Di tengah perlambatan ekonomi global dan tantangan pasca-pandemi, pemerintah daerah di seluruh Indonesia dituntut untuk menemukan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru. Ketergantungan pada komoditas primer seperti kelapa sawit, batu bara, atau hasil hutan sudah tidak lagi mampu menjamin keberlanjutan ekonomi. Dalam konteks inilah, ekonomi kreatif hadir sebagai alternatif strategis yang tidak hanya menciptakan nilai tambah, tetapi juga memberdayakan masyarakat lokal melalui kreativitas, budaya, dan inovasi.
Ekonomi kreatif merupakan sektor yang menjadikan ide dan kreativitas manusia sebagai modal utama dalam menciptakan produk dan jasa bernilai ekonomi. Menurut data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf, 2024), terdapat 17 subsektor ekonomi kreatif yang meliputi desain, kuliner, kriya, film, musik, aplikasi, gim, hingga fotografi. Setiap subsektor ini berpotensi berkembang di tingkat daerah, tergantung pada kekhasan budaya, sumber daya manusia, dan dukungan infrastruktur lokal.
Pembangunan daerah tidak lagi cukup hanya dengan menarik investasi besar, melainkan perlu mendorong ekosistem inovasi lokal. Misalnya, di Yogyakarta sektor kerajinan dan fesyen menjadi identitas ekonomi daerah; di Bali, sektor seni dan desain mendukung pariwisata; sementara di Kalimantan Tengah, potensi kuliner, kerajinan rotan, dan konten digital lokal dapat dikembangkan menjadi penggerak ekonomi baru. Ekonomi kreatif menjadi wadah bagi masyarakat daerah untuk mengekspresikan identitas budaya sekaligus mengonversinya menjadi kekuatan ekonomi yang berdaya saing.
Kontribusi terhadap Perekonomian
Secara nasional, kontribusi ekonomi kreatif terus meningkat. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kemenparekraf, pada tahun 2024 sektor ini menyumbang sekitar Rp1.400 triliun atau 7,5 persen terhadap PDB nasional, serta menyerap lebih dari 20 juta tenaga kerja. Angka ini menunjukkan bahwa ekonomi kreatif bukan sekadar sektor pelengkap, melainkan mesin pertumbuhan yang potensial. Yang menarik, pertumbuhan ekonomi kreatif sebagian besar berasal dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Banyak di antara mereka bergerak di sektor kuliner, fesyen, kriya, dan konten digital. Hal ini menandakan bahwa penguatan ekonomi kreatif sekaligus memperkuat basis ekonomi rakyat sesuai semangat pemerataan pembangunan.
Transformasi Digital dan Akses Pasar
Era digital telah menjadi katalis penting bagi perkembangan ekonomi kreatif daerah. Dengan penetrasi internet yang semakin luas, pelaku usaha kini dapat memasarkan produknya tanpa batas wilayah. Platform seperti Shopee, Tokopedia, TikTok Shop, YouTube, hingga Spotify memungkinkan kreator daerah menjangkau konsumen nasional bahkan global. Digitalisasi juga memperluas ruang partisipasi anak muda dalam kegiatan ekonomi. Banyak kreator muda daerah yang kini sukses menjadi content creator, desainer digital, hingga pengembang aplikasi lokal. Ini menandakan perubahan struktur ekonomi daerah: dari berbasis sumber daya alam menjadi berbasis ide dan inovasi. Namun demikian, kesenjangan infrastruktur digital masih menjadi tantangan nyata. Daerah dengan akses internet terbatas tentu sulit mengoptimalkan peluang digital. Oleh karena itu, kebijakan penguatan ekonomi kreatif harus disertai pemerataan infrastruktur digital hingga ke wilayah pelosok.
Tantangan dan Kebijakan Penguatan
Ada beberapa tantangan utama dalam pengembangan ekonomi kreatif daerah. Pertama, terbatasnya akses permodalan. Banyak pelaku kreatif yang memiliki ide bagus, tetapi kesulitan mengakses sumber pembiayaan karena minimnya agunan dan literasi keuangan. Kedua, perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI) masih lemah, padahal aspek ini krusial agar karya kreatif memiliki nilai ekonomi yang terlindungi. Ketiga, kapasitas sumber daya manusia (SDM) di bidang manajemen, pemasaran digital, dan inovasi produk masih perlu ditingkatkan. Pemerintah daerah perlu menginisiasi pelatihan dan coaching bisnis kreatif secara berkelanjutan. Keempat, sinergi kelembagaan antarinstansi sering kali belum optimal—antara dinas pariwisata, koperasi dan UMKM, serta perindustrian—yang menghambat integrasi program pengembangan ekonomi kreatif.
Untuk menjawab tantangan tersebut, kebijakan penguatan ekonomi kreatif daerah perlu diarahkan pada tiga aspek utama. Pertama, pembangunan ekosistem kolaboratif antara pemerintah daerah, pelaku usaha, akademisi, dan komunitas kreatif (quadruple helix). Kolaborasi ini menjadi fondasi bagi pertumbuhan ekonomi yang inovatif dan inklusif. Kedua, penyediaan fasilitas dan ruang kreatif (creative hub) di tingkat kabupaten/kota untuk mendukung kegiatan inovasi dan inkubasi bisnis kreatif. Ketiga, dukungan regulasi dan insentif fiskal, seperti pembiayaan berbasis proyek, kredit lunak, atau keringanan pajak bagi usaha rintisan kreatif.
Membangun Daya Saing Daerah
Pengembangan ekonomi kreatif daerah tidak hanya menambah nilai ekonomi, tetapi juga memperkuat daya saing daerah. Produk-produk kreatif yang khas dapat menjadi branding daerah, meningkatkan citra pariwisata, dan menarik investasi. Misalnya, Kota Bandung dikenal sebagai kota desain dan fesyen, Yogyakarta sebagai kota seni dan budaya, serta Malang sebagai pusat ekonomi digital dan gim. Setiap daerah memiliki potensi khas yang dapat diangkat menjadi kekuatan ekonomi kreatif, asalkan dikelola dengan visi jangka panjang dan dukungan lintas sektor. Penguatan kapasitas pelaku kreatif lokal akan mempercepat diversifikasi ekonomi daerah sekaligus menciptakan ketahanan terhadap gejolak ekonomi eksternal.
Akhirnya ekonomi kreatif bukan sekadar tren, melainkan strategi pembangunan masa depan yang menempatkan kreativitas sebagai sumber daya ekonomi baru. Dengan memberdayakan talenta lokal, melindungi kekayaan budaya, dan memanfaatkan teknologi digital, daerah dapat membangun ekonomi yang mandiri, inklusif, dan berkelanjutan. Jika pemerintah daerah berani menjadikan ekonomi kreatif sebagai prioritas pembangunan, maka masa depan ekonomi Indonesia tidak hanya bertumpu pada sumber daya alam, tetapi pada kekayaan ide dan inovasi anak bangsa. *
Penulis adalah Ketua Dewan Pengarah ISEI Cabang Palangka Raya, Dr. Miar, S.E., M.Si., CERA