26.3 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Perkaya Referensi Raperda Cagar Budaya, DPRD Kalteng Kunjungi Riau

PALANGKA
RAYA
, PROKALTENG.CO Dalam
rangka upaya penggalian informasi dan pengayaan terkait raperda cagar budaya,
Komisi III DPRD Provinsi Kalteng
melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Riau.

Rombongan Komisi III itu
dipimpin
Wakil Ketua DPRD Kalteng, Faridawaty Darland Atjeh. Salah
satu tujuan kunjungan kerja itu adalah
Dinas Kebudayaan Provinsi Riau.

“Pemerintah pusat telah
menunjuk Provinsi Riau sebagai Pusat Kebudayaan Melayu di Indonesia. Maka dari
itu kami datang untuk belajar. Pasalnya, Provinsi Riau telah memiliki Perda No
9/2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Melayu Riau,” jelas Faridawaty
usai
bertemu dengan
Kepala Dinas Kebudayaan Riau, Raja Yoserizal Zen dan
jajarannya
, Selasa (23/2).

Dijelaskan Farida, salah satu upaya
yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan untuk melestarikan kebudayaan dan sejarawan
asal Riau dimulai dengan pemberian nama pada setiap ruangan yang ada di
kantor/dinas menggunakan nama tokoh-tokoh Melayu di Provinsi Riau.

Baca Juga :  Aspirasi Warga Tidak Hanya Ditampung, Tapi akan Diperjuangkan

Di sisi lain, sambungnya,
Provinsi Riau saat ini memiliki 29 kerajaan. Di antaranya Kerajaan Indragiri
yang sudah berusia 8 abad lebih, kemudian Kerajaan Gunung Sailan, Kerajaan
Kampar (Rumah Lonca yang sudah ditetapkan statisnya sebagai cagar budaya),
kerajaan siak dan lainnya.

“Provinsi Riau menganggarkan
dengan baik dan rapi, sebagai upaya untuk mengumpulkan kembali
manuskrip-manuskrip kuno milik kerajaan melayu, yang mana saat ini bahkan ada
yang sudah berada di luar negeri,”ungkap Ketua DPW Partai NasDem Kalteng
tersebut.

Faridawaty menilai,
pengamanan adalah faktor penting dalam upaya pelestarian cagar budaya disamping
usulan penetapannya sebagai cagar budaya. Di mana pembentukannya dimulai dari
pembentukan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) yang terdiri dari orang yang memiliki
latar belakang sosial antropolgi, arkeolog, pemerhati budaya/budayawan,
sejarawan atau bahkan legislator yang memiliki perhatian kepada
kebudayaan/cagar budaya.

“Dinas Kebudayaan Riau cukup
banyak memperoleh dana alokasi khusus dari pusat, mereka mengusulkan PPKD
(Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah) termasuk jalur rempah ke Kemendikbud setiap tahunnya,”bebernya.

Baca Juga :  Pembangunan Infrastruktur Rampung, Dewan Apresiasi Kinerja Pemprov

Disampaikan Faridawaty,
Kalteng ingin memiliki Raperda tentang Pelestarian Cagar Budaya ini tidak hanya
terkait dengan Penetapan tapi juga Pemanfaatan yang ke depan mampu menjadikan
suatu objek budaya baik yang bersifat Bendawi (Tangible) atau pun non
bendawi/bergerak (intangible) sebagai salah satu sumber pendapatan daerah.

Selebihnya, Dinas Kebudayaan
Riau memberikan saran agar dalam Raperda juga memuat tentang cara
perlindungan/pengamanan dan penyebutan sanksi hukum bagi yang merusak/mencuri/perbuatan
melanggar hukum lain terkait pelestarian cagar budaya.

“Karena selama ini,
berdasarkan pengalaman mereka yang pernah mengadukan adanya
kehilangan/pencurian 7 benda cagar budaya, pihak Kepolisian hanya memasukan ke
jenis tindak pidana ringan (tipiring). Padahal, pelestarian kebudayaan dan
cagar budaya penting bagi generasi penerus yang juga berkaitan erat dengan
nilai martabat suatu bangsa,”
pungkasnya.

PALANGKA
RAYA
, PROKALTENG.CO Dalam
rangka upaya penggalian informasi dan pengayaan terkait raperda cagar budaya,
Komisi III DPRD Provinsi Kalteng
melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Riau.

Rombongan Komisi III itu
dipimpin
Wakil Ketua DPRD Kalteng, Faridawaty Darland Atjeh. Salah
satu tujuan kunjungan kerja itu adalah
Dinas Kebudayaan Provinsi Riau.

“Pemerintah pusat telah
menunjuk Provinsi Riau sebagai Pusat Kebudayaan Melayu di Indonesia. Maka dari
itu kami datang untuk belajar. Pasalnya, Provinsi Riau telah memiliki Perda No
9/2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Melayu Riau,” jelas Faridawaty
usai
bertemu dengan
Kepala Dinas Kebudayaan Riau, Raja Yoserizal Zen dan
jajarannya
, Selasa (23/2).

Dijelaskan Farida, salah satu upaya
yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan untuk melestarikan kebudayaan dan sejarawan
asal Riau dimulai dengan pemberian nama pada setiap ruangan yang ada di
kantor/dinas menggunakan nama tokoh-tokoh Melayu di Provinsi Riau.

Baca Juga :  Aspirasi Warga Tidak Hanya Ditampung, Tapi akan Diperjuangkan

Di sisi lain, sambungnya,
Provinsi Riau saat ini memiliki 29 kerajaan. Di antaranya Kerajaan Indragiri
yang sudah berusia 8 abad lebih, kemudian Kerajaan Gunung Sailan, Kerajaan
Kampar (Rumah Lonca yang sudah ditetapkan statisnya sebagai cagar budaya),
kerajaan siak dan lainnya.

“Provinsi Riau menganggarkan
dengan baik dan rapi, sebagai upaya untuk mengumpulkan kembali
manuskrip-manuskrip kuno milik kerajaan melayu, yang mana saat ini bahkan ada
yang sudah berada di luar negeri,”ungkap Ketua DPW Partai NasDem Kalteng
tersebut.

Faridawaty menilai,
pengamanan adalah faktor penting dalam upaya pelestarian cagar budaya disamping
usulan penetapannya sebagai cagar budaya. Di mana pembentukannya dimulai dari
pembentukan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) yang terdiri dari orang yang memiliki
latar belakang sosial antropolgi, arkeolog, pemerhati budaya/budayawan,
sejarawan atau bahkan legislator yang memiliki perhatian kepada
kebudayaan/cagar budaya.

“Dinas Kebudayaan Riau cukup
banyak memperoleh dana alokasi khusus dari pusat, mereka mengusulkan PPKD
(Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah) termasuk jalur rempah ke Kemendikbud setiap tahunnya,”bebernya.

Baca Juga :  Pembangunan Infrastruktur Rampung, Dewan Apresiasi Kinerja Pemprov

Disampaikan Faridawaty,
Kalteng ingin memiliki Raperda tentang Pelestarian Cagar Budaya ini tidak hanya
terkait dengan Penetapan tapi juga Pemanfaatan yang ke depan mampu menjadikan
suatu objek budaya baik yang bersifat Bendawi (Tangible) atau pun non
bendawi/bergerak (intangible) sebagai salah satu sumber pendapatan daerah.

Selebihnya, Dinas Kebudayaan
Riau memberikan saran agar dalam Raperda juga memuat tentang cara
perlindungan/pengamanan dan penyebutan sanksi hukum bagi yang merusak/mencuri/perbuatan
melanggar hukum lain terkait pelestarian cagar budaya.

“Karena selama ini,
berdasarkan pengalaman mereka yang pernah mengadukan adanya
kehilangan/pencurian 7 benda cagar budaya, pihak Kepolisian hanya memasukan ke
jenis tindak pidana ringan (tipiring). Padahal, pelestarian kebudayaan dan
cagar budaya penting bagi generasi penerus yang juga berkaitan erat dengan
nilai martabat suatu bangsa,”
pungkasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru