Anemia
merupakan kondisi saat jumlah sel darah merah/eritrosit di bawah angka normal.
Bila eritrosit, si pembawa oksigen, menurun, kebutuhan oksigen bagian-bagian
tubuh jadi tak terpenuhi. Alhasil, tubuh lebih lemah, lelah, hingga imunitas
ikut turun.
PENURUNAN
jumlah sel darah merah sebenarnya merupakan gejala yang timbul dari penyakit
atau kondisi khusus pada tubuh. â€Jadi, kalau mau menyembuhkan anemia, kita
harus tahu dulu penyebabnya apa dan disembuhkan,†ucap dr Jusi Susilawati
SpPD-KHOM. Jika anemia hanya dibantu dengan suplemen penambah sel darah merah
atau tranfusi tanpa memperbaiki penyebabnya, sama saja mengulang terjadinya
anemia lagi.
Secara
umum, Jusi menjelaskan, ada tiga penyebab besar munculnya anemia. â€Pertama,
adanya gangguan pada pembentukannya di sumsum tulang, adanya kerusakan
eritrosit, dan pendarahan,†paparnya. Pembentukan sel darah merah di sumsum
tulang tersebut dipengaruhi pemenuhan zat-zat pembentuk yang dibutuhkan. Di
antaranya, zat besi, asam folat, vitamin B12, tembaga, vitamin B6, dan
eritropoietin.
Gejala
anemia bisa dilihat dari beberapa bentuk fisik. Mulai munculnya rasa lelah,
lemah, hingga pingsan. Kulit pasien dengan anemia biasanya lebih pucat atau
menguning. â€Kulit dan mata menguning ini terjadi pada anemia hemolitik,†lanjut
Jusi. Untuk pasien dengan Hb sangat rendah bisa membuat rasa kedinginan dan
menggigil. Jantung juga berdebar lebih cepat hingga rasa nyeri dada, bahkan
serangan jantung.
Defesiensi
atau kekurangan zat besi jadi penyebab terbesar munculnya anemia. â€Setidaknya,
50 persen kasus pada perempuan hamil dan 42 persen kasus pada balita seluruh
dunia,†papar alumnus FK UI tersebut.
Kondisi
itu bisa terjadi karena beberapa hal. Sunarti SGz MKM RD, ahli gizi,
mengatakan, bisa jadi asupan harian zat besi memang rendah. Jika asupan sudah
mencukupi, kondisi tubuh pasien perlu dilihat lebih detail. â€Bisa jadi ada
diare atau gangguan saluran cerna lain,†tambahnya.
Kebutuhan
zat besi yang meningkat tanpa diiringi perubahan asupan juga mengakibatkan
anemia. â€Pada ibu hamil dan ibu menyusui, mereka butuh zat besi lebih daripada
keadaan normal,†ucap Sunarti. Menstruasi atau kondisi ekskresi berlebihan lain
juga membuat tubuh memerlukan zat besi lebih.
Penanganan
kekurangan zat besi bisa dilakukan dengan suplemen dan perbaikan nutrisi. Zat
besi biasanya diambil dari daging merah, hati, ginjal, buah kering,
kacang-kacangan, sayuran hijau, dan sereal. â€Roti yang difortifikasi dan muffin
juga bisa,†jelasnya.
Zat
besi hewani dan nabati sebaiknya dikombinasikan. Keduanya diproses dengan cara
berbeda oleh tubuh. Zat besi hewani lebih mudah diserap daripada zat besi
nabati. Di sisi lain, asupan vitamin C membantu penyerapan zat besi makin
optimal.
Supaya
zat besi terserap dengan baik, menu penghambat sebaiknya dihindari dulu. Menu
penghambat tersebut, di antaranya, garam karbonat, oksalat, fosfat, phytat
dalam roti tak beragi, dan kedelai. â€Tanin dalam teh juga menghambat penyerapan
zat besi sampai 50 persen,†jelasnya.
Sebaiknya,
teh dan kopi memang diminum di antara jadwal makan. Bukan dikonsumsi bersamaan
dengan makan.
Jika
anemia terjadi karena defesiensi folat, pasien bisa dibantu dengan suplemen
oral sebanyak 1 mg per hari selama 2–3 minggu. Meski anemia sudah terkoreksi,
pasien tetap diminta mengonsumsi buah segar, sayuran hijau, atau jus buah dan
sayur sehari sekali.
â€Beda
dengan defesiensi vitamin B12 dibantu dengan pemberian 100 mcg vit B12 dengan
injeksi intra muscular atau subkutan sekali per minggu,†sambung Sunarti.
Utamanya, gizi tetap dibantu dengan daging merah, sayur hijau, dan susu serta
produk turunannya.
KADAR
NORMAL HEMOGLOBIN (G/DL)
Balita
≥ 11
Anak
usia 5–11 tahun ≥ 11,5
Laki-laki
usia 12–14 tahun ≥ 12
Laki-laki
usia di atas 15 tahun ≥ 13
Perempuan
tidak hamil usia 12 tahun ke atas ≥ 12
Wania
hamil ≥ 11