30.6 C
Jakarta
Wednesday, November 27, 2024

Masuk Uji Validasi, Biaya Produksi Tak Sampai Rp50 Ribu

Alat rapid test made in
Indonesia segera bisa digunakan. Produk bernama RI-GHA Covid-19 itu rencananya
diproduksi massal mulai akhir bulan ini. Selain murah, memiliki kelebihan
deteksi cepat, mudah digunakan, dan sensitivitas tinggi.

 

SIRTUPILLAILI, Mataram

 

SAAT ini alat
itu sedang memasuki tahap uji validasi. Pengujian dilakukan di RSUP dr
Sardjito, Rumah Sakit Akademik UGM, RSUD Kota Yogyakarta (Rumah Sakit Jogja),
RSUP dr Kariadi Semarang, dan RSUD dr Moewardi Solo dengan dipimpin Prof Tri
Wibawa dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Selain itu, dilakukan Prof Citra Rosita
dan Prof Fedik serta tim di RSUD dr Soetomo dan RS Unair.

Alat rapid diagnostic
test itu kali pertama diperkenalkan Presiden Joko Widodo pada 20 Mei lalu.
Merupakan produk anak negeri yang melibatkan para peneliti dari UGM,
Laboratorium Hepatika Mataram, dan Universitas Airlangga. Laboratorium Hepatika
yang berada di Kota Mataram dipimpin peneliti Prof dr Mulyanto. Penamaan RI-GHA
merupakan akronim dari Republik Indonesia-Gadjah Mada-Hepatika
Mataram-Airlangga.

Mulyanto menjelaskan,
alat tersebut merupakan proyek nasional di bawah Kementerian Riset dan
Teknologi (Kemenristek). Mereka menggalakkan para peneliti di Indonesia untuk
membuat alat-alat kesehatan untuk penanganan Covid-19. ”Tim itu dibagi dalam
gugus-gugus tugas. Ada yang membuat PCR, ada yang rapid test,” tutur dia kepada
Lombok Post (Grup Kalteng Pos/Jawa Pos Grup).

Laboratorium Hepatika
Mataram dilibatkan karena memiliki pengalaman panjang dalam membuat alat serupa
untuk pengujian sejumlah penyakit. ”Kemenristek memberikan dana untuk melakukan
inovasi, bukan menemukan lho, ya,” katanya.

Tim yang menggarap
dibagi dua. Laboratorium Hepatika bertugas membuat alat. Kemudian, peneliti UGM
dan Unair melakukan uji validasi. Hepatika mendapatkan dukungan Fakultas
Kedokteran (FK) Universitas Mataram (Unram). Selain menyediakan para peneliti
terbaik, Unram mempersilakan rumah sakit miliknya untuk menjadi penyedia sampel
pasien positif. ”Kalau tidak ada itu, kami tidak tahu alatnya bisa dipakai
untuk Covid-19 atau tidak,” jelas mantan dekan FK Unram tersebut.

Baca Juga :  Idul Adha, Sejumlah Masjid di Palangka Raya Disterilkan dengan Disinfe

 

Mulyanto menyatakan
bahwa pengerjaan rampung tak kurang dari sebulan. Pertengahan April diminta
mengerjakan, pada 20 Mei sudah diperkenalkan presiden. Saat ini alat tersebut
masih diproduksi terbatas. Hanya sebanyak 10 ribu untuk uji validasi. Namun,
Kemenristek sudah meminta Laboratorium Hepatika membuat 40 ribu alat tes lagi.
”Sembari kami menyempurnakan apa-apa yang masih kurang,” katanya.

Untuk akurasinya,
Mulyanto mengaku masih menunggu hasilnya. Namun, pemerintah pusat berani mengklaim
tingkat akurasi alat itu mencapai 80 persen. Tinggal pembenahan sedikit.
Mulyanto memastikan, RI-GHA Covid-19 Rapid Diagnostic Test IgG/IgM telah
mengantongi izin edar dari Kementerian Kesehatan. Izin edar itu didapatkan pada
19 Mei lalu. ”Sehari sebelum diperkenalkan Presiden Jokowi,” katanya.

Uji validasi
membutuhkan waktu sebulan. Awal Juli alat itu rencananya bisa didistribusikan
dalam skala besar untuk penanganan Covid-19. Dia mengungkapkan, tiga perusahaan
farmasi siap memproduksi, yakni Kalbe Farma, Kimia Farma, dan Bio Farma. ”Jadi,
nanti kalau ini baik, ramuannya akan kami serahkan ke Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT) supaya bisa diproduksi,” katanya.

Mulyanto menjelaskan,
RI-GHA Covid-19 sama dengan alat rapid test luar negeri. Jika mengacu ke
standar internasional, ia harus memiliki tingkat akurasi 90 persen.
”Istimewanya, alat ini dibuat di sini saja (dalam negeri, red),” katanya.

Jika sudah ada produksi
massal, Indonesia bisa mendapatkan alat tes cepat dengan harga lebih murah.
Selama ini harga alat rapid test impor Rp150 ribu hingga Rp250 ribu per buah.
RI-GHA Covid-19 nanti dijual dengan harga jauh lebih rendah, meski dia belum
tahu pastinya karena bukan kewenangannya. ”Kalau ongkos buatnya saja di bawah
Rp50 ribu,” ujarnya.

Baca Juga :  Yantenglie Ngaku Korban Politik

Dalam satu kotak RI-GHA
Covid-19 disediakan alat lengkap untuk mengambil sampel darah. Juga, disertakan
dengan buku petunjuk cara pemakaian, sehingga mempermudah masyarakat yang ingin
tes diagnosis mandiri. ”Kayak ngetes kehamilan itu deh,” jelasnya.

Tes harus dilakukan
dengan benar supaya memberikan hasil akurat.

Laboratorium Hepatika
sudah terbiasa membuat alat-alat uji cepat. Sebelumnya untuk penyakit-penyakit
yang lain. ”Yang membedakan dengan rapid test lainnya adalah bahan dasarnya,
antibodi atau antigennya berbeda,” katanya.

Membuat rapid test
Covid-19 lebih sulit daripada alat tes cepat untuk penyakit lain. Sebab,
Covid-19 merupakan jenis penyakit baru. Para ahli harus mempelajari dahulu
sifat virusnya. Kendala ditemui saat mencari antigen sebagai bahan dasar,
karena harus membeli di Amerika Serikat. ”Itu pun tak mudah karena rebutan
dengan negara-negara lain,” kata pria yang pernah membuat rapid test untuk
penyakit hepatitis dan alatnya itu sudah digunakan di Jepang.

Beberapa peneliti
perguruan tinggi di Indonesia kini sedang membuat antigen. Dia berharap antigen
yang dibuat berkualitas bagus, sehingga mempermudah pembuatan alat rapid test.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mataram dr Hamsu Kadriyan mengatakan,
pihaknya memberikan dukungan dalam proses pembuatan alat tersebut. Banyak SDM
Unram yang ikut terlibat, termasuk Mulyanto sebagai dosen di FK Unram. ”Untuk
uji awal alat rapid test-nya menggunakan serum positif yang ada di RS Unram,”
katanya.
 

Rapid diagnostic non-PCR itu, selain dapat
digunakan untuk screening, juga dapat digunakan untuk memonitor OTG, ODP, PDP,
atau pascainfeksi. Selain biayanya yang murah, alat itu dapat membaca hasil
dalam 5-10 menit, mudah, praktis, sensitivitas yang tinggi, serta sangat
spesifik.

Alat rapid test made in
Indonesia segera bisa digunakan. Produk bernama RI-GHA Covid-19 itu rencananya
diproduksi massal mulai akhir bulan ini. Selain murah, memiliki kelebihan
deteksi cepat, mudah digunakan, dan sensitivitas tinggi.

 

SIRTUPILLAILI, Mataram

 

SAAT ini alat
itu sedang memasuki tahap uji validasi. Pengujian dilakukan di RSUP dr
Sardjito, Rumah Sakit Akademik UGM, RSUD Kota Yogyakarta (Rumah Sakit Jogja),
RSUP dr Kariadi Semarang, dan RSUD dr Moewardi Solo dengan dipimpin Prof Tri
Wibawa dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Selain itu, dilakukan Prof Citra Rosita
dan Prof Fedik serta tim di RSUD dr Soetomo dan RS Unair.

Alat rapid diagnostic
test itu kali pertama diperkenalkan Presiden Joko Widodo pada 20 Mei lalu.
Merupakan produk anak negeri yang melibatkan para peneliti dari UGM,
Laboratorium Hepatika Mataram, dan Universitas Airlangga. Laboratorium Hepatika
yang berada di Kota Mataram dipimpin peneliti Prof dr Mulyanto. Penamaan RI-GHA
merupakan akronim dari Republik Indonesia-Gadjah Mada-Hepatika
Mataram-Airlangga.

Mulyanto menjelaskan,
alat tersebut merupakan proyek nasional di bawah Kementerian Riset dan
Teknologi (Kemenristek). Mereka menggalakkan para peneliti di Indonesia untuk
membuat alat-alat kesehatan untuk penanganan Covid-19. ”Tim itu dibagi dalam
gugus-gugus tugas. Ada yang membuat PCR, ada yang rapid test,” tutur dia kepada
Lombok Post (Grup Kalteng Pos/Jawa Pos Grup).

Laboratorium Hepatika
Mataram dilibatkan karena memiliki pengalaman panjang dalam membuat alat serupa
untuk pengujian sejumlah penyakit. ”Kemenristek memberikan dana untuk melakukan
inovasi, bukan menemukan lho, ya,” katanya.

Tim yang menggarap
dibagi dua. Laboratorium Hepatika bertugas membuat alat. Kemudian, peneliti UGM
dan Unair melakukan uji validasi. Hepatika mendapatkan dukungan Fakultas
Kedokteran (FK) Universitas Mataram (Unram). Selain menyediakan para peneliti
terbaik, Unram mempersilakan rumah sakit miliknya untuk menjadi penyedia sampel
pasien positif. ”Kalau tidak ada itu, kami tidak tahu alatnya bisa dipakai
untuk Covid-19 atau tidak,” jelas mantan dekan FK Unram tersebut.

Baca Juga :  Idul Adha, Sejumlah Masjid di Palangka Raya Disterilkan dengan Disinfe

 

Mulyanto menyatakan
bahwa pengerjaan rampung tak kurang dari sebulan. Pertengahan April diminta
mengerjakan, pada 20 Mei sudah diperkenalkan presiden. Saat ini alat tersebut
masih diproduksi terbatas. Hanya sebanyak 10 ribu untuk uji validasi. Namun,
Kemenristek sudah meminta Laboratorium Hepatika membuat 40 ribu alat tes lagi.
”Sembari kami menyempurnakan apa-apa yang masih kurang,” katanya.

Untuk akurasinya,
Mulyanto mengaku masih menunggu hasilnya. Namun, pemerintah pusat berani mengklaim
tingkat akurasi alat itu mencapai 80 persen. Tinggal pembenahan sedikit.
Mulyanto memastikan, RI-GHA Covid-19 Rapid Diagnostic Test IgG/IgM telah
mengantongi izin edar dari Kementerian Kesehatan. Izin edar itu didapatkan pada
19 Mei lalu. ”Sehari sebelum diperkenalkan Presiden Jokowi,” katanya.

Uji validasi
membutuhkan waktu sebulan. Awal Juli alat itu rencananya bisa didistribusikan
dalam skala besar untuk penanganan Covid-19. Dia mengungkapkan, tiga perusahaan
farmasi siap memproduksi, yakni Kalbe Farma, Kimia Farma, dan Bio Farma. ”Jadi,
nanti kalau ini baik, ramuannya akan kami serahkan ke Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT) supaya bisa diproduksi,” katanya.

Mulyanto menjelaskan,
RI-GHA Covid-19 sama dengan alat rapid test luar negeri. Jika mengacu ke
standar internasional, ia harus memiliki tingkat akurasi 90 persen.
”Istimewanya, alat ini dibuat di sini saja (dalam negeri, red),” katanya.

Jika sudah ada produksi
massal, Indonesia bisa mendapatkan alat tes cepat dengan harga lebih murah.
Selama ini harga alat rapid test impor Rp150 ribu hingga Rp250 ribu per buah.
RI-GHA Covid-19 nanti dijual dengan harga jauh lebih rendah, meski dia belum
tahu pastinya karena bukan kewenangannya. ”Kalau ongkos buatnya saja di bawah
Rp50 ribu,” ujarnya.

Baca Juga :  Yantenglie Ngaku Korban Politik

Dalam satu kotak RI-GHA
Covid-19 disediakan alat lengkap untuk mengambil sampel darah. Juga, disertakan
dengan buku petunjuk cara pemakaian, sehingga mempermudah masyarakat yang ingin
tes diagnosis mandiri. ”Kayak ngetes kehamilan itu deh,” jelasnya.

Tes harus dilakukan
dengan benar supaya memberikan hasil akurat.

Laboratorium Hepatika
sudah terbiasa membuat alat-alat uji cepat. Sebelumnya untuk penyakit-penyakit
yang lain. ”Yang membedakan dengan rapid test lainnya adalah bahan dasarnya,
antibodi atau antigennya berbeda,” katanya.

Membuat rapid test
Covid-19 lebih sulit daripada alat tes cepat untuk penyakit lain. Sebab,
Covid-19 merupakan jenis penyakit baru. Para ahli harus mempelajari dahulu
sifat virusnya. Kendala ditemui saat mencari antigen sebagai bahan dasar,
karena harus membeli di Amerika Serikat. ”Itu pun tak mudah karena rebutan
dengan negara-negara lain,” kata pria yang pernah membuat rapid test untuk
penyakit hepatitis dan alatnya itu sudah digunakan di Jepang.

Beberapa peneliti
perguruan tinggi di Indonesia kini sedang membuat antigen. Dia berharap antigen
yang dibuat berkualitas bagus, sehingga mempermudah pembuatan alat rapid test.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mataram dr Hamsu Kadriyan mengatakan,
pihaknya memberikan dukungan dalam proses pembuatan alat tersebut. Banyak SDM
Unram yang ikut terlibat, termasuk Mulyanto sebagai dosen di FK Unram. ”Untuk
uji awal alat rapid test-nya menggunakan serum positif yang ada di RS Unram,”
katanya.
 

Rapid diagnostic non-PCR itu, selain dapat
digunakan untuk screening, juga dapat digunakan untuk memonitor OTG, ODP, PDP,
atau pascainfeksi. Selain biayanya yang murah, alat itu dapat membaca hasil
dalam 5-10 menit, mudah, praktis, sensitivitas yang tinggi, serta sangat
spesifik.

Terpopuler

Artikel Terbaru