulai melonggarkan Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB). Tujuannya agar bangsa ini secara bertahap mampu
mengembalikan kegiatan sosial, pendidikan dan membangun perekonomian Indonesia pulih
kembali.
Pemerintah kita mestinya sudah
mulai menimbang dengan cermat dan terukur, dalam kontek perlunya memulai bersahabat dengan Corona. Karena hingga saat
ini, belum ada kepastian kapan vaksin anti Covid 19 ini akan selesai dibuat dan
apakah ampuh mengatasinya. Sementara WHO menyatakan tidak akan pernah ada
vaksin sebelum akhir 2021.
David Nabarro seorang profesor
dari global health di Imperial
College London dan sekarang sebagai special
envoy WHO untuk Covid-19 mengatakan bahwa kemungkinan besar tidak akan
pernah ada vaksin yang efektif untuk corona. Sebagaimana ada penyakit lama yang hingga kini tidak ditemukan vaksinnya,
contohnya HIV AIDS dan demam berdarah.
Artinya, masyarakat harus diajari
cara bisa hidup berdamai dengan corona , agar kemudian secara alami tercipta
situasi kedua; herd immunity. Untuk itu perlu dimulai kampanye mendukung program hidup bersih, sesuai protokol
kesehatan dalam mengatasi Covid-19 yang telah diadopsi pemerintah lewat
WHO, agar bisa menjadi konsensus
nasional.
Bermasker, rajin cuci tangan,
selalu membawa hand sanitizer, menjaga
jarak fisik dan sosial, rutin penggunaan disinfektan di sejumlah tempat umum
harus menjadi norma baru dalam keseharian. Di rumah, kantor, sekolah, pabrik,
tempat pertemuan, rumah-rumah ibadah diatur
untuk menerapkan kebersihan dengan level tinggi agar masyarakat
dapat mulai memulai hidup baru yang
disebut dengan New Normal dengan aman***
(Penulis adalah pengasuh PP.
Annur 1 Malang, wakil ketua PWNU Jatim)