Ketua Tim Perumus Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(RKUHP) Muladi menyatakan, KUHP yang telah dirumuskan oleh Pemerintah bersama
DPR itu disebut sebagai upaya nyata untuk keluar dari hukum warisan kolonial
Belanda.
“Jadi bukan amandemen, bukan revisi, tapi sebetulnya
rekodifikasi total untuk membongkar pengaruh kolonial Belanda selama lebih dari
100 tahun,†kata Muladi di Gedung Kemenkumham, Jalan Rasuna Said, Jakarta
Selatan, Jumat (20/9).
Terkait permintaan Presiden Joko Widodo untuk menunda pengesahan
RKUHP tersebut, Muladi menegaskan itu tak masalah. Namun dirinya tidak
menginginkan kalau RKHUP gagal untuk disahkan.
Sebab, beberapa hari terakhir, publik dikagetkan dengan wacana
pengesahan RKUHP yang secara tiba-tiba akan disahkan oleh Pemerintah. Polemik
pun muncul ketika ada beberapa pasal yang dianggap kontroversial.
“Saya pastikan, dalam proses penyusunan RKUHP, tim perumus
merujuk pada Pancasila, UUD 1945 dan HAM. Jadi saya berpikir, pokoknya
jangan sampai gagal. Ditunda boleh, tapi kalau gagal berarti tuh kita cinta
pada penjajahan,†tegas Muladi.
Guru besar hukum pidana Universitas Diponegoro (UNDIP) ini
mengaku bosan dengan warisan hukum Belanda, karena telah 103 tahun diterapkan di
Indonesia. Menurutnya, KUHP yang lama sangat kental dengan hukum warisan
kolonial dan berbeda dengan ideologi Republik Indonesia.
“Terus terang, saya sendiri sudah bosan ngajar hukum pidana era
kolonial. Dan para penegak hukum di Indonesia juga harus sadar juga bahwa yang
dia tegakkan adalah hukum warisan kolonial dengan filosofi yang sangat berbeda
dengan filofosi kita,†terang Muladi.
Oleh karenanya, Muladi mengharapkan RKUHP dapat segera disahkan
di DPR dan Pemerintah segera mengundangkannya. Meskipun faktanya Presiden
Jokowi meminta itu untuk ditunda.
“Tapi saya tidak kecewa, ini hanya ditunda, nanti kita perlu
klarifikasi bahwa banyak hal yang bisa diperbincangkan bersama. Ingat 103 tahun
Indonesia pakai KUHP warisan Belanda†tukasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya angkat
bicara terkait polemik revisi RUU KUHP. Dia meminta pengesahan RUU tersebut
tidak dilakukan dalam waktu dekat. Mantan gubernur DKI Jakarta itu menyarankan
regulasi tersebut disahkan oleh DPR periode 2019-2024.
Jokowi menilai, masih ada pasal-pasal yang perlu didalami lagi.
Semua itu membutuhkan masukan-masukan dari berbagai kalangan yang menyatakan
keberatan terhadap norma-norma baru dalam RUU KUHP.
“Saya perintahkan Menkum HAM untuk sampaikan sikap ini pada DPR,
yaitu agar pengesahan RUU KUHP ditunda. Dan pengesahan tidak dilakukan DPR di
periode ini,†ujar Jokowi di Istana Bogor, Jumat (20/9).
Dia berharap agar anggota legislatif memiliki kesamaan pemikiran
dengannya terkait RUU KUHP. Jokowi berharap ada diskusi bersama kalangan
masyarakat yang menolak RUU KUHP ini.
“Saya perintahkan Menkum HAM kembali menjaring masukan-masukan
dari berbagai kalangan masyarakat sebagai bahan untuk menyempurnakan RUU KUHP
yang ada,†jelasnya.(jpg)