26.1 C
Jakarta
Saturday, November 8, 2025

Israel Masih Batasi Bantuan ke Gaza, Gencatan Senjata di Palestina Mulai Goyah

PROKALTENG.CO-Harapan perdamaian di Gaza kembali diuji. Gencatan senjata yang berjalan kurang dari sepekan goyah setelah Israel mengumumkan pembatasan bantuan kemanusiaan dan menunda pembukaan perlintasan Rafah yang menjadi jalur utama pasokan dari Mesir.

Seperti dilansir Reuters, Israel memotong separuh jumlah truk bantuan yang diizinkan masuk ke Gaza. Dari 600 truk menjadi 300 truk per hari. Keputusan itu diambil setelah Israel menuduh Hamas menunda pengembalian jenazah para sandera yang tewas.

Hingga Selasa (14/10) malam waktu setempat, kelompok militan itu baru menyerahkan delapan jenazah dari total 28 yang dijanjikan.

”Hamas tidak melakukan semua yang mereka bisa,” ujar istri korban serangan Hamas Ela Haimi seperti dilansir dari The Guardian. Dia mendukung langkah pemerintah membatasi bantuan.

Melanggar Poin Perjanjian

Kebijakan Israel tersebut langsung menuai kritik dari lembaga kemanusiaan. Direktur Jaringan LSM Palestina Amjad Al-Shawa menyebut, distribusi bantuan di Gaza belum berubah signifikan sejak gencatan senjata dimulai.

Baca Juga :  Impian Seumur Hidup Akhirnya Terwujud, Baru Masuk Kelas Satu SD Saat Berusia 71 Tahun

”Kami membutuhkan tenda, air, obat-obatan, dan alat berat. Tidak ada banjir bantuan seperti yang dijanjikan,” katanya. Padahal, pembukaan kembali Rafah dijadwalkan kemarin (15/10) sesuai kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Demo Besar-besaran di Tel Aviv

Sementara di Tel Aviv, ratusan ribu warga Israel memadati Hostages Square dalam demonstrasi besar-besaran. Mereka menuntut semua sandera segera dipulangkan. Aksi itu juga dihadiri utusan Trump seperti Jared Kushner dan Ivanka Trump.

Bentrokan Sporadis Kembali Terjadi

Namun di Gaza, ketegangan meningkat. Meski sebagian pasukan Israel telah mundur dari Kota Gaza, bentrokan sporadis kembali terjadi. Enam warga sipil dilaporkan tewas akibat tembakan pasukan Israel dan serangan drone. Militer Israel mengklaim telah memberi peringatan sebelum menembak tersangka yang dianggap mengancam posisi mereka.

Hamas menilai tindakan itu sebagai pelanggaran perjanjian. Di sisi lain, muncul pula laporan video yang menunjukkan pejuang Hamas mengeksekusi tujuh pria yang dituduh bekerja sama dengan Israel.

Baca Juga :  Kuasai Afghanistan, Taliban Bebaskan Ribuan Napi ISIS dan Al Qaeda

Otoritas Transisi

Di tengah situasi yang rapuh, Mesir mengonfirmasi telah menyiapkan 15 teknokrat Palestina untuk membentuk otoritas transisi di Gaza. Pemerintahan sementara itu akan diawasi oleh Dewan Perdamaian yang diketuai Donald Trump dan kemungkinan dipimpin mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair.

Biaya Rekonstruksi

Sementara itu, PBB, Uni Eropa, dan Bank Dunia memperkirakan biaya rekonstruksi Gaza mencapai USD 70 miliar (Rp 1.160 triliun). “Kerusakan mencapai sekitar 55 juta ton puing—setara 13 piramida Giza,” kata perwakilan UNDP Jaco Cilliers.

Dia memperkirakan USD 20 miliar (Rp 331 triliun) dibutuhkan dalam tiga tahun pertama untuk perbaikan infrastruktur dasar. “Sisanya akan memakan waktu puluhan tahun,” imbuhnya.(jpg)

PROKALTENG.CO-Harapan perdamaian di Gaza kembali diuji. Gencatan senjata yang berjalan kurang dari sepekan goyah setelah Israel mengumumkan pembatasan bantuan kemanusiaan dan menunda pembukaan perlintasan Rafah yang menjadi jalur utama pasokan dari Mesir.

Seperti dilansir Reuters, Israel memotong separuh jumlah truk bantuan yang diizinkan masuk ke Gaza. Dari 600 truk menjadi 300 truk per hari. Keputusan itu diambil setelah Israel menuduh Hamas menunda pengembalian jenazah para sandera yang tewas.

Hingga Selasa (14/10) malam waktu setempat, kelompok militan itu baru menyerahkan delapan jenazah dari total 28 yang dijanjikan.

”Hamas tidak melakukan semua yang mereka bisa,” ujar istri korban serangan Hamas Ela Haimi seperti dilansir dari The Guardian. Dia mendukung langkah pemerintah membatasi bantuan.

Melanggar Poin Perjanjian

Kebijakan Israel tersebut langsung menuai kritik dari lembaga kemanusiaan. Direktur Jaringan LSM Palestina Amjad Al-Shawa menyebut, distribusi bantuan di Gaza belum berubah signifikan sejak gencatan senjata dimulai.

Baca Juga :  Impian Seumur Hidup Akhirnya Terwujud, Baru Masuk Kelas Satu SD Saat Berusia 71 Tahun

”Kami membutuhkan tenda, air, obat-obatan, dan alat berat. Tidak ada banjir bantuan seperti yang dijanjikan,” katanya. Padahal, pembukaan kembali Rafah dijadwalkan kemarin (15/10) sesuai kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Demo Besar-besaran di Tel Aviv

Sementara di Tel Aviv, ratusan ribu warga Israel memadati Hostages Square dalam demonstrasi besar-besaran. Mereka menuntut semua sandera segera dipulangkan. Aksi itu juga dihadiri utusan Trump seperti Jared Kushner dan Ivanka Trump.

Bentrokan Sporadis Kembali Terjadi

Namun di Gaza, ketegangan meningkat. Meski sebagian pasukan Israel telah mundur dari Kota Gaza, bentrokan sporadis kembali terjadi. Enam warga sipil dilaporkan tewas akibat tembakan pasukan Israel dan serangan drone. Militer Israel mengklaim telah memberi peringatan sebelum menembak tersangka yang dianggap mengancam posisi mereka.

Hamas menilai tindakan itu sebagai pelanggaran perjanjian. Di sisi lain, muncul pula laporan video yang menunjukkan pejuang Hamas mengeksekusi tujuh pria yang dituduh bekerja sama dengan Israel.

Baca Juga :  Kuasai Afghanistan, Taliban Bebaskan Ribuan Napi ISIS dan Al Qaeda

Otoritas Transisi

Di tengah situasi yang rapuh, Mesir mengonfirmasi telah menyiapkan 15 teknokrat Palestina untuk membentuk otoritas transisi di Gaza. Pemerintahan sementara itu akan diawasi oleh Dewan Perdamaian yang diketuai Donald Trump dan kemungkinan dipimpin mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair.

Biaya Rekonstruksi

Sementara itu, PBB, Uni Eropa, dan Bank Dunia memperkirakan biaya rekonstruksi Gaza mencapai USD 70 miliar (Rp 1.160 triliun). “Kerusakan mencapai sekitar 55 juta ton puing—setara 13 piramida Giza,” kata perwakilan UNDP Jaco Cilliers.

Dia memperkirakan USD 20 miliar (Rp 331 triliun) dibutuhkan dalam tiga tahun pertama untuk perbaikan infrastruktur dasar. “Sisanya akan memakan waktu puluhan tahun,” imbuhnya.(jpg)

Terpopuler

Artikel Terbaru

/