SAMPIT, PROKALTENG.CO – Skema Kerja Sama Operasional (KSO) antara pemerintah dengan PT Agrinas Palma Nusantara dalam pengelolaan lahan sawit sitaan negara menuai sorotan tajam dari DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim).
Dewan menilai pola kerja sama itu berpotensi merugikan masyarakat lokal, terutama koperasi desa yang sebelumnya diharapkan menjadi mitra utama dalam pengelolaan aset negara.
Anggota Komisi IV DPRD Kotim, H. Hairis Salamad, mengungkap sejumlah kejanggalan dalam pola kerja sama tersebut. Ia menilai KSO yang berjalan saat ini justru mengabaikan peran koperasi lokal dan menggantikannya dengan pihak ketiga. Padahal, koperasi merupakan kelompok yang paling terdampak dari kebijakan penyitaan lahan sawit ilegal di kawasan hutan.
“Tujuan awal penyitaan lahan oleh negara adalah mengembalikan manfaat ekonomi kepada masyarakat. Tapi kalau hasilnya justru dikelola tanpa melibatkan mereka, itu jelas menyalahi semangat reforma agraria,” tegas Hairis, Rabu (15/10).
Selain itu, Hairis juga menyoroti adanya dugaan panen sawit sepihak di atas lahan sitaan tanpa dasar hukum yang jelas dan tanpa melibatkan koperasi atau pemerintah desa setempat. “Kami menerima laporan ada aktivitas panen tanpa koordinasi dan dasar hukum. Ini bukan hanya melanggar prinsip keadilan sosial, tapi juga bisa memicu konflik horizontal antarwarga,” ujarnya.
Menindaklanjuti hal tersebut, DPRD berencana memanggil sejumlah pihak terkait untuk menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP), antara lain PT Agrinas Palma Nusantara, Kejaksaan Negeri, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Dinas Pertanahan. Rapat ini akan membahas legalitas kerja sama, mengevaluasi dasar hukum pengelolaan, dan memastikan tidak terjadi penyimpangan dalam tata kelola aset negara.
“Kami tidak menolak investasi, tapi investasi harus berpihak pada masyarakat dan koperasi lokal. Jangan sampai pengelolaan lahan sitaan hanya berpindah dari satu bentuk ketimpangan ke bentuk lainnya,” tegas politisi PAN tersebut.
Isu KSO ini diperkirakan akan menjadi agenda utama lintas komisi DPRD Kotim menjelang pembahasan akhir APBD 2026. Fokusnya adalah memperkuat arah kebijakan pemanfaatan aset negara serta penguatan kelembagaan koperasi desa.
“Reforma agraria tidak akan bermakna kalau masyarakat tetap jadi penonton di atas tanahnya sendiri,” pungkas Hairis. (bah)