30.4 C
Jakarta
Monday, October 20, 2025

Cheng Li-wun

Dua wanita terpilih sebagai pemimpin di dua negara Asia. Sanae Takaichi, terpilih sebagai ketua umum partai LDP di Jepang. Cheng Li-wun, baru saja terpilih sebagai ketua umum Koumintang –partai oposisi di Taiwan.

Takaichi, 62 tahun, hampir pasti akan menjadi perdana menteri Jepang. Bersejarah. Wanita pertama yang bisa jadi perdana menteri.

Cheng Li-wun, 55 tahun, adalah capres Taiwan berikutnya.

Di Taiwan, dalam tiga kali Pilpres terakhir, capres Koumintang selalu kalah. Di Pilpres 2028 nanti giliran peluang menangnya besar. Partai penguasa sekarang, Democratic Progressive Party (DPP) melemah. DPP tinggal memiliki 51 kursi dari 113 kursi parlemen. Presidennya memang masih DPP tapi parlemennya dikuasai Koumintang –berkoalisi dengan partai kecil.

Di Pemda, dari enam kota besar DPP hanya menjadi wali kota di dua kota. Bahkan dari 16 kota kecil DPP hanya memegang tiga kota saja. Selebihnya dikuasai grup Koumintang.

Di Pilpres enam tahun lalu capres Koumintang sebenarnya sudah di atas angin. Ketika tiba masa kampanye tiba-tiba meledak demo besar-besaran di Hongkong. Setahun penuh. Hampir tanpa ada hari yang tanpa demo.

Pemerintah Beijing bertindak keras di Hongkong. Demo pun padam –sampai sekarang. Tapi peristiwa Hongkong itu berpengaruh besar di Taiwan. Capres Koumintang pun kalah. Di Pilpres tahun lalu Koumintang sebenarnya sudah menguat tapi masih kembali kalah.

Kita lihat apa yang terjadi di Pilpres 2028.

Ideologi Koumintang adalah: One China. Misinya: menjaga keharmonisan dengan Tiongkok.

Ideologi DPP adalah: liberal, anti Komunis. Misinya: Taiwan Status Quo. Seperti ini saja: tidak merdeka tapi juga tidak bersatu dengan Tiongkok –sering ditafsirkan ingin merdeka tapi tidak berani menyatakannya.

Di luar dua itu masih ada beberapa partai yang sangat kecil. Termasuk partai yang misinya ingin Taiwan merdeka.

Baca Juga :  Konvalesen Monica

Ketum Koumintang yang baru adalah doktor hukum. Dua kali jadi anggota DPR. Pendidikannyi ditempuh di National Taiwan University, Cambridge (Inggris) dan di Temple University, Philadelphia, Amerika Serikat.

Cheng Li-wun lahir di Taiwan tapi bapaknyi orang Yunnan, pojok barat daya Tiongkok. Sang ayah adalah tentara Koumintang yang ikut lari bersama panglima mereka, Jenderal Chiang Kai-shek, ke Taiwan di tahun 1947.

Di Taiwan mereka membentuk pemerintahan Tiongkok. Di Taiwan mereka meneruskan tradisi politik di Tiongkok: hanya boleh ada satu partai. Nama partainya tetap: Koumintang.

Setelah Koumintang lari ke Taiwan, di Tiongkok berdiri pemerintahan Republik Rakyat Tiongkok dengan satu partai, Partai Komunis Tiongkok.

Dengan satu partai itu Taiwan mengalami kemajuan ekonomi yang sangat pesat. UKM (usaha kecil menengah)-nya sangat kuat. Lalu rakyat tidak menghendaki lagi sistem otoriter satu partai. Terjadilah gerakan reformasi: 1987.

Sejak itu pemerintahan otoriter berakhir. Lahirlah zaman demokrasi. Berdirilah Democratic Progressive Party. Saat itu pendapatan per kapita rakyat Taiwan sudah 5.800 dolar. Sudah siap berdemokrasi.

Meski sudah ada DPP pemenang pemilu setelah itu tetaplah Golkar ups…Koumintang.

Pemilu-pemilu berikutnya seperti bergantian. Kadang Koumintang yang menang. Kadang DPP. Tahun lalu berbagi: DPP menang di Pilpres, Koumintang menang di Pileg.

Kali ini Koumintang ingin kembali berkuasa. Terjadilah penyegaran kepemimpinan. Cheng Li-wun (鄭麗文) mengalahkan lima candidat ketua umum lainnya dengan mudah. Dia memperoleh suara 50,1 persen. Calon terdekatnya, umur 76 tahun, mendapat suara 37 persen.

“Saya ingin membuat orang Taiwan dengan bangga menyebut dirinya orang China,” ujar Cheng Li-wun. “Saya tidak mau Taiwan jadi Ukraina,” kata Cheng.

Baca Juga :  DK Jakarta

Dia ingin menjaga agar orang Taiwan bisa hidup tenang dan damai. Tidak dihantui perang. Karena itu Koumintang menentang keras usulan UU kenaikan anggaran pertahanan sampai lima persen dari GDP.

Pemerintahan DPP mengusulkan penambahan anggaran pertahanan itu untuk memenuhi permintaan Presiden Donald Trump. Cheng tidak mau Taiwan jadi korban strategi Presiden Trump.

Kalau Cheng terpilih sebagai Presiden Taiwan 2028 nanti seperti apa hubungan Taiwan dan Tiongkok?

“Saya akan kembali ke konsensus 1992,” ujar Cheng.

Saat itu Presiden Taiwan dipegang Koumintang: Lee Teng-hui. Terjadi konsensus ‘One China’. Tapi rumusan rincinya memang belum ada. Pemilu berikutnya Koumintang kalah.

Ketika Koumintang kembali berkuasa, presidennya Ma Ying-jeou. Taiwan kembali dekat ke Beijing. Terjadilah peristiwa bersejarah: Presiden Taiwan bertemu Presiden Tiongkok. Tempatnya di Singapura.

Dalam pertemuan itu tidak digunakan kata Tiongkok dan kata Taiwan. Mereka menyebut dua negara sebagai ‘Liang Pian’ –dua sisi dari sebuah selat yang memisahkan daratan Tiongkok dan pulau Taiwan.

Bagaimana Ma Ying-jeou menyebut Xi Jinping? Dan sebaliknya?

Tidak ada kata ‘presiden’ yang diucapkan. Ma memanggil Xi dengan panggilan ‘Xian Sheng’. Xi memanggil Ma juga dengan panggilan ‘Xian Sheng’.

Kata ‘Xian Sheng’ tidak sama dengan ‘Mr’. Lebih mirip kata ‘Pak’ dalam bahasa Indonesia. Secara harfiah ‘Xian Sheng’ berarti ‘lahir lebih dulu’. Ada rasa menghormati dan menuakan.

Di Pemilu setelah pertemuan itu Koumintang kalah. Presiden Taiwan dari DPP, Tsai Ing-wen, wanita single, sangat keras terhadap Tiongkok.

Saya membayangkan: misalkan Cheng jadi Presiden Taiwan. Lalu bertemu Xi Jinping. Kata ”Xian Sheng” bisa diucapkan Cheng Li-wun untuk Xi. Tapi bagaimana Presiden Xi memanggi si Cheng Li-wun. (Dahlan Iskan)

Dua wanita terpilih sebagai pemimpin di dua negara Asia. Sanae Takaichi, terpilih sebagai ketua umum partai LDP di Jepang. Cheng Li-wun, baru saja terpilih sebagai ketua umum Koumintang –partai oposisi di Taiwan.

Takaichi, 62 tahun, hampir pasti akan menjadi perdana menteri Jepang. Bersejarah. Wanita pertama yang bisa jadi perdana menteri.

Cheng Li-wun, 55 tahun, adalah capres Taiwan berikutnya.

Di Taiwan, dalam tiga kali Pilpres terakhir, capres Koumintang selalu kalah. Di Pilpres 2028 nanti giliran peluang menangnya besar. Partai penguasa sekarang, Democratic Progressive Party (DPP) melemah. DPP tinggal memiliki 51 kursi dari 113 kursi parlemen. Presidennya memang masih DPP tapi parlemennya dikuasai Koumintang –berkoalisi dengan partai kecil.

Di Pemda, dari enam kota besar DPP hanya menjadi wali kota di dua kota. Bahkan dari 16 kota kecil DPP hanya memegang tiga kota saja. Selebihnya dikuasai grup Koumintang.

Di Pilpres enam tahun lalu capres Koumintang sebenarnya sudah di atas angin. Ketika tiba masa kampanye tiba-tiba meledak demo besar-besaran di Hongkong. Setahun penuh. Hampir tanpa ada hari yang tanpa demo.

Pemerintah Beijing bertindak keras di Hongkong. Demo pun padam –sampai sekarang. Tapi peristiwa Hongkong itu berpengaruh besar di Taiwan. Capres Koumintang pun kalah. Di Pilpres tahun lalu Koumintang sebenarnya sudah menguat tapi masih kembali kalah.

Kita lihat apa yang terjadi di Pilpres 2028.

Ideologi Koumintang adalah: One China. Misinya: menjaga keharmonisan dengan Tiongkok.

Ideologi DPP adalah: liberal, anti Komunis. Misinya: Taiwan Status Quo. Seperti ini saja: tidak merdeka tapi juga tidak bersatu dengan Tiongkok –sering ditafsirkan ingin merdeka tapi tidak berani menyatakannya.

Di luar dua itu masih ada beberapa partai yang sangat kecil. Termasuk partai yang misinya ingin Taiwan merdeka.

Baca Juga :  Konvalesen Monica

Ketum Koumintang yang baru adalah doktor hukum. Dua kali jadi anggota DPR. Pendidikannyi ditempuh di National Taiwan University, Cambridge (Inggris) dan di Temple University, Philadelphia, Amerika Serikat.

Cheng Li-wun lahir di Taiwan tapi bapaknyi orang Yunnan, pojok barat daya Tiongkok. Sang ayah adalah tentara Koumintang yang ikut lari bersama panglima mereka, Jenderal Chiang Kai-shek, ke Taiwan di tahun 1947.

Di Taiwan mereka membentuk pemerintahan Tiongkok. Di Taiwan mereka meneruskan tradisi politik di Tiongkok: hanya boleh ada satu partai. Nama partainya tetap: Koumintang.

Setelah Koumintang lari ke Taiwan, di Tiongkok berdiri pemerintahan Republik Rakyat Tiongkok dengan satu partai, Partai Komunis Tiongkok.

Dengan satu partai itu Taiwan mengalami kemajuan ekonomi yang sangat pesat. UKM (usaha kecil menengah)-nya sangat kuat. Lalu rakyat tidak menghendaki lagi sistem otoriter satu partai. Terjadilah gerakan reformasi: 1987.

Sejak itu pemerintahan otoriter berakhir. Lahirlah zaman demokrasi. Berdirilah Democratic Progressive Party. Saat itu pendapatan per kapita rakyat Taiwan sudah 5.800 dolar. Sudah siap berdemokrasi.

Meski sudah ada DPP pemenang pemilu setelah itu tetaplah Golkar ups…Koumintang.

Pemilu-pemilu berikutnya seperti bergantian. Kadang Koumintang yang menang. Kadang DPP. Tahun lalu berbagi: DPP menang di Pilpres, Koumintang menang di Pileg.

Kali ini Koumintang ingin kembali berkuasa. Terjadilah penyegaran kepemimpinan. Cheng Li-wun (鄭麗文) mengalahkan lima candidat ketua umum lainnya dengan mudah. Dia memperoleh suara 50,1 persen. Calon terdekatnya, umur 76 tahun, mendapat suara 37 persen.

“Saya ingin membuat orang Taiwan dengan bangga menyebut dirinya orang China,” ujar Cheng Li-wun. “Saya tidak mau Taiwan jadi Ukraina,” kata Cheng.

Baca Juga :  DK Jakarta

Dia ingin menjaga agar orang Taiwan bisa hidup tenang dan damai. Tidak dihantui perang. Karena itu Koumintang menentang keras usulan UU kenaikan anggaran pertahanan sampai lima persen dari GDP.

Pemerintahan DPP mengusulkan penambahan anggaran pertahanan itu untuk memenuhi permintaan Presiden Donald Trump. Cheng tidak mau Taiwan jadi korban strategi Presiden Trump.

Kalau Cheng terpilih sebagai Presiden Taiwan 2028 nanti seperti apa hubungan Taiwan dan Tiongkok?

“Saya akan kembali ke konsensus 1992,” ujar Cheng.

Saat itu Presiden Taiwan dipegang Koumintang: Lee Teng-hui. Terjadi konsensus ‘One China’. Tapi rumusan rincinya memang belum ada. Pemilu berikutnya Koumintang kalah.

Ketika Koumintang kembali berkuasa, presidennya Ma Ying-jeou. Taiwan kembali dekat ke Beijing. Terjadilah peristiwa bersejarah: Presiden Taiwan bertemu Presiden Tiongkok. Tempatnya di Singapura.

Dalam pertemuan itu tidak digunakan kata Tiongkok dan kata Taiwan. Mereka menyebut dua negara sebagai ‘Liang Pian’ –dua sisi dari sebuah selat yang memisahkan daratan Tiongkok dan pulau Taiwan.

Bagaimana Ma Ying-jeou menyebut Xi Jinping? Dan sebaliknya?

Tidak ada kata ‘presiden’ yang diucapkan. Ma memanggil Xi dengan panggilan ‘Xian Sheng’. Xi memanggil Ma juga dengan panggilan ‘Xian Sheng’.

Kata ‘Xian Sheng’ tidak sama dengan ‘Mr’. Lebih mirip kata ‘Pak’ dalam bahasa Indonesia. Secara harfiah ‘Xian Sheng’ berarti ‘lahir lebih dulu’. Ada rasa menghormati dan menuakan.

Di Pemilu setelah pertemuan itu Koumintang kalah. Presiden Taiwan dari DPP, Tsai Ing-wen, wanita single, sangat keras terhadap Tiongkok.

Saya membayangkan: misalkan Cheng jadi Presiden Taiwan. Lalu bertemu Xi Jinping. Kata ”Xian Sheng” bisa diucapkan Cheng Li-wun untuk Xi. Tapi bagaimana Presiden Xi memanggi si Cheng Li-wun. (Dahlan Iskan)

Terpopuler

Artikel Terbaru