25 C
Jakarta
Wednesday, November 6, 2024

Dewan Pers Sebut Perusahaan Pers Butuh 7 Poin Insentif Ini

JAKARTA – Salah satu perusahaan yang ikut terdampak akibat pandemi
COVID-19 adalah perusahaan pers alias media. Dewan Pers bersama asosiasi
perusahaan media mendorong agar negara memberikan insentif ekonomi untuk
menopang daya hidup pers yang terdampak pandemik COVID-19. Setidaknya ada tujuh
poin insentif ekonomi yang dibutuhkan oleh pers saat ini.

“Kita akan mencoba mendorong dan
sesegera mungkin akan melakukan audiensi dengan kementerian dan lembaga
terkait. Kita akan mendorong negara pertama tetap mengalokasikan dana
sosialisasi kebijakan, program, atau kampanye penanggulangan COVID-19, baik di
tingkat pusat maupun daerah untuk perusahaan pers,” ujar Ketua Komisi Hubungan
Antar-Lembaga dan Luar Negeri Dewan Pers, Agus Sudibyo di Jakarta, Kamis
(14/5).

Selain itu, mendorong negara
untuk memberikan subsidi harga kertas bagi perusahaan pers cetak sebesar 20
persen dari harga per kilogram komoditas tersebut. Kemudian, Dewan Pers dan
asosiasi mendorong negara memberikan subsidi biaya listrik untuk perusahaan
pers sebesar 30 persen dari tagihan per bulan pada periode Mei-Desember 2020.

Baca Juga :  KPK Berhentikan Dua Penyidik Polri

Selanjutnya, negara perlu
memberikan kredit berbunga rendah dan berjangka panjang melalui Bank BUMN untuk
perusahaan pers. Insentif kelima yakni negara perlu menangguhkan kewajiban
karyawan dan perusahaan pers untuk membayar iuran BPJS ketenagakerjaan selama
masa pandemik COVID-19, tanpa mengurangi manfaat yang seharusnya diperoleh
karyawan.

Kemudian, pemerintah juga
didorong untuk menanggung kewajiban karyawan dan perusahaan pers untuk membayar
iuran BPJS Kesehatan selama masa pandemik COVID-19. Poin ke tujuh meminta
negara memaksimalkan pemungutan pajak pendapatan dari perusahaan platform
global yang beroperasi di Indonesia. Seperti Google, Facebook, YouTube,
Twitter, Instagram, Microsoft, dan lainnya.

Komponen atau hasil pemungutan
pajak pendapatan tersebut penting untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang
sehat dan setara, serta layak dialokasikan untuk mengembangkan dan
menyelamatkan institusi jurnalisme. “Selain dalam bentuk kampanye, kita juga
akan melakukan kegiatan lobi untuk memperjuangkan aspirasi ini,” paparnya.

Hal senada disampaikan Ketua
Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Arif Zulkifli. Dia
menegaskan pemberian insentif ekonomi dari negara untuk menyelamatkan pers dari
dampak COVID-19 bukan berarti membuat media kehilangan independensinya.

Baca Juga :  Kementan Dukung Kawasan Agroekowisata Bedah Manoreh dengan Kateki

“Apakah dengan dorongan kepada
pemerintah untuk menyelamatkan komunitas media, maka media akan kehilangan
independensinya? Kami menyadari ini akan menjadi persoalan. Bantuan insentif
yang diberikan pemerintah sesungguhnya bukan bersumber dari pemerintah. Melainkan
dari negara,” tegas Arif.

Pada prinsipnya keuangan negara
bersumber dari pajak publik. Menurut Arif, publik sebagai pembayar pajak dan
penerima manfaatnya juga publik. Termasuk kalangan pers. Sementara, pemerintah,
lanjutnya, adalah lembaga yang diberi wewenang mengelola keuangan negara.
Karena itu, media tidak akan kehilangan independensinya jika menerima insentif
dari negara.

“Jadi kami berharap tidak
disalahpahami. Seolah-olah jika pers nasional diberi insentif ekonomi untuk
tetap tumbuh, artinya tidak lagi independen atau tidak boleh lagi memberitakan
informasi seakurat mungkin. Justru sebaliknya. Jika diberi insentif kita akan
punya kekuatan untuk memberitakan informasi secara akurat dan terpercaya,”
paparnya.

JAKARTA – Salah satu perusahaan yang ikut terdampak akibat pandemi
COVID-19 adalah perusahaan pers alias media. Dewan Pers bersama asosiasi
perusahaan media mendorong agar negara memberikan insentif ekonomi untuk
menopang daya hidup pers yang terdampak pandemik COVID-19. Setidaknya ada tujuh
poin insentif ekonomi yang dibutuhkan oleh pers saat ini.

“Kita akan mencoba mendorong dan
sesegera mungkin akan melakukan audiensi dengan kementerian dan lembaga
terkait. Kita akan mendorong negara pertama tetap mengalokasikan dana
sosialisasi kebijakan, program, atau kampanye penanggulangan COVID-19, baik di
tingkat pusat maupun daerah untuk perusahaan pers,” ujar Ketua Komisi Hubungan
Antar-Lembaga dan Luar Negeri Dewan Pers, Agus Sudibyo di Jakarta, Kamis
(14/5).

Selain itu, mendorong negara
untuk memberikan subsidi harga kertas bagi perusahaan pers cetak sebesar 20
persen dari harga per kilogram komoditas tersebut. Kemudian, Dewan Pers dan
asosiasi mendorong negara memberikan subsidi biaya listrik untuk perusahaan
pers sebesar 30 persen dari tagihan per bulan pada periode Mei-Desember 2020.

Baca Juga :  KPK Berhentikan Dua Penyidik Polri

Selanjutnya, negara perlu
memberikan kredit berbunga rendah dan berjangka panjang melalui Bank BUMN untuk
perusahaan pers. Insentif kelima yakni negara perlu menangguhkan kewajiban
karyawan dan perusahaan pers untuk membayar iuran BPJS ketenagakerjaan selama
masa pandemik COVID-19, tanpa mengurangi manfaat yang seharusnya diperoleh
karyawan.

Kemudian, pemerintah juga
didorong untuk menanggung kewajiban karyawan dan perusahaan pers untuk membayar
iuran BPJS Kesehatan selama masa pandemik COVID-19. Poin ke tujuh meminta
negara memaksimalkan pemungutan pajak pendapatan dari perusahaan platform
global yang beroperasi di Indonesia. Seperti Google, Facebook, YouTube,
Twitter, Instagram, Microsoft, dan lainnya.

Komponen atau hasil pemungutan
pajak pendapatan tersebut penting untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang
sehat dan setara, serta layak dialokasikan untuk mengembangkan dan
menyelamatkan institusi jurnalisme. “Selain dalam bentuk kampanye, kita juga
akan melakukan kegiatan lobi untuk memperjuangkan aspirasi ini,” paparnya.

Hal senada disampaikan Ketua
Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Arif Zulkifli. Dia
menegaskan pemberian insentif ekonomi dari negara untuk menyelamatkan pers dari
dampak COVID-19 bukan berarti membuat media kehilangan independensinya.

Baca Juga :  Kementan Dukung Kawasan Agroekowisata Bedah Manoreh dengan Kateki

“Apakah dengan dorongan kepada
pemerintah untuk menyelamatkan komunitas media, maka media akan kehilangan
independensinya? Kami menyadari ini akan menjadi persoalan. Bantuan insentif
yang diberikan pemerintah sesungguhnya bukan bersumber dari pemerintah. Melainkan
dari negara,” tegas Arif.

Pada prinsipnya keuangan negara
bersumber dari pajak publik. Menurut Arif, publik sebagai pembayar pajak dan
penerima manfaatnya juga publik. Termasuk kalangan pers. Sementara, pemerintah,
lanjutnya, adalah lembaga yang diberi wewenang mengelola keuangan negara.
Karena itu, media tidak akan kehilangan independensinya jika menerima insentif
dari negara.

“Jadi kami berharap tidak
disalahpahami. Seolah-olah jika pers nasional diberi insentif ekonomi untuk
tetap tumbuh, artinya tidak lagi independen atau tidak boleh lagi memberitakan
informasi seakurat mungkin. Justru sebaliknya. Jika diberi insentif kita akan
punya kekuatan untuk memberitakan informasi secara akurat dan terpercaya,”
paparnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru