27.2 C
Jakarta
Wednesday, May 28, 2025

Atasi Banjir di Kalsel, Tata Kelola Air Perlu Ditingkatkan

JAKARTA – Dirjen
Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) M.R. Karliansyah mengatakan dari 51 persen total
tutupan hutan di DAS Barito, seluas 46 persen berada di Provinsi Kalimantan
Tengah dan hanya 5 persen yang berada di DAS Barito wilayah Kalimantan Selatan.

Perubahan areal berhutan di DAS Barito
wilayah Kalsel terluas menjadi pertanian lahan kering campur, semak belukar
rawa dan semak belukar. Perubahan areal berhutan menjadi pertambangan dan
perkebunan juga telah terjadi sejak tahun 1990an baik untuk perkebunan sawit
maupun karet. Paparan Dirjen Karliansyah tersebut disampaikan dalam rapat
koordinasi langkah tindak lanjut ke depan dalam penanganan musibah banjir dan upaya
pemulihan lingkungan di Kalimantan Selatan dengan jajaran Pemerintah Provinsi
Kalimantan Selatan. Rapat yang dipimpin Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Dr. Alue Dohong, Selasa (26/1/2021) itu, juga dihadiri Gubernur
Kalsel Sahbirin Noor.

Oleh karena itu, Karliansyah mengatakan, tata
kelola air perlu ditingkatkan, khususnya pengelolaan dan pengawasan air
limpasan yang terjadi di daerah hulu melalui pembangunan prasarana penampungan
dan pengaliran air, karena rekayasa vegetasi saja dinilai tidak cukup.

Dalam rangka penanganan dan upaya pemulihan
lingkungan ke depan, Karliansyah menawarkan beberapa pendekatan:

a. Pendekatan Vegetatif

– rehabilitasi hutan dan lahan pada lahan
kritis dengan mempertimbangkan lokasi banjir dan longsor serta proposional
tutupan vegetasi pada segmen-segmen sungai yang kritis. – penanaman atau
penggantian tanaman pada daerah sempadan sungai yang berada di perkebunan
(perkebunan sawit).

– pengaturan dan pembatasan pembukaan lahan
dan rasio penanaman yang diwajibkan (pertambangan, perkebunan, kehutanan).

– percepatan pemulihan kerusakan lingkungan
akibat aktivitas pertambangan. – peningkatan kualitas tutupan lahan pada
pertanian lahan kering dengan pembangunan agroforestri.

b. Pendekatan Sipil Teknis

– pembangunan bangunan konservasi tanah dan
air pada daerah dengan tingkat erosi tinggi.

Baca Juga :  Perahu Klotok Tenggelam Ditelan Ponton, 1 Orang Hilang

 –
pengurangan pasokan limpasan air dari hulu/pembangunan waduk, dam dan bendungan
pada tipe daerah tangkapan air yang luas.

 –
normalisasi alur sungai/pengerukan sungai.

– pelaksanaan pembangunan embung-embung pada
perkebunan dan hutan tanaman.

– pemanfaatan lubang-lubang tambang untuk
pengendalian banjir.

c. Pendekatan Sosial

 –  Ekoriparian

 –  Transformasi Budaya melalui perubahan profesi
dari masyarakat ke perhutanan Sosial

 
Ekoriparian

 –  Transformasi Budaya melalui perubahan profesi
dari masyarakat ke perhutanan Sosial

–  
Edukasi publik tentang pentingnya Daerah Aliran Sungai (DAS) &
Lingkungan d. Pendekatan Hukum  –  penerapan Undang Undang Cipta Kerja  – 
penyelesaian Rancangan Peraturan Presiden tentang Percepatan Pemulihan
Lingkungan Akibat Aktivitas Pertambangan

Curah Hujan Ekstrem

Sementara itu dalam sambutan pembukaan, Wakil
Menteri LHK, Aloe Dohong mengungkapkan, data BNPB menyatakan bahwa antara
tanggal 1 sampai 18 Januari 2021 tercatat 
terjadi 121 bencana banjir dan 23 kejadian longsor di 21 Provinsi dan 91
Kabupaten/Kota. Salah satu di antaranya adalah bencana banjir di Kalimantan
Selatan. Banjir yang dipacu oleh curah hujan yang sangat ekstrem (300 mm dalam
dua hari) menimpa 11 dari 13 Kabupaten/Kota se-Kalsel.

Ribuan rumah terendam dalam beberapa hari,
jalur transportasi darat antar-kota sempat terputus dan ratusan ribu masyarakat
harus diungsikan. Menurtnya, data dan fakta lapangan atas berbagai bencana
banjir dan longsor di berbagai tempat tersebut dari tahun ke tahun, terutama
tahun 2020 dan awal 2021, sangat jelas menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan
merupakan salah satu faktor penyebab utama bencana alam tersebut.

Kerusakan lingkungan merupakan masalah kronis
dan akumulatif dari banyak persoalan dalam kurun waktu yang sangat panjang
(ukuran puluhan tahun) dan dari akumulasi banyak aktivitas manusia yang kurang
bersahabat dan ramah terhadap keberlanjutan nilai dan fungsi lingkungan hidup.
Dia menjelaskan, data menunjukkan bahwa luas Kawasan Hutan di DAS Barito Kalsel
hanya 39,9% dan sisanya 60,7% berupa Areal Penggunaan Lain (APL) atau di luar
Kawasan Hutan.

Baca Juga :  Bentuk Sinergi Pendisiplinan PPKM

Dengan kata lain, sebetulnya DAS Barito
Kalsel memang lebih banyak dipergunakan untuk kebutuhan masyarakat. Menanggapai
arahan Wamen LHK Alue Dohong, Gubernur Syahbirin Noor dalam paparannya
menyatakan antara lain: Apresiasi dan penghargaan rakyat dan Pemerintah
Provinsi Kalsel kepada Presien Joko Widodo atas perhatian, aksi tanggap
darurat, serta respon cepat pemerintah pusat, TNI dan POLRI berupa bantuan
kepada masyarakat yang terdampak bencana banjir.

Juga demukakan Gubernur Syahbirin, apresiasi
dan penghargaan kepada KLHK atas prakarsa rapat koordinasi dalam rangka
membantu penanganan banjir  dan upaya
pemulihan lingkungan di Kalsel.

Lebih lanjut dikatakan, Pemerintah Provinsi
Kalimantan Selatan sejak tahun 2017 telah mencabut 645 Izin Usaha Pertambangan
(IUP) dari 9545 IUP yang diserahkan oleh Kabupaten/Kota “Pemerintah Provinsi
Kalimantan Selatan tidak pernah mengeluarkan lagi izin tambang maupun
perkebunan dan kehutanan, sesuai dengan moratorium hutan primer dan lahan
gambut semua dilakukan untuk melindungi fungsi lingkungan di Provinsi
Kalimantan Selatan agar tetap lestari,” ujar Gubernur.

Memperhatikan berbagai
saran dan masukan serta usulan selama diskusi berlangsung, akhirnya rapat
menyepakati untuk dilakukan penyusunan perencanaan jangka pendek, menengah dan
jangka panjang terkait reklamasi/rahabilitasi DAS, evaluasi RTRW, kecukuipan
kawasan hutan, evaluasi hujan ekstrim dan pendanaan.

Dokumen perencanaan
yang disusun meliputi aspek Intervensi regulasi dan kebijakan, termasuk tata
ruang dan Peraturan Daerah tentang Jasa Lingkungan; Rekayasa teknis dan
vegetatif; Sosial meliputi upaya sosialisas, pelibatan masyarakat dan
komunikasi; Kelembagaan berkaitan dengan koordinasi dan focal point penyusunan
perencanaan; Pengembangan system peringatan dini banjir; dan Langkah-langkah
mitigasi jangka pendek, menengah dan panjang.

JAKARTA – Dirjen
Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) M.R. Karliansyah mengatakan dari 51 persen total
tutupan hutan di DAS Barito, seluas 46 persen berada di Provinsi Kalimantan
Tengah dan hanya 5 persen yang berada di DAS Barito wilayah Kalimantan Selatan.

Perubahan areal berhutan di DAS Barito
wilayah Kalsel terluas menjadi pertanian lahan kering campur, semak belukar
rawa dan semak belukar. Perubahan areal berhutan menjadi pertambangan dan
perkebunan juga telah terjadi sejak tahun 1990an baik untuk perkebunan sawit
maupun karet. Paparan Dirjen Karliansyah tersebut disampaikan dalam rapat
koordinasi langkah tindak lanjut ke depan dalam penanganan musibah banjir dan upaya
pemulihan lingkungan di Kalimantan Selatan dengan jajaran Pemerintah Provinsi
Kalimantan Selatan. Rapat yang dipimpin Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Dr. Alue Dohong, Selasa (26/1/2021) itu, juga dihadiri Gubernur
Kalsel Sahbirin Noor.

Oleh karena itu, Karliansyah mengatakan, tata
kelola air perlu ditingkatkan, khususnya pengelolaan dan pengawasan air
limpasan yang terjadi di daerah hulu melalui pembangunan prasarana penampungan
dan pengaliran air, karena rekayasa vegetasi saja dinilai tidak cukup.

Dalam rangka penanganan dan upaya pemulihan
lingkungan ke depan, Karliansyah menawarkan beberapa pendekatan:

a. Pendekatan Vegetatif

– rehabilitasi hutan dan lahan pada lahan
kritis dengan mempertimbangkan lokasi banjir dan longsor serta proposional
tutupan vegetasi pada segmen-segmen sungai yang kritis. – penanaman atau
penggantian tanaman pada daerah sempadan sungai yang berada di perkebunan
(perkebunan sawit).

– pengaturan dan pembatasan pembukaan lahan
dan rasio penanaman yang diwajibkan (pertambangan, perkebunan, kehutanan).

– percepatan pemulihan kerusakan lingkungan
akibat aktivitas pertambangan. – peningkatan kualitas tutupan lahan pada
pertanian lahan kering dengan pembangunan agroforestri.

b. Pendekatan Sipil Teknis

– pembangunan bangunan konservasi tanah dan
air pada daerah dengan tingkat erosi tinggi.

Baca Juga :  Perahu Klotok Tenggelam Ditelan Ponton, 1 Orang Hilang

 –
pengurangan pasokan limpasan air dari hulu/pembangunan waduk, dam dan bendungan
pada tipe daerah tangkapan air yang luas.

 –
normalisasi alur sungai/pengerukan sungai.

– pelaksanaan pembangunan embung-embung pada
perkebunan dan hutan tanaman.

– pemanfaatan lubang-lubang tambang untuk
pengendalian banjir.

c. Pendekatan Sosial

 –  Ekoriparian

 –  Transformasi Budaya melalui perubahan profesi
dari masyarakat ke perhutanan Sosial

 
Ekoriparian

 –  Transformasi Budaya melalui perubahan profesi
dari masyarakat ke perhutanan Sosial

–  
Edukasi publik tentang pentingnya Daerah Aliran Sungai (DAS) &
Lingkungan d. Pendekatan Hukum  –  penerapan Undang Undang Cipta Kerja  – 
penyelesaian Rancangan Peraturan Presiden tentang Percepatan Pemulihan
Lingkungan Akibat Aktivitas Pertambangan

Curah Hujan Ekstrem

Sementara itu dalam sambutan pembukaan, Wakil
Menteri LHK, Aloe Dohong mengungkapkan, data BNPB menyatakan bahwa antara
tanggal 1 sampai 18 Januari 2021 tercatat 
terjadi 121 bencana banjir dan 23 kejadian longsor di 21 Provinsi dan 91
Kabupaten/Kota. Salah satu di antaranya adalah bencana banjir di Kalimantan
Selatan. Banjir yang dipacu oleh curah hujan yang sangat ekstrem (300 mm dalam
dua hari) menimpa 11 dari 13 Kabupaten/Kota se-Kalsel.

Ribuan rumah terendam dalam beberapa hari,
jalur transportasi darat antar-kota sempat terputus dan ratusan ribu masyarakat
harus diungsikan. Menurtnya, data dan fakta lapangan atas berbagai bencana
banjir dan longsor di berbagai tempat tersebut dari tahun ke tahun, terutama
tahun 2020 dan awal 2021, sangat jelas menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan
merupakan salah satu faktor penyebab utama bencana alam tersebut.

Kerusakan lingkungan merupakan masalah kronis
dan akumulatif dari banyak persoalan dalam kurun waktu yang sangat panjang
(ukuran puluhan tahun) dan dari akumulasi banyak aktivitas manusia yang kurang
bersahabat dan ramah terhadap keberlanjutan nilai dan fungsi lingkungan hidup.
Dia menjelaskan, data menunjukkan bahwa luas Kawasan Hutan di DAS Barito Kalsel
hanya 39,9% dan sisanya 60,7% berupa Areal Penggunaan Lain (APL) atau di luar
Kawasan Hutan.

Baca Juga :  Bentuk Sinergi Pendisiplinan PPKM

Dengan kata lain, sebetulnya DAS Barito
Kalsel memang lebih banyak dipergunakan untuk kebutuhan masyarakat. Menanggapai
arahan Wamen LHK Alue Dohong, Gubernur Syahbirin Noor dalam paparannya
menyatakan antara lain: Apresiasi dan penghargaan rakyat dan Pemerintah
Provinsi Kalsel kepada Presien Joko Widodo atas perhatian, aksi tanggap
darurat, serta respon cepat pemerintah pusat, TNI dan POLRI berupa bantuan
kepada masyarakat yang terdampak bencana banjir.

Juga demukakan Gubernur Syahbirin, apresiasi
dan penghargaan kepada KLHK atas prakarsa rapat koordinasi dalam rangka
membantu penanganan banjir  dan upaya
pemulihan lingkungan di Kalsel.

Lebih lanjut dikatakan, Pemerintah Provinsi
Kalimantan Selatan sejak tahun 2017 telah mencabut 645 Izin Usaha Pertambangan
(IUP) dari 9545 IUP yang diserahkan oleh Kabupaten/Kota “Pemerintah Provinsi
Kalimantan Selatan tidak pernah mengeluarkan lagi izin tambang maupun
perkebunan dan kehutanan, sesuai dengan moratorium hutan primer dan lahan
gambut semua dilakukan untuk melindungi fungsi lingkungan di Provinsi
Kalimantan Selatan agar tetap lestari,” ujar Gubernur.

Memperhatikan berbagai
saran dan masukan serta usulan selama diskusi berlangsung, akhirnya rapat
menyepakati untuk dilakukan penyusunan perencanaan jangka pendek, menengah dan
jangka panjang terkait reklamasi/rahabilitasi DAS, evaluasi RTRW, kecukuipan
kawasan hutan, evaluasi hujan ekstrim dan pendanaan.

Dokumen perencanaan
yang disusun meliputi aspek Intervensi regulasi dan kebijakan, termasuk tata
ruang dan Peraturan Daerah tentang Jasa Lingkungan; Rekayasa teknis dan
vegetatif; Sosial meliputi upaya sosialisas, pelibatan masyarakat dan
komunikasi; Kelembagaan berkaitan dengan koordinasi dan focal point penyusunan
perencanaan; Pengembangan system peringatan dini banjir; dan Langkah-langkah
mitigasi jangka pendek, menengah dan panjang.

Terpopuler

Artikel Terbaru