29.1 C
Jakarta
Saturday, November 23, 2024

Omnibus Law: Sapu Jagat Investasi

BANYAKNYA regulasi yang mengatur aktivitas bisnis
dan ekonomi mengakibatkan tidak terpenuhinya uniformity (keseragaman) dan
conformity (kesesuaian) aturan antardaerah, antara pusat dan daerah, juga antarlembaga.
Dampaknya, efisiensi dan kelincahan dunia usaha terganggu serta iklim dan daya
saing investasi terancam.

Omnibus law digadang-gadang sebagai jurus pemungkas untuk “mengangkut”
semua pasal bermasalah yang menghambat investasi sekaligus menyelesaikannya
dalam satu paket produk perundangan sehingga lebih efisien, transparan, dan
menjamin aspek kepastian. Omnibus law yang terdiri atas Omnibus Cipta Lapangan
Kerja dan Perpajakan akan merevisi tidak kurang 1.244 pasal dari 82 UU yang
ada.

Omnibus law telah diimplementasikan di negara-negara lain yang menerapkan
common law system seperti Kanada, Turki, New Zealand, Australia, serta Filipina
dan terbukti cukup efektif. Lalu, apakah akan ampuh menjadi sapu jagat untuk
membereskan seluruh hambatan investasi di Indonesia dan menstimulasi
pertumbuhan ekonomi sekaligus membawa kita keluar secepatnya dari middle income
trap?

Investasi dan Pertumbuhan

Visi Indonesia Maju 2045 menargetkan Indonesia menjadi negara dengan
pendapatan Rp 320 juta per kapita per tahun dan produk domestik bruto (PDB)
mencapai 7 triliun dolar AS. Investasi diyakini menjadi salah satu faktor
penggerak utama di tengah ruang fiskal yang terbatas.

Sayangnya, iklim investasi dan daya saing Indonesia masih relatif
tertinggal bila dibandingkan dengan negara lain yang sejajar di ASEAN. Malaysia
dan Thailand, misalnya. Berdasar laporan Ease of Doing Business (EODB) 2020
yang dirilis Bank Dunia, Indonesia masih berada di peringkat ke-6 negara di
ASEAN dengan total skor 69,6. Lebih rendah dibandingkan Malaysia dan Thailand
dengan total skor 81,5 serta 80,1.

Baca Juga :  Pernah Kembangkan Program Jagung di Kobar, Ujang Iskandar Dapat Dukun

Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan diharapkan bisa memperbaiki
ekosistem investasi dan daya saing Indonesia di tengah ketidakpastian dan
perlambatan ekonomi global.

Omnibus Law dan “Prekariatisasi”

Job security dan kesejahteraan buruh menjadi isu sensitif yang mengemuka.
Beberapa muatan pasal dalam omnibus law dipandang lebih menguntungkan
perusahaan dan sebaliknya mengancam job security dan kesejahteraan buruh.
Bahkan, omnibus law dikatakan dapat menimbulkan prekariatisasi, semua kelas
pekerja (proletariat) terjebak pada situasi yang rentan (precarious).

Sebagai contoh, rencana pemberlakuan upah berdasar jam bekerja. Pada
kondisi pasar kerja yang posisi perusahaan lebih dominan, perusahaan dapat dengan
mudah mengatur jam kerja sesuai kebutuhan efisiensi dan buruh hanya menerima
upah sesuai jam kerjanya. Namun, bagi yang produktivitasnya tinggi, sistem itu
bisa jadi akan lebih menguntungkan karena lebih fleksibel untuk mengatur dan
mengambil lebih dari satu pekerjaan.

Sistem upah berdasar jam kerja memang telah lazim diberlakukan di negara
maju dengan kondisi angka pengangguran yang relatif rendah dan sistem jaminan
sosial tenaga kerja yang mapan. Namun, sistem itu belum tentu cocok atau
setidaknya perlu pengaturan yang lebih jelas agar tetap bisa menjamin
kesejahteraan karyawan. Demikian pula sistem kontrak kerja (outsourcing).
Sistem tersebut bisa menjadi isu tersendiri karena omnibus law akan memberikan
peluang yang lebih terbuka bagi masuknya TKA.

Baca Juga :  Warga Galinggang Merasakan Pembangunan di Masa Kepemimpinan Sugianto

Omnibus Law dan Keseimbangan
Fiskal

Menurut The Economist, pendekatan pajak menjadi faktor terpenting dalam
memengaruhi lokasi investasi perusahaan di Asia. Reformasi sektor perpajakan
akan menjadi kunci dalam menarik investasi sebanyak-banyaknya ke Indonesia.
Omnibus law yang mengamandemen tujuh UU, yaitu UU KUP, UU PPN, UU PPh, UU
Kepabeanan, UU Cukai, UU Pajak dan Retribusi Daerah, serta UU Pemerintahan
Daerah, dengan tujuan lebih meningkatkan fasilitas perpajakan dan kemudahan
investor serta ekspor patut untuk diapresiasi.

Hanya, rencana penetapan tarif pajak yang sama (fix rate) perlu dikaji
lebih jauh karena bisa menghilangkan ruang diskresi dan kompetisi dalam menarik
investasi. Pajak daerah merupakan pilar penting bagi pembiayaan pembangunan di
daerah. Karena itu, bisa jadi yang lebih tepat adalah penetapan range tarif
pajak tertentu yang dipandang tepat dan tidak mendistorsi investasi, tapi juga
tidak mengganggu keseimbangan fiskal (penerimaan) daerah.

Beragamnya reaksi masyarakat terhadap omnibus law perlu menjadi perhatian
pemerintah. Sudah saatnya dokumen omnibus law dibuka lebar-lebar kepada
masyarakat. Perbanyak dialog dan diskusi serta berikan penjelasan dan
penjabaran yang fair dan utuh. Transparansi dalam proses penyusunan,
pembahasan, dan pengesahan akan efektif menekan berbagai spekulasi, kecurigaan,
serta kegaduhan. (***)

(Ketua Program Studi S-2 Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Airlangga)

BANYAKNYA regulasi yang mengatur aktivitas bisnis
dan ekonomi mengakibatkan tidak terpenuhinya uniformity (keseragaman) dan
conformity (kesesuaian) aturan antardaerah, antara pusat dan daerah, juga antarlembaga.
Dampaknya, efisiensi dan kelincahan dunia usaha terganggu serta iklim dan daya
saing investasi terancam.

Omnibus law digadang-gadang sebagai jurus pemungkas untuk “mengangkut”
semua pasal bermasalah yang menghambat investasi sekaligus menyelesaikannya
dalam satu paket produk perundangan sehingga lebih efisien, transparan, dan
menjamin aspek kepastian. Omnibus law yang terdiri atas Omnibus Cipta Lapangan
Kerja dan Perpajakan akan merevisi tidak kurang 1.244 pasal dari 82 UU yang
ada.

Omnibus law telah diimplementasikan di negara-negara lain yang menerapkan
common law system seperti Kanada, Turki, New Zealand, Australia, serta Filipina
dan terbukti cukup efektif. Lalu, apakah akan ampuh menjadi sapu jagat untuk
membereskan seluruh hambatan investasi di Indonesia dan menstimulasi
pertumbuhan ekonomi sekaligus membawa kita keluar secepatnya dari middle income
trap?

Investasi dan Pertumbuhan

Visi Indonesia Maju 2045 menargetkan Indonesia menjadi negara dengan
pendapatan Rp 320 juta per kapita per tahun dan produk domestik bruto (PDB)
mencapai 7 triliun dolar AS. Investasi diyakini menjadi salah satu faktor
penggerak utama di tengah ruang fiskal yang terbatas.

Sayangnya, iklim investasi dan daya saing Indonesia masih relatif
tertinggal bila dibandingkan dengan negara lain yang sejajar di ASEAN. Malaysia
dan Thailand, misalnya. Berdasar laporan Ease of Doing Business (EODB) 2020
yang dirilis Bank Dunia, Indonesia masih berada di peringkat ke-6 negara di
ASEAN dengan total skor 69,6. Lebih rendah dibandingkan Malaysia dan Thailand
dengan total skor 81,5 serta 80,1.

Baca Juga :  Pernah Kembangkan Program Jagung di Kobar, Ujang Iskandar Dapat Dukun

Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan diharapkan bisa memperbaiki
ekosistem investasi dan daya saing Indonesia di tengah ketidakpastian dan
perlambatan ekonomi global.

Omnibus Law dan “Prekariatisasi”

Job security dan kesejahteraan buruh menjadi isu sensitif yang mengemuka.
Beberapa muatan pasal dalam omnibus law dipandang lebih menguntungkan
perusahaan dan sebaliknya mengancam job security dan kesejahteraan buruh.
Bahkan, omnibus law dikatakan dapat menimbulkan prekariatisasi, semua kelas
pekerja (proletariat) terjebak pada situasi yang rentan (precarious).

Sebagai contoh, rencana pemberlakuan upah berdasar jam bekerja. Pada
kondisi pasar kerja yang posisi perusahaan lebih dominan, perusahaan dapat dengan
mudah mengatur jam kerja sesuai kebutuhan efisiensi dan buruh hanya menerima
upah sesuai jam kerjanya. Namun, bagi yang produktivitasnya tinggi, sistem itu
bisa jadi akan lebih menguntungkan karena lebih fleksibel untuk mengatur dan
mengambil lebih dari satu pekerjaan.

Sistem upah berdasar jam kerja memang telah lazim diberlakukan di negara
maju dengan kondisi angka pengangguran yang relatif rendah dan sistem jaminan
sosial tenaga kerja yang mapan. Namun, sistem itu belum tentu cocok atau
setidaknya perlu pengaturan yang lebih jelas agar tetap bisa menjamin
kesejahteraan karyawan. Demikian pula sistem kontrak kerja (outsourcing).
Sistem tersebut bisa menjadi isu tersendiri karena omnibus law akan memberikan
peluang yang lebih terbuka bagi masuknya TKA.

Baca Juga :  Warga Galinggang Merasakan Pembangunan di Masa Kepemimpinan Sugianto

Omnibus Law dan Keseimbangan
Fiskal

Menurut The Economist, pendekatan pajak menjadi faktor terpenting dalam
memengaruhi lokasi investasi perusahaan di Asia. Reformasi sektor perpajakan
akan menjadi kunci dalam menarik investasi sebanyak-banyaknya ke Indonesia.
Omnibus law yang mengamandemen tujuh UU, yaitu UU KUP, UU PPN, UU PPh, UU
Kepabeanan, UU Cukai, UU Pajak dan Retribusi Daerah, serta UU Pemerintahan
Daerah, dengan tujuan lebih meningkatkan fasilitas perpajakan dan kemudahan
investor serta ekspor patut untuk diapresiasi.

Hanya, rencana penetapan tarif pajak yang sama (fix rate) perlu dikaji
lebih jauh karena bisa menghilangkan ruang diskresi dan kompetisi dalam menarik
investasi. Pajak daerah merupakan pilar penting bagi pembiayaan pembangunan di
daerah. Karena itu, bisa jadi yang lebih tepat adalah penetapan range tarif
pajak tertentu yang dipandang tepat dan tidak mendistorsi investasi, tapi juga
tidak mengganggu keseimbangan fiskal (penerimaan) daerah.

Beragamnya reaksi masyarakat terhadap omnibus law perlu menjadi perhatian
pemerintah. Sudah saatnya dokumen omnibus law dibuka lebar-lebar kepada
masyarakat. Perbanyak dialog dan diskusi serta berikan penjelasan dan
penjabaran yang fair dan utuh. Transparansi dalam proses penyusunan,
pembahasan, dan pengesahan akan efektif menekan berbagai spekulasi, kecurigaan,
serta kegaduhan. (***)

(Ketua Program Studi S-2 Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Airlangga)

Terpopuler

Artikel Terbaru