Kabar
yang sempat berembus bahwa Giring Ganesha akan maju dalam Pilpres 2020
mendatang akhirnya menemui titik terang. Mantan vokalis grup band Nidji itu
mengumumkan mau nyapres di Pilpres 2024. Pengumuman tersebut dibuat melalui
sebuah video yang diposting di akun YouTube Partai Solidaritas Indonesia (PSI),
yang menaungi Giring.
Keputusan
Giring Ganesha cukup membuat terkejut rekan sesama artis. Salah satunya adalah
pedangdut Irma Darmawangsa. Dia terkejut karena capres selama ini biasanya
diawali dengan basic kepemimpinan atau rekam jejak sebelumnya.
“Kaget
juga ya. Karena biasanya kalau untuk menjadi seorang pemimpin itu individu yang
sudah ada basic pengalaman di bidang politik yang memang sudah terbukti kualitasnya,â€
ucap Irma Darmawangsa kepada JawaPos.com, Senin (25/8).
Lebih
lanjut dia mengatakan, orang yang mencalonkan diri sebagai bakal calon presiden
biasanya sudah pernah duduk menjadi anggota dewan, walikota, gubernur atau
menteri sebelumnya. Sementara Giring tidak punya pengalaman akan hal tersebut.
“Seperti
memang sudah pernah duduk sebagai anggota dewan, terus naik tingkat jadi bupati
kah atau wali kota, gubernur dan lain-lain yang memang berhubungan dalam
kepemimpinan di dunia politik,†kata Irma Darmawangsa lebih lanjut.
Keputusan
untuk maju dalam bursa kandidat bakal calon presiden sudah resmi diumumkan
Giring Ganesha melalui sebuah video. Sejumlah alasan diungkapkan Giring terkait
keputusannya tersebut. Di antaranya adalah mau mewakili aspirasi anak-anak muda
untuk terlibat menyelesaikan permasalahan bangsa.
“Bagi
saya dan jutaan anak muda lainnya ada 2 pilihan. Diam dan melihat orang lain
menentukan arah masa depan atau turun dan terlibat menentukan masa depan kita
sendiri. Saya memilih untuk turun dan terlibat,†kata Giring Ganesha.
Giring
juga beralasan dirinya akan maju nyapres supaya politik tidak jatuh ke tangan
yang salah. Karena jika hal ini terjadi bukan kesejahteraan dan ketentraman
sosial yang terjadi. Tapi justru akan bikin melarat dan sengsara warga. Giring
pun mengungkapkan ayahnya menjadi korban politik yang salah dalam krisis 1998.
(*)