Di tengah ketidakpastian global yang semakin kompleks, perekonomian Indonesia tetap bertahan dengan pertumbuhan mendekati lima persen.
Namun, stabilitas angka tersebut tidak boleh menutupi berbagai persoalan mendasar yang dapat menghambat lompatan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang.
Jika isu-isu struktural ini tidak dibenahi secara serius, Indonesia berisiko terjebak dalam middle-income trap dan kehilangan momentum menuju visi Indonesia Maju 2045.
Pertama, pertumbuhan ekonomi nasional masih belum inklusif. Aktivitas ekonomi masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, sementara sebagian besar wilayah di luar Jawa tertinggal dalam kontribusi industri, infrastruktur, dan kesempatan kerja.
Kesenjangan antardaerah ini menunjukkan bahwa pemanfaatan potensi ekonomi belum merata dan reformasi pembangunan berbasis wilayah perlu dipercepat.
Kedua, perekonomian Indonesia masih sangat bergantung pada komoditas primer. Ketika harga batu bara, CPO, atau nikel melonjak, penerimaan negara meningkat. Namun ketika harga turun, tekanan fiskal ikut membesar.
Hilirisasi memang telah menjadi agenda nasional, tetapi implementasinya masih terbatas pada sektor tertentu dan belum menghasilkan rantai nilai yang kuat dan luas secara ekonomi.
Ketiga, produktivitas tenaga kerja Indonesia relatif rendah dibandingkan negara-negara ASEAN. Kualitas pendidikan, pelatihan vokasi, serta kesiapan pekerja menghadapi pasar kerja modern masih menjadi tantangan.
Mismatch kompetensi antara kebutuhan industri dan kemampuan pencari kerja membuat banyak lulusan tidak terserap dengan baik, sementara sektor industri kesulitan memperoleh tenaga terampil.
Keempat, inflasi pangan tetap menjadi sumber tekanan bagi masyarakat. Fluktuasi harga beras, cabai, dan berbagai komoditas pangan lainnya terus terjadi setiap tahun.
Ini dipengaruhi oleh rantai distribusi yang belum efisien, tingginya biaya logistik, serta dampak perubahan iklim terhadap produksi.
Ketahanan pangan nasional membutuhkan pembenahan menyeluruh, dari hulu hingga hilir. Kelima, daya saing sektor manufaktur terus menurun.
Padahal, industri manufaktur adalah motor penciptaan lapangan kerja dan nilai tambah ekonomi.
Tantangan yang dihadapi mencakup biaya logistik yang tinggi, inovasi yang belum optimal, hingga ketidakpastian regulasi.
Tanpa revitalisasi yang kuat, Indonesia akan semakin sulit bersaing dengan negara tetangga yang lebih progresif dalam pengembangan industri berbasis teknologi.
Keenam, ruang fiskal pemerintah semakin terbatas. Tax ratio Indonesia masih berada pada kisaran 10–11 persen, jauh di bawah rata-rata negara berkembang lainnya.
Kondisi ini membuat pemerintah harus bekerja ekstra keras untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur tanpa terus bergantung pada utang.
Ketujuh, transisi menuju ekonomi hijau berjalan lambat. Ketergantungan pada energi fosil masih besar, sementara pengembangan energi baru terbarukan belum berkembang signifikan.
Di saat negara-negara dunia bergerak cepat menuju ekonomi rendah karbon, Indonesia harus mempercepat langkah agar tidak tertinggal dalam arus ekonomi global yang semakin berorientasi pada keberlanjutan.
Beragam persoalan tersebut menunjukkan bahwa Indonesia membutuhkan strategi ekonomi yang lebih progresif, terkoordinasi, dan berorientasi jangka panjang.
Transformasi sumber daya manusia, reformasi regulasi, percepatan hilirisasi, serta penguatan transisi energi menjadi kunci penting untuk mengamankan stabilitas sekaligus mempercepat kemajuan ekonomi.
Pada akhirnya, pembangunan ekonomi bukan hanya tentang mengejar pertumbuhan, tetapi memastikan pertumbuhan tersebut dirasakan secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat.
Dengan bonus demografi, kekayaan sumber daya alam, dan stabilitas nasional yang relatif baik, Indonesia memiliki modal besar untuk tumbuh lebih cepat.
Tantangannya adalah memastikan modal tersebut dikelola dengan kebijakan yang konsisten, visioner, dan berpihak pada kepentingan jangka panjang bangsa.
Penulis
Dr. Miar, S.E., M.Si.
Dosen Pascasarjana Magister Ilmu Ekonomi, FEB Universitas Palangka Raya
