31.3 C
Jakarta
Sunday, December 22, 2024

Corona Meradang, Empati pun Menghilang

DARI hari ke hari pasien
positif yang terjangkit Coronavirus Disease (Covid-19) di Indonesia terus
meningkat. Bahkan pada tanggal 5 April 2020, pasien positif yang terjangkit
Covid-19 mencapai 2.273, 198 orang meninggal dunia, dan 164 orang sembuh.
Artinya dalam hal ini, Covid-19 semakin meradang kepada negara kita, dan
sayangnya negara kita pun tidak bisa melawannya. Meskipun berbagai cara dan
upaya telah dilakukan oleh negara kita untuk melawan Covid-19 yang semakin
meradang tersebut, namun tetap saja hal tersebut pada akhirnya tidak bisa mengubah
apapun.

Yang lebih mengenaskan lagi, disaat
Covid-19 semakin meradang justru masyarakat kita malah kehilangan empatinya
terhadap para jenazah yang terkena Covid-19. Misalnya yang terjadi di Banyumas
kemarin ini, di mana ketika ada jenazah yang terkena Covid-19 akan dimakamkan,
justru warga yang ada di sekitarnya malah menolak jenazah tersebut dengan
melakukan pelemparan batu kepada para petugas. Bahkan setelah beberapa kali
ditolak, Bupati Banyumas pun turut membongkar makam jenazah yang terjangkit
Covid-19 tersebut, dan membuktikan kepada rakyatnya bahwa jenazah tersebut
tidak berbahaya.

Seharusnya ketika negara Indonesia
sedang terkena wabah penyakit, empati pun harus semakin dikuatkan, bukan justru
semakin dihilangkan. Karena pada hakikatnya empati adalah kemampuan untuk
menempatkan diri pada situasi atau kondisi yang dihadapi orang lain (Ngalimun,
2018: 40). Artinya ketika seseorang sedang mengalami peristiwa duka, seharusnya
kita pun ikut merasakan suasana duka tersebut, bukan justru melakukan tindakan
yang semakin memperkeruh suasana.
Apabila masyarakat
enggan membantu jenazah yang terjangkit Covid-19, maka tidak perlu juga
melakukan hal yang dapat merusak empati.

Oleh karena itu, dengan adanya
peristiwa ini, kita harus belajar bahwasannya keberadaan virus tersebut jangan
dijadikan alasan bagi masyarakat untuk menghilangkan empatinya. Sebaiknya masyarakat
Indonesia belajar bahwa empati lebih penting daripada apapun. Meskipun Covid-19
merupakan virus yang berbahaya, namun bukan berarti masyarakat berhak melakukan
suatu hal yang tidak berempati kepada jenazah yang terkena Covid-19. Karena
itu, agar kejadian yang sama tidak terulang lagi di masa yang akan datang, maka
kita harus berkontemplasi dengan sebaik mungkin.

Baca Juga :  Gangguan Hidraulic System, Lion Air Palangka Raya – Surabaya Tertund

Meneladani Sifat Rasulullah SAW

Rasulullah SAW
pernah memberikan contoh kepada umatnya dalam menerapkan empati kepada salah
satu sahabat Rasul yang berkhianat, sahabat Rasul tersebut bernama Abdullah bin
Ubay. Dikisahkan semasa hidupnya Abdullah bin Ubay adalah seorang sahabat Nabi
yang justru acapkali bersekutu dengan kaum Yahudi. Singkat cerita, ketika tahun
sembilan Hijriyah, sepulang dari perang Tabuk, di akhir bulan Syawwal, Nabi
Muhammad SAW mendengar bahwa Abdullah bin Ubay tengah jatuh sakit.

Mendengar berita
tersebut, Rasulullah pun tidak tinggal diam, beliau langsung mendatangi rumah
Abdullah bin Ubay. Ketika sudah bertemu dengan Abdullah, Rasulullah SAW
mengatakan bahwa, “Bukankah saya sudah melarang kamu agar tidak selalu
bersekutu dengan Yahudi?”

Kemudian ia
menjawab dengan seenaknya tanpa memikirkan dosa, “Dahulu, As’ad bin Zurarah
membenci orang-orang Yahudi, dan mereka pada akhirnya mati.” Menurutnya, tujuan
 membela kaum Yahudi pada waktu itu,
adalah untuk melindungi dirinya agar terhindar dari kematian. Tetapi walaupun
sebenarnya Abdullah bin Ubay adalah seorang sahabat yang sering menyebarkan hadistul
ifki
(berita palsu) dan bersekutu dengan kaum Yahudi, Rasulullah SAW tidak
pernah mempunyai dendam terhadapnya.

Rasulullah SAW
tetap menganggapnya sebagai sahabat yang mempunyai kewajiban sebagai seorang
muslim seperti biasanya. Bahkan pada bulan Dzulqa’dah, Abdullah bin Ubay pun
akhirnya wafat. Dengan sifat rendah hati yang dipunyai oleh Rasulullah SAW,
beliau pun tetap membantu jenazahnya sampai ke liang lahat.

Berdasarkan
peristiwa tersebut, seharusnya masyarakat bisa meneladani sifat Rasulullah SAW
yang menganggap bahwasannya tidak semua orang yang terkena penyakit harus
selalu dimusuhi. Walaupun jenazahnya adalah seorang sahabat Rasul yang berkhianat,
tetapi Nabi Muhammad SAW tetap membantunya sampai ke liang lahat. Berdasarkan
hal tersebut, kita harus benar-benar melakukan kontemplasi bahwasannya seorang
Rasul utusan Allah SWT saja tidak melakukan pelemparan batu, lantas mengapa
kita sebagai umatnya melakukan pelemparan batu?

Baca Juga :  Warga Persilahkan Tim Satgas TMMD Beristirahat

Oleh karena itu,
kejadian pelemparan batu terhadap para petugas yang ingin menguburkan jenazah
pasien terjangkit Covid-19, harus dijadikan contoh bahwa peristiwa tersebut
merupakan peristiwa yang tidak patut untuk ditiru oleh masyarakat yang lain.
Masyarakat harus menjadikan pembelajaran bahwa ketika Covid-19 terus-menerus
memakan korban, maka masyarakat harus menguatkan satu sama lain, dan menerapkan
empati dengan sebaik mungkin.

Memperkuat Kohesi Sosial

Kohesi yang
dimaksud di sini adalah penyatuan. Artinya, media massa mendorong masyarakat
untuk bersatu. Dengan kata lain, media massa merangsang masyarakat untuk
memikirkan dirinya bahwa bercerai-berai bukan keadaan yang baik bagi kehidupan
mereka. Termasuk di sini media massa yang mampu meliput beritanya dengan teknik
cover both sides (meliput dua sisi
yang berbeda secara seimbang) atau bahkan all
sides
(meliput dari banyak segi suatu kejadian) (Nurudin, 2015: 77).

Peran media
massa dalam memperkuat kohesi sosial tentu sangatlah penting, karena media
massa mampu merangkai dan membingkai suatu informasi yang membuat masyarakat
langsung memercayainya. Media massa harus memberikan edukasi bahwa empati juga
sangat penting diterapkan ketika Covid-19 telah memakan korban sampai 2.273
orang. Maka dari itu, sebaiknya media massa jangan hanya menyebarkan pesan
mengenai physical distancing, namun
juga media massa harus mampu menyebarkan pesan yang bisa mengajak masyarakat
untuk memperkuat kohesi sosial dan menerapkan empati antara satu sama lain.

(Penulis adalah : Esais dan
Pemerhati Sosial, tinggal di Grogol, Cilegon, Banten)

DAFTAR PUSTAKA

Ngalimun.
2018. Komunikasi Interpersonal.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nurudin. 2015. Komunikasi
Massa Suatu Pengantar
. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

DARI hari ke hari pasien
positif yang terjangkit Coronavirus Disease (Covid-19) di Indonesia terus
meningkat. Bahkan pada tanggal 5 April 2020, pasien positif yang terjangkit
Covid-19 mencapai 2.273, 198 orang meninggal dunia, dan 164 orang sembuh.
Artinya dalam hal ini, Covid-19 semakin meradang kepada negara kita, dan
sayangnya negara kita pun tidak bisa melawannya. Meskipun berbagai cara dan
upaya telah dilakukan oleh negara kita untuk melawan Covid-19 yang semakin
meradang tersebut, namun tetap saja hal tersebut pada akhirnya tidak bisa mengubah
apapun.

Yang lebih mengenaskan lagi, disaat
Covid-19 semakin meradang justru masyarakat kita malah kehilangan empatinya
terhadap para jenazah yang terkena Covid-19. Misalnya yang terjadi di Banyumas
kemarin ini, di mana ketika ada jenazah yang terkena Covid-19 akan dimakamkan,
justru warga yang ada di sekitarnya malah menolak jenazah tersebut dengan
melakukan pelemparan batu kepada para petugas. Bahkan setelah beberapa kali
ditolak, Bupati Banyumas pun turut membongkar makam jenazah yang terjangkit
Covid-19 tersebut, dan membuktikan kepada rakyatnya bahwa jenazah tersebut
tidak berbahaya.

Seharusnya ketika negara Indonesia
sedang terkena wabah penyakit, empati pun harus semakin dikuatkan, bukan justru
semakin dihilangkan. Karena pada hakikatnya empati adalah kemampuan untuk
menempatkan diri pada situasi atau kondisi yang dihadapi orang lain (Ngalimun,
2018: 40). Artinya ketika seseorang sedang mengalami peristiwa duka, seharusnya
kita pun ikut merasakan suasana duka tersebut, bukan justru melakukan tindakan
yang semakin memperkeruh suasana.
Apabila masyarakat
enggan membantu jenazah yang terjangkit Covid-19, maka tidak perlu juga
melakukan hal yang dapat merusak empati.

Oleh karena itu, dengan adanya
peristiwa ini, kita harus belajar bahwasannya keberadaan virus tersebut jangan
dijadikan alasan bagi masyarakat untuk menghilangkan empatinya. Sebaiknya masyarakat
Indonesia belajar bahwa empati lebih penting daripada apapun. Meskipun Covid-19
merupakan virus yang berbahaya, namun bukan berarti masyarakat berhak melakukan
suatu hal yang tidak berempati kepada jenazah yang terkena Covid-19. Karena
itu, agar kejadian yang sama tidak terulang lagi di masa yang akan datang, maka
kita harus berkontemplasi dengan sebaik mungkin.

Baca Juga :  Gangguan Hidraulic System, Lion Air Palangka Raya – Surabaya Tertund

Meneladani Sifat Rasulullah SAW

Rasulullah SAW
pernah memberikan contoh kepada umatnya dalam menerapkan empati kepada salah
satu sahabat Rasul yang berkhianat, sahabat Rasul tersebut bernama Abdullah bin
Ubay. Dikisahkan semasa hidupnya Abdullah bin Ubay adalah seorang sahabat Nabi
yang justru acapkali bersekutu dengan kaum Yahudi. Singkat cerita, ketika tahun
sembilan Hijriyah, sepulang dari perang Tabuk, di akhir bulan Syawwal, Nabi
Muhammad SAW mendengar bahwa Abdullah bin Ubay tengah jatuh sakit.

Mendengar berita
tersebut, Rasulullah pun tidak tinggal diam, beliau langsung mendatangi rumah
Abdullah bin Ubay. Ketika sudah bertemu dengan Abdullah, Rasulullah SAW
mengatakan bahwa, “Bukankah saya sudah melarang kamu agar tidak selalu
bersekutu dengan Yahudi?”

Kemudian ia
menjawab dengan seenaknya tanpa memikirkan dosa, “Dahulu, As’ad bin Zurarah
membenci orang-orang Yahudi, dan mereka pada akhirnya mati.” Menurutnya, tujuan
 membela kaum Yahudi pada waktu itu,
adalah untuk melindungi dirinya agar terhindar dari kematian. Tetapi walaupun
sebenarnya Abdullah bin Ubay adalah seorang sahabat yang sering menyebarkan hadistul
ifki
(berita palsu) dan bersekutu dengan kaum Yahudi, Rasulullah SAW tidak
pernah mempunyai dendam terhadapnya.

Rasulullah SAW
tetap menganggapnya sebagai sahabat yang mempunyai kewajiban sebagai seorang
muslim seperti biasanya. Bahkan pada bulan Dzulqa’dah, Abdullah bin Ubay pun
akhirnya wafat. Dengan sifat rendah hati yang dipunyai oleh Rasulullah SAW,
beliau pun tetap membantu jenazahnya sampai ke liang lahat.

Berdasarkan
peristiwa tersebut, seharusnya masyarakat bisa meneladani sifat Rasulullah SAW
yang menganggap bahwasannya tidak semua orang yang terkena penyakit harus
selalu dimusuhi. Walaupun jenazahnya adalah seorang sahabat Rasul yang berkhianat,
tetapi Nabi Muhammad SAW tetap membantunya sampai ke liang lahat. Berdasarkan
hal tersebut, kita harus benar-benar melakukan kontemplasi bahwasannya seorang
Rasul utusan Allah SWT saja tidak melakukan pelemparan batu, lantas mengapa
kita sebagai umatnya melakukan pelemparan batu?

Baca Juga :  Warga Persilahkan Tim Satgas TMMD Beristirahat

Oleh karena itu,
kejadian pelemparan batu terhadap para petugas yang ingin menguburkan jenazah
pasien terjangkit Covid-19, harus dijadikan contoh bahwa peristiwa tersebut
merupakan peristiwa yang tidak patut untuk ditiru oleh masyarakat yang lain.
Masyarakat harus menjadikan pembelajaran bahwa ketika Covid-19 terus-menerus
memakan korban, maka masyarakat harus menguatkan satu sama lain, dan menerapkan
empati dengan sebaik mungkin.

Memperkuat Kohesi Sosial

Kohesi yang
dimaksud di sini adalah penyatuan. Artinya, media massa mendorong masyarakat
untuk bersatu. Dengan kata lain, media massa merangsang masyarakat untuk
memikirkan dirinya bahwa bercerai-berai bukan keadaan yang baik bagi kehidupan
mereka. Termasuk di sini media massa yang mampu meliput beritanya dengan teknik
cover both sides (meliput dua sisi
yang berbeda secara seimbang) atau bahkan all
sides
(meliput dari banyak segi suatu kejadian) (Nurudin, 2015: 77).

Peran media
massa dalam memperkuat kohesi sosial tentu sangatlah penting, karena media
massa mampu merangkai dan membingkai suatu informasi yang membuat masyarakat
langsung memercayainya. Media massa harus memberikan edukasi bahwa empati juga
sangat penting diterapkan ketika Covid-19 telah memakan korban sampai 2.273
orang. Maka dari itu, sebaiknya media massa jangan hanya menyebarkan pesan
mengenai physical distancing, namun
juga media massa harus mampu menyebarkan pesan yang bisa mengajak masyarakat
untuk memperkuat kohesi sosial dan menerapkan empati antara satu sama lain.

(Penulis adalah : Esais dan
Pemerhati Sosial, tinggal di Grogol, Cilegon, Banten)

DAFTAR PUSTAKA

Ngalimun.
2018. Komunikasi Interpersonal.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nurudin. 2015. Komunikasi
Massa Suatu Pengantar
. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Terpopuler

Artikel Terbaru