33 C
Jakarta
Sunday, November 24, 2024

Kota Berkabut di Paru-paru Dunia

SUDAH beberapa bulan ini
masyarakat di Kalimantan Tengah khususnya, merasakan derita akibat kabut asap.
Aktivitas masyarakat pun terganggu. Sekolah-sekolah diliburkan dan berdampak
bagi kesehatan masyarakat.

Penanganan yang
dilakukan pemerintah dengan penyiraman ke area yang terbakar sepertinya hanya
bersifat sementara saja atau jangka pendek. Belum menyentuh akar masalah
sebenarnya.

Padahal, Kalimantan
Tengah dengan hutan yang sangat luas harusnya banyak oksigen yang kita hirup.
Namun keadaannya justru sebaliknya. Hutan dengan beragam tumbuhan di dalamnya
tidak lagi berfungsi sebagaimana seharusnya.

Kalimantan Tengah adalah salah satu provinsi di Indonesia yang berada di
pulau Kalimantan dengan jumlah penduduk sekitar 2,5 juta jiwa. Luas wilayah
kurang lebih 15,4 juta hektar dimana 13,0 juta hektar berupa hutan dan 2,7 juta
hektar berupa lahan gambut.

Untuk tahun 2016- 2021 Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam
Hutan Alam yang selanjutnya  (IUPHHK-HA) di Kalimatan Tengah sendiri ada 59 perusahaan yaitu izin
memanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari pemanenan atau
penebangan, pengayaan, pemeliharaan dan pemasaran hasil hutan kayu. Sedangkan,
izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam hutan tanaman industri pada hutan
produksi ( IUPHHK-HTI) ada 10 perusahaan. Sebelumnya
disebut Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (HPHT) atau Hak Pengusahaan Hutan Tanaman
Industri (HPHTI) adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil
hutan berupa kayu.

Mengutip kaltengpos.co, Senin (19/8/2019) Direktorat Jenderal Penegakan
Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menyegel
19 lokasi lahan terbakar milik perusahaan pemegang konsesi. 3 perusahaan di
Riau, 3 di Jambi, 10 di Kalbar, dan 3 di Kalteng. Gemas dengan
para pelaku karhutla, KLHK akan menggunakan semua instrumen hukum, mulai dari
pidana, perdata, sanksi administrasi, hingga perampasan keuntungan perusahaan
pelaku karhutla.

Baca Juga :  Tidak Kebagian Jatah Bansos, Ratusan Warga Terima Paket Sembako Pedul

Dirjen
Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani meyakini, penyebab kebakaran hutan dan
lahan, 99 persen diakibatkan oleh ulah manusia. Mulai dari yang iseng hingga
yang sengaja ingin menghemat finansial saat pembukaan lahan.“Penyebab lain
karena faktor cuaca kering sehingga lahan gambut mudah terbakar,” jelasnya,
dikutip dari Jawa Pos (Grup Kalteng Pos).

Hutan yang
ditumbuhi pepohonan yang lebat dengan berbagai macam spesies hewan dan tumbuhan
didalamnya. Hutan sebagai paru-paru dunia dengan fungsinya sebagai penjaga
keseimbangan ekosistem, penampung karbondioksida, habitat hidup hewan, pengatur
iklim, melestarikan tanah dan lainnya. Mekanisme alam di dalamnya yang harusnya
dipertahankan demi keseimbangan ekosistem. Namun saat ini fungsi itu tidak
dapat berjalan dengan semestinya. Hutan telah beralih fungsi tidak lagi sebagai
penyangga lingkungan. Berbagai species alami didalamnya telah dibabat untuk
pembukaan lahan industri. Ini terjadi karena adanya pemberian izin oleh negara
kepada individu atau swasta baik dari dalam atau luar negeri untuk menguasai
sumber daya alam termasuk hutan.

Pengelolaan hutan menurut sistem ekonomi Islam

Hutan termasuk
kepemilikan umum bukan kepemilikan individu atau negara. Ini didasarkan pada
Hadits Nabi “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal : air, padang rumput
(gembalaan) dan api” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah). Menunjukkan bahwa tiga
benda tersebut adalah kepemilikan umum disebabkan karena memiliki sebab
tertentu yaitu sebagai hajat hidup orang banyak. Pengelolaannya menjadi
tanggung jawab negara semata, bukan pihak yang lain.

Baca Juga :  Wakil Kalteng Juara Runner Up 1 Putri Model Muslimah Indonesia 2021

Pemanfaatan
kepemilikan umum ada 2 macam yaitu : 1). Benda-benda umum yang bisa
dimanfaatkan secara langsung dengan syarat tidak boleh menimbulkan bahaya
(dharar) kepada oranglain serta tidak menghalangi oranglain untuk turut juga
memanfaatkannnya, 2). Benda-benda umum yang tidak mudah dimanfaatkan secara
langsung dan membutuhkan dana besar serta keahlian didalamnya, seperti minyak
bumi, gas, emas dan barang tambang lainnya. Negara yang wajib mengelolanya yang
dilakukan oleh pemimpin. Pengecualian untuk hutan yang bisa dimanfaatkan secara
langsung seperti ranting kayu, penembangan terbatas sesuai kebutuhan,
pemanfaatan hutan untuk berburu, mengambil buah, air, madu dan lainnya. Ini
dibolehkan asalkan tidak menimbulkan bahaya serta tidak menghalangi hak
oranglain untuk turut memanfaatkannya.

Pengelolaan segi
politiknya bersifat sentralisasi dalam hal kebijakan politik, pengangkatan
Dirjen Kehutanan dan kebijakan keuangan. Untuk administrasi bersifat
desentralisasi (pemerintah propinsi/daerah), seperti surat- menyurat
kepegawaian dinas kehutanan, pembayaran gajih karyawan, pengurusan jual-beli
hasil hutan untuk dalam negeri dan lainnya. Hasil pengelolaannya masuk ke kas
negara yang didistribusikan untuk kemaslahatan atau kesejahteraan rakyat sperti
pendidikan, kesehatan dan lainnya.

Sedangkan untuk
distribusi hasil hutan boleh ditetapkan negara dengan berbagai cara sepanjang
untuk kemaslahatan rakyat dengan cara benar. Selain negara menjatuhkan sanksi
yang tegas atas segala pihak yang telah merusak hutan, pembakaran hutan,
pembalakan liar, penebangan diluar batas yang dibolehkan dan pelanggaran
lainnya. Hukuman tersebut mesti memberikan efek jera agar kejahatan perusakan
hutan tidak terulang serta hak masyarakat terlindungi.  Semoga permasalahan kabut asap segera
teratasi dan tidak terulang dikemudian hari. (***)

(Penulis dari Kota
Palangka Raya, Kalimantan Tengah)

SUDAH beberapa bulan ini
masyarakat di Kalimantan Tengah khususnya, merasakan derita akibat kabut asap.
Aktivitas masyarakat pun terganggu. Sekolah-sekolah diliburkan dan berdampak
bagi kesehatan masyarakat.

Penanganan yang
dilakukan pemerintah dengan penyiraman ke area yang terbakar sepertinya hanya
bersifat sementara saja atau jangka pendek. Belum menyentuh akar masalah
sebenarnya.

Padahal, Kalimantan
Tengah dengan hutan yang sangat luas harusnya banyak oksigen yang kita hirup.
Namun keadaannya justru sebaliknya. Hutan dengan beragam tumbuhan di dalamnya
tidak lagi berfungsi sebagaimana seharusnya.

Kalimantan Tengah adalah salah satu provinsi di Indonesia yang berada di
pulau Kalimantan dengan jumlah penduduk sekitar 2,5 juta jiwa. Luas wilayah
kurang lebih 15,4 juta hektar dimana 13,0 juta hektar berupa hutan dan 2,7 juta
hektar berupa lahan gambut.

Untuk tahun 2016- 2021 Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam
Hutan Alam yang selanjutnya  (IUPHHK-HA) di Kalimatan Tengah sendiri ada 59 perusahaan yaitu izin
memanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari pemanenan atau
penebangan, pengayaan, pemeliharaan dan pemasaran hasil hutan kayu. Sedangkan,
izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam hutan tanaman industri pada hutan
produksi ( IUPHHK-HTI) ada 10 perusahaan. Sebelumnya
disebut Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (HPHT) atau Hak Pengusahaan Hutan Tanaman
Industri (HPHTI) adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil
hutan berupa kayu.

Mengutip kaltengpos.co, Senin (19/8/2019) Direktorat Jenderal Penegakan
Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menyegel
19 lokasi lahan terbakar milik perusahaan pemegang konsesi. 3 perusahaan di
Riau, 3 di Jambi, 10 di Kalbar, dan 3 di Kalteng. Gemas dengan
para pelaku karhutla, KLHK akan menggunakan semua instrumen hukum, mulai dari
pidana, perdata, sanksi administrasi, hingga perampasan keuntungan perusahaan
pelaku karhutla.

Baca Juga :  Tidak Kebagian Jatah Bansos, Ratusan Warga Terima Paket Sembako Pedul

Dirjen
Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani meyakini, penyebab kebakaran hutan dan
lahan, 99 persen diakibatkan oleh ulah manusia. Mulai dari yang iseng hingga
yang sengaja ingin menghemat finansial saat pembukaan lahan.“Penyebab lain
karena faktor cuaca kering sehingga lahan gambut mudah terbakar,” jelasnya,
dikutip dari Jawa Pos (Grup Kalteng Pos).

Hutan yang
ditumbuhi pepohonan yang lebat dengan berbagai macam spesies hewan dan tumbuhan
didalamnya. Hutan sebagai paru-paru dunia dengan fungsinya sebagai penjaga
keseimbangan ekosistem, penampung karbondioksida, habitat hidup hewan, pengatur
iklim, melestarikan tanah dan lainnya. Mekanisme alam di dalamnya yang harusnya
dipertahankan demi keseimbangan ekosistem. Namun saat ini fungsi itu tidak
dapat berjalan dengan semestinya. Hutan telah beralih fungsi tidak lagi sebagai
penyangga lingkungan. Berbagai species alami didalamnya telah dibabat untuk
pembukaan lahan industri. Ini terjadi karena adanya pemberian izin oleh negara
kepada individu atau swasta baik dari dalam atau luar negeri untuk menguasai
sumber daya alam termasuk hutan.

Pengelolaan hutan menurut sistem ekonomi Islam

Hutan termasuk
kepemilikan umum bukan kepemilikan individu atau negara. Ini didasarkan pada
Hadits Nabi “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal : air, padang rumput
(gembalaan) dan api” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah). Menunjukkan bahwa tiga
benda tersebut adalah kepemilikan umum disebabkan karena memiliki sebab
tertentu yaitu sebagai hajat hidup orang banyak. Pengelolaannya menjadi
tanggung jawab negara semata, bukan pihak yang lain.

Baca Juga :  Wakil Kalteng Juara Runner Up 1 Putri Model Muslimah Indonesia 2021

Pemanfaatan
kepemilikan umum ada 2 macam yaitu : 1). Benda-benda umum yang bisa
dimanfaatkan secara langsung dengan syarat tidak boleh menimbulkan bahaya
(dharar) kepada oranglain serta tidak menghalangi oranglain untuk turut juga
memanfaatkannnya, 2). Benda-benda umum yang tidak mudah dimanfaatkan secara
langsung dan membutuhkan dana besar serta keahlian didalamnya, seperti minyak
bumi, gas, emas dan barang tambang lainnya. Negara yang wajib mengelolanya yang
dilakukan oleh pemimpin. Pengecualian untuk hutan yang bisa dimanfaatkan secara
langsung seperti ranting kayu, penembangan terbatas sesuai kebutuhan,
pemanfaatan hutan untuk berburu, mengambil buah, air, madu dan lainnya. Ini
dibolehkan asalkan tidak menimbulkan bahaya serta tidak menghalangi hak
oranglain untuk turut memanfaatkannya.

Pengelolaan segi
politiknya bersifat sentralisasi dalam hal kebijakan politik, pengangkatan
Dirjen Kehutanan dan kebijakan keuangan. Untuk administrasi bersifat
desentralisasi (pemerintah propinsi/daerah), seperti surat- menyurat
kepegawaian dinas kehutanan, pembayaran gajih karyawan, pengurusan jual-beli
hasil hutan untuk dalam negeri dan lainnya. Hasil pengelolaannya masuk ke kas
negara yang didistribusikan untuk kemaslahatan atau kesejahteraan rakyat sperti
pendidikan, kesehatan dan lainnya.

Sedangkan untuk
distribusi hasil hutan boleh ditetapkan negara dengan berbagai cara sepanjang
untuk kemaslahatan rakyat dengan cara benar. Selain negara menjatuhkan sanksi
yang tegas atas segala pihak yang telah merusak hutan, pembakaran hutan,
pembalakan liar, penebangan diluar batas yang dibolehkan dan pelanggaran
lainnya. Hukuman tersebut mesti memberikan efek jera agar kejahatan perusakan
hutan tidak terulang serta hak masyarakat terlindungi.  Semoga permasalahan kabut asap segera
teratasi dan tidak terulang dikemudian hari. (***)

(Penulis dari Kota
Palangka Raya, Kalimantan Tengah)

Terpopuler

Artikel Terbaru