JAKARTA – Setelah berulangkali disudutkan menteri Jokowi, Gubernur
DKI Jakarta Anies Baswedan akhirnya melawan. Anies balik menuding pemerintah
pusat kerap mempersulit Pemprov DKI Jakarta dalam menangani virus Corona atau
Covid-19.
Kepada media asing, Sydney
Morning Herald dan The Ages, Anies mengaku bahkan sempat dilarang melakukan tes
Covid-19 pada Januari 2020.
Anies membeberkan bahwa pada 6
Januari setelah mendengar kasus pertama virus corona di Wuhan, pihaknya sudah
mengadakan rapat dengan seluruh rumah sakit di Jakarta dan menyediakan nomor
hotline di 190 rumah sakit di Jakarta.
“Dan ketika jumlahnya terus
bertambah, saat itu kami tidak diizinkan untuk melaksanakan tes. Jadi, ketika
ada kasus baru, kami mengirim sampel ke laboratorium nasional,†kata Anies
dalam wawancara itu, seperti dilansir CNN, Jumat (8/5).
Anehnya, sampel yang dikirim ke
laboratorium nasional semuanya dinyatakan negatif.
“Pada akhir Februari, kami
bertanya-tanya, kenapa seluruh hasil tesnya negatif,†kata mantan Menteri
Pendidikan Nasional itu.
Anies kemudian memutuskan untuk
menyampaikan kepada publik dan mengatakan bahwa pihaknya telah memantau
sejumlah kasus tersebut.
Namun, saat itu Menteri Kesehatan
Terawan Agus Putranto menyangkal ucapan Anies.
Sepanjang Januari hingga
Februari, Menteri Terawan berulang kali menyangkal bahwa Indonesia memiliki
kasus virus corona, meskipun banyak bukti yang bertentangan.
Seiring berjalannya waktu,
Presiden Jokowi akhirnya mengakui pemerintah menahan informasi terkait virus
corona untuk menghindari kepanikan di tengah masyarakat.
Anies, dalam artikel SMH
tersebut, juga membantah laporan pemerintah pusat yang menyebut bahwa Indonesia
telah melalui kondisi terburuk terkait virus corona.
Anies tak mau sesumbar
memprediksi kapan kondisi normal, seperti yang dilakukan pemerintah pusat
dengan menyatakan bahwa kehidupan masyarakat akan kembali normal pada Juni atau
Juli.
“Kenapa saya tidak mau
memprediksi? Karena saya melihat data, itu tidak mencerminkan akan segera
berakhir. Itu yang dikatakan oleh epidemiologis. Ini adalah saat-saat para
pembuat kebijakan mempercayai sains,†ujar Anies.
Anies juga menyatakan frustrasi
dengan sikap pemerintah pusat, terlebih dengan Menkes Terawan karena masalah
transparansi data.
“Dari sisi kami, transparan dan
memberitahu masyarakat apa yang harus dilakukan untuk memberikan rasa aman.
Tetapi, Kementerian Kesehatan merasakan sebaliknya, bahwa transparansi akan
membuat panik,†jelas Anies.
Hingga Jumat (8/5), tercatat ada
4.901 kasus positif virus corona di Jakarta. Dari jumlah tersebut, 431
meninggal dan 763 lainnya telah sembuh.
Menurut Anies, jumlah jenazah
yang dimakamkan di Jakarta bertambah seiring munculnya wabah virus corona.
Pada pertengahan Maret saja,
Pemprov DKI mencatatkan 4.300 jenazah yang dimakamkan di Jakarta, sementara
pada April tercatat ada 4.590 jenazah yang dimakamkan.
Menurut Anies, dalam kondisi
normal biasanya di Jakarta hanya ada sekitar 3.000 jenazah yang dimakamkan
selama sebulan. Artinya, ada kenaikan sekitar 1.500 jenazah yang dimakamkan di
DKI Jakarta.
“Peningkatan kematian ini
kemungkinan besar karena kasus Covid, dan jika angka kematian 10 persen,
mungkin di luar sana ada sekitar 15 hingga 30 ribu orang yang terinfeksi di
Jakarta,†katanya.
“Kami pikir jumlah (kematian dan
infeksi) jauh lebih tinggi dari apa yang dilaporkan oleh Kemenkes,†tambahnya.
Terkait kapasitas tes, Anies
mengaku optimis Indonesia tengah mengupayakan meningkatkan daya uji
laboratorium. Karena baru-baru ini memperoleh lebih banyak tes antigen dari
Korea Selatan dan China.
Jakarta, kata Anies, saat ini
dapat memproses 3.086 tes virus corona dalam sehari di 23 laboratorium.
Selain itu, saat ini di Jakarta
juga sudah ada 63 rumah sakit garis depan dan 172 rumah sakit lainnya untuk
menangani wabah virus corona.
Kemudian, Pemprov DKI juga
menyatakan, dari 1.600 tempat tidur yang disiapkan untuk pasien corona tidak
sepenuhnya terpakai, dan menurut Anies, saat ini hanya 900 ICU di Jakarta yang
digunakan.
Dalam kesempatan itu, Anies juga
menyebut jika Presiden Jokowi seharusnya melarang mudik lebih cepat. Pasalnya,
menurut perhitungan Anies, ada sekitar 1,6 juta orang yang telah meninggalkan
Jakarta.
Selain itu, untuk mencegah
gelombang kedua virus corona di Jakarta, Anies menegaskan akan melarang
orang-orang yang telah mudik kembali ke Jakarta.
Kebijakan Anies ini pun sempat
dikritisi oleh sejumlah politisi karena dianggap berlebihan. Namun Anies
menyatakan tidak khawatir.
“Saya tidak khawatir tentang apa
yang dikatakan media sosial tentang kebijakan kami,†ujar Anies.
“Saya lebih khawatir tentang apa
yang akan ditulis sejarawan di masa depan tentang kebijakan kami,†pungkas
Anies.
Menanggapi hal itu, aktivis
nasional yang juga Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM), Iwan
Sumule mengatakan, keluhan Anies membuktikan bahwa pemerintah pusat abai dalam
mengantisipasi Corona.
“Gubernur @aniesbaswedan kembali
kuak perlakuan pemerintah pusat. Bagaimana pusat tak sigap, bahkan terkesan
abai dgn adanya virus corona sejak awal,†kata Iwan melalui akun Twitternya,
Sabtu (9/5/2020).
“Pantas saat itu pernyataan
pemerintah pusat bengkok2. Dan tak diluruskan pula sama istana. Iya gak sih?,â€
tambah Iwan.