Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) saat ini sedang mengawal uji klinis fase III
vaksin Covid-19 asal Tiongkok, Sinovac, oleh PT Bio Farma bekerja sama dengan
FK Universitas Padjajaran. Sejauh ini vaksin itu diklaim belum ditemukan adanya
tanda-tanda efek samping.
Vaksin
tersebut dikembangkan oleh Sinovac Life Science China dengan menggunakan
teknologi virus tidak aktif (inactivated virus). Uji klinis fase III ini
melibatkan 1.620 sukarelawan di Bandung. Sampai dengan September 2020 telah
direkrut 1.089 subjek yang telah mendapatkan suntikan pertama dan 457 subjek
yang telah mendapatkan suntikan kedua.
“Sejauh ini tidak ada laporan kejadian efek
samping dalam uji klinis ini. Diharapkan semua subjek dapat selesai direkrut
pada pertengahan Oktober 2020, sehingga data interim hasil uji klinis bisa kami
dapatkan untuk dilakukan proses evaluasi untuk mendapatkan EUA,†ungkap Kepala
BPOM Penny Lukito, dalam keterangan resmi baru-baru ini.
Dalam
pengawalan terhadap pelaksanaan uji klinis tersebut, BPOM melakukan evaluasi
terhadap protokol uji klinis sebelum dilaksanakan. Tentunya agar uji klinis
yang dilakukan dapat mencapai tujuan dalam memastikan khasiat dan keamanan
vaksin yang diuji.
Selain
mengawal pelaksanaan uji klinis untuk membuktikan khasiat dan keamanan vaksin
tersebut, BPOM juga mengawal penyiapan produksi vaksin untuk memenuhi
persyaratan mutu produk, melalui sertifikasi CPOB (Cara Pembuatan Obat yang
Baik) sarana produksi bulk vaksin di China dan proses filling finished product
di PT. Bio Farma.
“Mengingat
vaksin yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia berjumlah
besar, perlu dilakukan pencarian sumber-sumber vaksin yang lain,†kata Penny.
Salah
satunya adalah sumber vaksin dari Sinopharm yakni G-42 Abu Dhabi, yang saat ini
sedang berlangsung uji klinik fase 3 di Uni Emirat Arab (UEA). Saat ini uji
klinik fase III tengah berlangsung di UEA dengan target subjek 22.000 dan
selesai pada akhir bulan Oktober 2020. Indonesia melalui PT. Kimia Farma
sebagai salah satu BUMN Farmasi yang bekerjasama dengan G42, perusahaan
multinasional di UEA akan mendapat suplai vaksin tersebut.
“BPOM
telah melakukan kerjasama dengan Otoritas Obat di UEA untuk melakukan evaluasi
bersama agar proses persetujuan penggunaan saat emergensi (EUA) dapat diberikan
segera,†jelas Penny.
Selain
kedua vaksin yang telah mencapai uji klinik fase III tersebut di atas, terdapat
juga pengembangan vaksin yang dilakukan oleh PT. Kalbe Farma bekerja sama
dengan Genexine Korea Selatan. Uji Klinik fase I dan fase IIA sedang
berlangsung di Korea Selatan dengan target selesai Oktober 2020. Selanjutnya
direncanakan akan dilakukan uji klinik fase II dan III di Indonesia, dengan
target keseluruhan selesai pada Desember 2021.
Untuk
kemandirian vaksin di Indonesia, Kementerian Riset dan Teknologi membentuk
Konsorsium Pengembangan Vaksin Merah Putih. Konsorsium ini diperkuat dengan
Keputusan Presiden RI No. 18 Tahun 2020 Tentang Tim Nasional Percepatan Pengembangan
Vaksin Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Saat ini sedang dalam tahap
pengembangan bibit vaksin dari isolasi virus pasien Covud-19 Indonesia sampai
prototipe vaksin yang dilakukan di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.
Selanjutnya
akan dilakukan perbanyakan dan pemurnian menjadi bulk vaksin yang akan
diformulasi untuk skala laboratorium di Industri Farmasi yang akan digunakan
pada uji pra klinis dan uji klinis.