27.3 C
Jakarta
Friday, September 20, 2024

Sahkan RUU Ciptaker, MUI Sebut DPR Tidak Seperti Wakil Rakyat

JAKARTA,KALTENGPOS.CO– DPR telah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi sebuah UU pada
Senin (5/10) dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang
2020-2021. Hal ini pun menimbulkan kecaman hampir dari seluruh kalangan
masyarakat.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) salah satunya.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI Anwar Abbas mengatakan pihaknya sangat kecewa
atas perlakuan pemerintah dan DPR yang tega mengesahkan RUU tersebut di tengah
pandemi ini.

“Dengan disahkannya RUU Cipta kerja ini maka saya
terus terang sangat-sangat kecewa. Karena DPR yang merupakan wakil rakyat lebih
banyak mendengar dan membela kepentingan pemilik kapital daripada membela
kepentingan rakyat banyak,” ungkap dia dalam keterangan tertulis kepada JawaPos.com,
Selasa (6/10).

Dia menuturkan tidak paham lagi apa yang dipikirkan
oleh DPR sebagai wakil masyarakat Indonesia yang seharusnya menjadi suara
rakyat, namun pada kenyataannya tidak seperti itu.

Baca Juga :  Mau Menyudahi Pandemi COVID-19, Ini Jurusnya

“Saya tidak tahu mengapa anggota DPR kita sekarang
bisa seperti ini. Jadi kesan bahwa dunia perpolitikan kita sekarang sudah
dikuasai oleh oligarki politik semakin tampak dengan jelas,” imbuhnya.

“Sehingga tidak ada yang berani menyuarakan suara yang berbeda dari kepentingan
pimpinan partainya karena takut oleh pimpinan partainya, mereka itu akan di PAW
(pergantian antar-waktu) sehingga akhirnya para anggota DPR tersebut lebih
mendengarkan keinginan pimpinan partainya dari pada mendengarkan keinginan
rakyatnya,” sambung dia.

Anwar melanjutkan, yang lebih menyedikannya lagi,
dengan biaya politik yang sekarang ini sangat mahal, sementara oligarki politik
tidak punya uang banyak untuk membiayai kegiatan-kegiatan politik mereka
masing-masing. Alhasil mereka pun terpaksa meminta bantuan kepada para pemilik
kapital atau sebaliknya.

“Sehingga bak kata orang bijak, bila hal seperti itu
yang terjadi, maka yang meminta-minta dan atau yang diberi bantuan tersebut
tentu akan bisa di perintah-perintah dan ditawan oleh yang memberi bantuan atau
oleh para pemilik kapital tersebut,” ujar dia.

Baca Juga :  Pertamina Terapkan Aturan Baru Isi BBM Saat New Normal

Kata dia, dari sudut pandangnya, hal itu terjadi
dalam rapat kemarin. “Saya lihat dalam pembahasan RUU Cipta Kerja ini situasi
seperti itulah yang sangat-sangat tampak oleh saya, sehingga UU ini benar-benar
kelihatan lebih banyak membela kepentingan pemilik modal dan sangat mengabaikan
kepentingan rakyat luas,” pungkasnya.

Seperti diketahui, sebelumnya pra-pengesahan RUU,
salah satu anggota Fraksi Demokrat, yaitu Irwan Fecho hendak menyuarakan
pendapatnya untuk diminta penundaan pengesahan dalam rapat kemarin.

Akan tetapi hal tersebut tidak diterima, khususnya
dari Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan Ketua DPR Puan Maharani dengan
mematikan mikrofon ketika Irwan berbicara.

Tindakan
mematikan mikrofon itu tidak hanya sekali, Sekretaris Fraksi Demokrat Marwan
Cik Hasan sebelumnya juga merasakan hal yang sama
.

JAKARTA,KALTENGPOS.CO– DPR telah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi sebuah UU pada
Senin (5/10) dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang
2020-2021. Hal ini pun menimbulkan kecaman hampir dari seluruh kalangan
masyarakat.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) salah satunya.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI Anwar Abbas mengatakan pihaknya sangat kecewa
atas perlakuan pemerintah dan DPR yang tega mengesahkan RUU tersebut di tengah
pandemi ini.

“Dengan disahkannya RUU Cipta kerja ini maka saya
terus terang sangat-sangat kecewa. Karena DPR yang merupakan wakil rakyat lebih
banyak mendengar dan membela kepentingan pemilik kapital daripada membela
kepentingan rakyat banyak,” ungkap dia dalam keterangan tertulis kepada JawaPos.com,
Selasa (6/10).

Dia menuturkan tidak paham lagi apa yang dipikirkan
oleh DPR sebagai wakil masyarakat Indonesia yang seharusnya menjadi suara
rakyat, namun pada kenyataannya tidak seperti itu.

Baca Juga :  Mau Menyudahi Pandemi COVID-19, Ini Jurusnya

“Saya tidak tahu mengapa anggota DPR kita sekarang
bisa seperti ini. Jadi kesan bahwa dunia perpolitikan kita sekarang sudah
dikuasai oleh oligarki politik semakin tampak dengan jelas,” imbuhnya.

“Sehingga tidak ada yang berani menyuarakan suara yang berbeda dari kepentingan
pimpinan partainya karena takut oleh pimpinan partainya, mereka itu akan di PAW
(pergantian antar-waktu) sehingga akhirnya para anggota DPR tersebut lebih
mendengarkan keinginan pimpinan partainya dari pada mendengarkan keinginan
rakyatnya,” sambung dia.

Anwar melanjutkan, yang lebih menyedikannya lagi,
dengan biaya politik yang sekarang ini sangat mahal, sementara oligarki politik
tidak punya uang banyak untuk membiayai kegiatan-kegiatan politik mereka
masing-masing. Alhasil mereka pun terpaksa meminta bantuan kepada para pemilik
kapital atau sebaliknya.

“Sehingga bak kata orang bijak, bila hal seperti itu
yang terjadi, maka yang meminta-minta dan atau yang diberi bantuan tersebut
tentu akan bisa di perintah-perintah dan ditawan oleh yang memberi bantuan atau
oleh para pemilik kapital tersebut,” ujar dia.

Baca Juga :  Pertamina Terapkan Aturan Baru Isi BBM Saat New Normal

Kata dia, dari sudut pandangnya, hal itu terjadi
dalam rapat kemarin. “Saya lihat dalam pembahasan RUU Cipta Kerja ini situasi
seperti itulah yang sangat-sangat tampak oleh saya, sehingga UU ini benar-benar
kelihatan lebih banyak membela kepentingan pemilik modal dan sangat mengabaikan
kepentingan rakyat luas,” pungkasnya.

Seperti diketahui, sebelumnya pra-pengesahan RUU,
salah satu anggota Fraksi Demokrat, yaitu Irwan Fecho hendak menyuarakan
pendapatnya untuk diminta penundaan pengesahan dalam rapat kemarin.

Akan tetapi hal tersebut tidak diterima, khususnya
dari Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan Ketua DPR Puan Maharani dengan
mematikan mikrofon ketika Irwan berbicara.

Tindakan
mematikan mikrofon itu tidak hanya sekali, Sekretaris Fraksi Demokrat Marwan
Cik Hasan sebelumnya juga merasakan hal yang sama
.

Terpopuler

Artikel Terbaru