PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) Siti Nafsiah menyebut, ketegasan Gubernur H. Agustiar Sabran merupakan sinyal kuat bahwa pemerintah tidak lagi menoleransi perusahaan yang abai terhadap kewajiban sosial dan ekonomi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
“Sikap Gubernur sangat kami apresiasi. Itu bentuk keberpihakan kepada masyarakat yang selama ini belum menikmati manfaat dari keberadaan perusahaan perkebunan di sekitar mereka,” ujar Siti Nafsiah, melansir dari Kalteng Pos, Kamis (23/10).
Menurutnya, DPRD telah menerima banyak laporan dan aduan dari masyarakat desa di sekitar areal perkebunan besar, yang mengeluhkan belum terealisasinya kebun plasma maupun kontribusi sosial dari perusahaan. Laporan tersebut datang dari berbagai wilayah, mulai dari zona barat hingga timur Kalteng.
Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPRD Kalteng ini menyebut, daerah dengan tingkat ketidakpatuhan tertinggi terhadap kewajiban plasma umumnya berada di Zona Barat, disusul Zona Tengah dan Zona Timur.
Ia menjelaskan, berdasarkan indikasi DPRD, akumulasi luas izin usaha perkebunan (IUP) yang belum dibarengi plasma sangat besar. Jika dihitung sesuai ketentuan minimal 20 persen kewajiban plasma, maka terdapat potensi puluhan ribu hektare kebun masyarakat yang semestinya sudah terbangun.
Meski mendukung ketegasan Gubernur, Siti Nafsiah menekankan bahwa penegakan aturan harus dilakukan secara prosedural, melalui mekanisme audit, klarifikasi, dan pembinaan terlebih dahulu.
“Kami sepakat, yang patuh harus difasilitasi, sementara yang abai wajib diberi sanksi. Tapi semuanya harus sesuai koridor hukum agar tidak menimbulkan ketidakpastian investasi,” tegasnya.
Komisi II DPRD Kalteng yang membidangi perekonomian dan sumber daya alam menilai, langkah tegas pemerintah daerah sudah tepat dan perlu segera diimplementasikan di lapangan. Terlebih, ketentuan mengenai kewajiban plasma telah diatur secara jelas dalam Permentan Nomor 98 Tahun 2013, yang diperkuat oleh PP Nomor 26 Tahun 2021 dan Permentan Nomor 18 Tahun 2021.
Siti Nafsiah menjelaskan, pemerintah daerah memiliki kewenangan penuh untuk menata, membina, hingga menindak perusahaan yang tidak patuh terhadap regulasi, sepanjang dilakukan secara adil, transparan, dan berbasis verifikasi lapangan.
DPRD sendiri, lanjutnya, selama ini menjalankan fungsi pengawasan melalui kunjungan lapangan tematik, rapat dengar pendapat (RDP) berkala, serta sinkronisasi data lintas instansi.
Fokus utama pengawasan meliputi realisasi kebun plasma, pelaporan CSR, serapan tenaga kerja lokal, serta asal pembelian bahan bakar minyak (BBM) oleh perusahaan.
“Data zonasi dan hasil verifikasi lapangan menjadi pijakan kami dalam memastikan sejauh mana perusahaan benar-benar memenuhi kewajibannya,” jelasnya.
Ia menambahkan, masih banyak perusahaan yang abai terhadap kewajiban plasma karena sejumlah faktor, di antaranya perbedaan tafsir antara izin lama yang terbit sebelum 2013 dengan izin baru yang tunduk pada peraturan terkini.
Selain itu, sinkronisasi data antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten juga belum optimal, sehingga banyak kebun yang sudah berproduksi tetapi belum diawasi secara terpadu.
“Masalahnya tidak semata pada lemahnya pengawasan, tetapi juga karena sistem implementasi dan koordinasi antarinstansi yang belum sepenuhnya terintegrasi,” ujarnya.
Sebagai bentuk dukungan konkret, DPRD Kalteng berkomitmen memperkuat pengawasan dan regulasi daerah dengan beberapa langkah nyata.
Di antaranya, mendorong pembentukan tim pengawasan terpadu lintas instansi untuk melakukan audit menyeluruh terhadap kewajiban plasma, CSR, dan tenaga kerja lokal, serta mempublikasikan hasilnya secara transparan.
Selain itu, DPRD juga mendukung digitalisasi data izin, HGU, realisasi plasma, dan CSR guna meningkatkan akuntabilitas publik. DPRD pun berencana membentuk forum kemitraan multipihak yang melibatkan pemerintah daerah, perusahaan besar, koperasi petani, dan akademisi untuk mempercepat penyelesaian kewajiban perusahaan terhadap masyarakat.
“Dengan sistem digital dan pengawasan multipihak, tidak ada lagi alasan bagi perusahaan untuk bersembunyi di balik ketidakterbukaan data,” tegasnya.
Selain persoalan plasma, ia juga menyoroti kebijakan Gubernur yang mewajibkan perusahaan membeli BBM di wilayah Kalteng.
Menurutnya, langkah tersebut sangat tepat karena berdampak langsung pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), sekaligus menjaga agar sirkulasi ekonomi tetap berada di dalam daerah.
DPRD juga mendukung kebijakan pengaturan penggunaan alat berat sesuai tonase jalan, yang dinilai penting untuk menjaga infrastruktur publik, menekan biaya pemeliharaan jalan, serta menjamin keselamatan transportasi.
“Ini bukan hanya soal PAD, tetapi juga tanggung jawab perusahaan terhadap kelestarian infrastruktur publik yang dibangun dengan uang rakyat,” tegas Siti Nafsiah.
Ketua Komisi II DPRD Kalteng itu pun mengimbau seluruh perusahaan perkebunan di Bumi Tambun Bungai agar benar-benar berkomitmen menjalankan tanggung jawab sosial dan kemitraan dengan masyarakat.
Ia menegaskan, perusahaan wajib melaksanakan kewajiban plasma dan kemitraan sesuai ketentuan nasional, menjalankan program CSR yang berkelanjutan, serta mengutamakan tenaga kerja lokal dan pembelian produk dari dalam daerah.
“Keberadaan perusahaan di Kalimantan Tengah harus menjadi kekuatan ekonomi bersama, bukan sumber ketimpangan. Kami di DPRD akan terus mengawal agar investasi yang tumbuh di provinsi ini benar-benar memberi manfaat nyata bagi masyarakat dan lingkungan,” tutupnya.
Dengan sikap tegas pemerintah daerah dan dukungan penuh DPRD, diharapkan tata kelola sektor perkebunan di Kalteng semakin transparan, berkeadilan, dan mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat luas. (*rif/ovi/ala/kpg)