31.9 C
Jakarta
Tuesday, April 30, 2024

Fenomena Gila dan Sabda Rangga Warsita

KALTENGPOS.CO – Autoskeptis atas Kasus Ali Jaber adalah judul Jati
Diri harian Jawa Pos Selasa (15/9), yang saya niscayakan menyentak kesadaran
keadilan setiap warga yang merasa bahwa republik ini negara hukum (rechtsstaat).

Perspektifnya lugas dan sejurus membuka
pintu pandora kelamnya rimba berkelok penegakan hukum, dari kasus Novel
Baswedan, pemfasilitasan si buron Djoko ”Joker” S. Tjandra, maupun ”kado
kerling indah” jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Situasinya merangkai bayangan
perih bagi mata publik, lantas semakin menghunjam dalam sebilah belati ke
lengan Ustad Ali Jaber dari pelaku yang hendak diberi jubah ”orang gila”.

Anna Rogulskyj

Tertuang sepenggal cerita di buku
True Stories of Crime & Detection karya Gill Harvey (2003). Ada tiga belas
perempuan yang meninggal, semuanya dibunuh secara kejam, dan tujuh perempuan
lain cedera parah. Kejadian itu mencengangkan Kota Yorkshire di utara Inggris.

Nyaris 20 tahun polisi belum tiba
pada penelusuran jejak si pembunuh. Tentu di abad ilmu pengetahuan forensik
modern, pastilah dapat bekerja lebih cepat dari itu. Ketika polisi akhirnya
menahan seorang sopir truk bernama Peter Sutcliffe, hal itu lebih disebabkan
kesempatan yang menguntungkan semata.

Malangnya, serangan yang keji
terhadap perempuan bukanlah tidak biasa, tapi sering kali dilakukan seseorang
yang dikenal korban. Ketika Anna Rogulskyj diserang dengan kejam dari belakang,
pacarnya justru yang pertama diperiksa polisi. Tak lama kemudian, diketahui
sang pacar tidak ada kaitannya dengan penyerangan itu.

Anna Rogulskyj selamat, tetapi
tidak dapat mengingat apa pun tentang penyerangan. Lelaki yang menyerangnya
tidak merampoknya, pun tidak ada motif di balik serangan itu. Serangan demi
serangan merupakan misteri.

Kisah panjang mengenai alur
kriminalitas dan penyidikannya makin aktual untuk dibaca ulang sehubungan
dengan kejadian-kejadian ganjil: penusukan dan pembunuhan tokoh agama yang
dilakukan orang gila. Kejadian yang juga pernah menimpa keluarga kiai di
Jombang pada era 1990-an serta menyeruak di kasus ”kolor ijo” maupun ”ninja
Banyuwangi” tahun 1998. Konteksnya serupa fenomena tentang sebuah ”fragmen
kejahatan yang dilakukan orang-orang gila” yang mampu bertindak sistematis.

Baca Juga :  Santuy! Mengenang Momen Mesra Sugianto-Habib Ismail (Sohib)

Tragis. Hal ini bagi saya
merupakan wujud betapa ngerinya pengulangan sejarah yang melibatkan ”orang
gila” dalam ”tindak pidana”. Sebuah narasi yuridis-historiografis yang ”sangat
elegan” dimainkan siapa saja yang sanggup mengontrol segala sumber daya hukum.

Kegaduhan terpotret dinikmati dan
ditebar di jalanan. Pada titik ini, sedasar the rule of law, penegak hukum
harus selalu waspada, tanggap dan terjaga serta tidak salah bertindak, tidak
gagap menghadapi situasi apa pun. Mengikuti peribahasa Madura ”Mella’e
pettengnga bingong e’leggana”, yaitu teguh berpegang prinsip tak goyah oleh
ajakan menyimpangi norma. Makna dari peribahasa itu adalah: menatap di
kegelapan bingung di keluasan dengan pesan tidak elok mengabaikan pertimbangan
nalar keadilan menghadapi luasnya cakrawala peristiwa hukum.

Eling lan Waspada

Hadirnya ”orang gila” di panggung
hukum sejujurnya membangun persepsi adanya gerakan kaukus memainkan
”orang-orang gila” yang berkecerdasan karena sasaran korbannya terseleksi
dengan tepat. Pentas orang-orang gila yang mewarnai penegakan hukum acap kali
berkelindan dengan ”tokoh spesifik”. Orang-orang itu mengalami ”metamorfosis”
tidak tahan menghadapi kenyataan hidup hingga menjadi sangat tertekan jiwanya
karena khawatir tidak dapat menggapai ”mimpi” yang sangat emosional.

Terhadap hal ini, situasinya
persis seperti yang dianalisis Jean-Paul Sartre dalam karyanya, Theory of The
Emotions (1962). Emosi orang-orang itu merefleksikan sebuah keadaan yang
terjadi berulang-ulang dalam situasi yang sulit. Dan hal ini bukanlah soal
karakter, melainkan soal perasaan yang fluktuatif. Berarti ”kegilaan
orang-orang” dalam peristiwa hukum memenuhi kategori model ”perasaan yang
fluktuatif” itu, yang nanti usai ”pembebasan”, dia akan singgah membopong
mahkota kaukusnya. Dan untuk selanjutnya mereka tidak menyorongkan periode
pencederaan, melainkan berkhotbah untuk ”membadut dalam rangka pemenuhan
kebutuhan keluarga”.

Baca Juga :  Seleksi Calon Anggota KI Provinsi Kalteng Masuk Tahapan Psikotest dan Dinamika Kelompok

Konstruksi sosial politiknya
disindir apik Mikhail Alexandrovich Bakuni (1814–1876), seorang ideolog paling
terkenal di Eropa, di buku Statism and Anarchy yang ditulis di Rusia, 1873. Dia
menerangkan: ”… jalan pertempuran yang tepat tidak diinginkan para pemimpin dan
politikus … mereka lebih aman dalam pertempuran tidak berdarah di parlemen …
sebagai lembaga untuk latihan retorika”.

Sehubungan orang-orang gila yang
pandai memilih momentum untuk membangun kerumunannya, saya mengajak membaca
Kitab Kebijaksanaan Orang-orang Gila (’Uqala’ al-Majanin) yang ditulis Abu
Al-Qasim An-Naisaburi yang terbit kali pertama 1987. Buku itu memuat 500 kisah
muslim genius yang dianggap gila dalam sejarah Islam, ditulis seribu tahun
lalu.

Terdapat mutiara hikmah yang
banyak dari pustaka ini: Wahai Sa’dun, mengapa engkau tidak bergaul dengan masyarakat?
Sa’dun bersyair: Menjauhlah dari orang-orang supaya mereka menyangkamu takut.
Tak perlu kau menginginkan saudara, teman, dan sahabat. Pandanglah manusia dari
mana pun kau suka. Maka yang akan kau lihat hanyalah kalajengking.

Kalajengking itu bisa berupa
sosok yang ”mengayunkan golok umpatan” kepada khalayak. Ini juga barisan
”kegilaan yang mewabah” di masyarakat medsos. Akhirnya kita kembali merenungi
dalam hening di kala ramai sambil menyimak Serat Kalatidha Ranggowarsito: Zaman
Edan: Amenangi zaman edan; melu edan ora tahan; yen tan melu angklakoni boya
keduman, bejo-bejone kang edan, luwih bejo kang eling lan waspodo. Jadi
ingatlah pitutur luhur Raden Ngabehi Rangga Warsita (1802–1873) alias Bagus
Burhan ini di saat ada ”kaukus orang-orang gila”. (*)

(Penulis adalah Akademisi
Fakultas Hukum dan Koordinator Magister Sains Hukum & Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Airlangga)

KALTENGPOS.CO – Autoskeptis atas Kasus Ali Jaber adalah judul Jati
Diri harian Jawa Pos Selasa (15/9), yang saya niscayakan menyentak kesadaran
keadilan setiap warga yang merasa bahwa republik ini negara hukum (rechtsstaat).

Perspektifnya lugas dan sejurus membuka
pintu pandora kelamnya rimba berkelok penegakan hukum, dari kasus Novel
Baswedan, pemfasilitasan si buron Djoko ”Joker” S. Tjandra, maupun ”kado
kerling indah” jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Situasinya merangkai bayangan
perih bagi mata publik, lantas semakin menghunjam dalam sebilah belati ke
lengan Ustad Ali Jaber dari pelaku yang hendak diberi jubah ”orang gila”.

Anna Rogulskyj

Tertuang sepenggal cerita di buku
True Stories of Crime & Detection karya Gill Harvey (2003). Ada tiga belas
perempuan yang meninggal, semuanya dibunuh secara kejam, dan tujuh perempuan
lain cedera parah. Kejadian itu mencengangkan Kota Yorkshire di utara Inggris.

Nyaris 20 tahun polisi belum tiba
pada penelusuran jejak si pembunuh. Tentu di abad ilmu pengetahuan forensik
modern, pastilah dapat bekerja lebih cepat dari itu. Ketika polisi akhirnya
menahan seorang sopir truk bernama Peter Sutcliffe, hal itu lebih disebabkan
kesempatan yang menguntungkan semata.

Malangnya, serangan yang keji
terhadap perempuan bukanlah tidak biasa, tapi sering kali dilakukan seseorang
yang dikenal korban. Ketika Anna Rogulskyj diserang dengan kejam dari belakang,
pacarnya justru yang pertama diperiksa polisi. Tak lama kemudian, diketahui
sang pacar tidak ada kaitannya dengan penyerangan itu.

Anna Rogulskyj selamat, tetapi
tidak dapat mengingat apa pun tentang penyerangan. Lelaki yang menyerangnya
tidak merampoknya, pun tidak ada motif di balik serangan itu. Serangan demi
serangan merupakan misteri.

Kisah panjang mengenai alur
kriminalitas dan penyidikannya makin aktual untuk dibaca ulang sehubungan
dengan kejadian-kejadian ganjil: penusukan dan pembunuhan tokoh agama yang
dilakukan orang gila. Kejadian yang juga pernah menimpa keluarga kiai di
Jombang pada era 1990-an serta menyeruak di kasus ”kolor ijo” maupun ”ninja
Banyuwangi” tahun 1998. Konteksnya serupa fenomena tentang sebuah ”fragmen
kejahatan yang dilakukan orang-orang gila” yang mampu bertindak sistematis.

Baca Juga :  Santuy! Mengenang Momen Mesra Sugianto-Habib Ismail (Sohib)

Tragis. Hal ini bagi saya
merupakan wujud betapa ngerinya pengulangan sejarah yang melibatkan ”orang
gila” dalam ”tindak pidana”. Sebuah narasi yuridis-historiografis yang ”sangat
elegan” dimainkan siapa saja yang sanggup mengontrol segala sumber daya hukum.

Kegaduhan terpotret dinikmati dan
ditebar di jalanan. Pada titik ini, sedasar the rule of law, penegak hukum
harus selalu waspada, tanggap dan terjaga serta tidak salah bertindak, tidak
gagap menghadapi situasi apa pun. Mengikuti peribahasa Madura ”Mella’e
pettengnga bingong e’leggana”, yaitu teguh berpegang prinsip tak goyah oleh
ajakan menyimpangi norma. Makna dari peribahasa itu adalah: menatap di
kegelapan bingung di keluasan dengan pesan tidak elok mengabaikan pertimbangan
nalar keadilan menghadapi luasnya cakrawala peristiwa hukum.

Eling lan Waspada

Hadirnya ”orang gila” di panggung
hukum sejujurnya membangun persepsi adanya gerakan kaukus memainkan
”orang-orang gila” yang berkecerdasan karena sasaran korbannya terseleksi
dengan tepat. Pentas orang-orang gila yang mewarnai penegakan hukum acap kali
berkelindan dengan ”tokoh spesifik”. Orang-orang itu mengalami ”metamorfosis”
tidak tahan menghadapi kenyataan hidup hingga menjadi sangat tertekan jiwanya
karena khawatir tidak dapat menggapai ”mimpi” yang sangat emosional.

Terhadap hal ini, situasinya
persis seperti yang dianalisis Jean-Paul Sartre dalam karyanya, Theory of The
Emotions (1962). Emosi orang-orang itu merefleksikan sebuah keadaan yang
terjadi berulang-ulang dalam situasi yang sulit. Dan hal ini bukanlah soal
karakter, melainkan soal perasaan yang fluktuatif. Berarti ”kegilaan
orang-orang” dalam peristiwa hukum memenuhi kategori model ”perasaan yang
fluktuatif” itu, yang nanti usai ”pembebasan”, dia akan singgah membopong
mahkota kaukusnya. Dan untuk selanjutnya mereka tidak menyorongkan periode
pencederaan, melainkan berkhotbah untuk ”membadut dalam rangka pemenuhan
kebutuhan keluarga”.

Baca Juga :  Seleksi Calon Anggota KI Provinsi Kalteng Masuk Tahapan Psikotest dan Dinamika Kelompok

Konstruksi sosial politiknya
disindir apik Mikhail Alexandrovich Bakuni (1814–1876), seorang ideolog paling
terkenal di Eropa, di buku Statism and Anarchy yang ditulis di Rusia, 1873. Dia
menerangkan: ”… jalan pertempuran yang tepat tidak diinginkan para pemimpin dan
politikus … mereka lebih aman dalam pertempuran tidak berdarah di parlemen …
sebagai lembaga untuk latihan retorika”.

Sehubungan orang-orang gila yang
pandai memilih momentum untuk membangun kerumunannya, saya mengajak membaca
Kitab Kebijaksanaan Orang-orang Gila (’Uqala’ al-Majanin) yang ditulis Abu
Al-Qasim An-Naisaburi yang terbit kali pertama 1987. Buku itu memuat 500 kisah
muslim genius yang dianggap gila dalam sejarah Islam, ditulis seribu tahun
lalu.

Terdapat mutiara hikmah yang
banyak dari pustaka ini: Wahai Sa’dun, mengapa engkau tidak bergaul dengan masyarakat?
Sa’dun bersyair: Menjauhlah dari orang-orang supaya mereka menyangkamu takut.
Tak perlu kau menginginkan saudara, teman, dan sahabat. Pandanglah manusia dari
mana pun kau suka. Maka yang akan kau lihat hanyalah kalajengking.

Kalajengking itu bisa berupa
sosok yang ”mengayunkan golok umpatan” kepada khalayak. Ini juga barisan
”kegilaan yang mewabah” di masyarakat medsos. Akhirnya kita kembali merenungi
dalam hening di kala ramai sambil menyimak Serat Kalatidha Ranggowarsito: Zaman
Edan: Amenangi zaman edan; melu edan ora tahan; yen tan melu angklakoni boya
keduman, bejo-bejone kang edan, luwih bejo kang eling lan waspodo. Jadi
ingatlah pitutur luhur Raden Ngabehi Rangga Warsita (1802–1873) alias Bagus
Burhan ini di saat ada ”kaukus orang-orang gila”. (*)

(Penulis adalah Akademisi
Fakultas Hukum dan Koordinator Magister Sains Hukum & Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Airlangga)

Terpopuler

Artikel Terbaru